Sukses

Bareskrim Tahan Tersangka Pemalsu Tanda Tangan Mandra

Akankah Mandra segera bebas?

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Badan Reserse Kriminal Polri (Bareskrim) Polri menahan seorang tersangka atas kasus dugaan pemalsuan tanda tangan terhadap terdakwa kasus dugaan korupsi hak siar TVRI tahun anggaran 2012 komedian Mandra Naih.

Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Pol Suharsono mengungkapkan tersangka pemalsuan tanda tangan tersebut berinisial AD alias G.

"Sudah ditetapkan sebagai tersangka sejak 2 Oktober 2015," kata Suharsono di Jakarta, Senin (5/10/2015).

Suharsono menambahkan, penyidik juga langsung melakukan penahanan terhadap tersangka pada 2 Oktober 2015 lalu.

Sementara itu pengacara Mandra, Sonie Sudarsono mengapresiasi langkah penyidik Bareskrim Polri yang menahan tersangka.

"Ini merupakan konspirasi untuk menjatuhkan Mandra yang punya nama besar sebagai komedian. Tentunya, dengan proses sudah masuk persidangan, hal ini bisa menjadi pertimbangan membebaskan Mandra," ucap Sonie.

"Kami tentu akan meminta agar direhabilitasi. Dengan ini peluang dari Mandra untuk bebas terbuka lebih besar," sambung dia.

Kasus ini bermula dari penetapan tersangka Mandra dalam kasus dugaan korupsi program siap siar TVRI oleh Kejaksaan Agung. Tak terima, Mandra lantas melapor ke Bareskrim Polri karena menduga ada pemalsuan tanda tangan yang menjadikan dirinya seolah-olah berperan dalam kasus tersebut.

Mandra selaku Direktur Utama PT Viandra Production kini telah didakwa melakukan korupsi bersama dengan Direktur Utama PT Media Arts Image Iwan Chermawan, PNS dan Pejabat Pembuat Komitmen Yulkasmir, dan Direktur Program dan Bidang Lembaga Penyiaran Publik TVRI Irwan Hendarmin.

Sang komedian lalu didakwa melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Mandra terancam dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit Rp 200 juta dan paling banyak Rp 1 miliar. (Ndy/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini