Sukses

Kabut Asap Penebar Duka

Presiden Jokowi telah memerintahkan jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan memulihkan lahan gambut.

Liputan6.com, Jakarta - Bencana kabut asap di daerah Sumatera telah menelan banyak korban. Selain korban jiwa, bencana kabut asap yang dipicu oleh kebakaran hutan dan lahan, juga membuat banyak warga menderita penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA). Di Riau saja, warga yang terjangkit ISPA sebanyak 44.871 jiwa. Jumlah itu tersebar di beberapa kabupaten dan kota.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Riau Andra Sjafril mengatakan, penderita ISPA tertinggi terdapat di Kota Pekanbaru yaitu 8.661 jiwa. Besarnya jumlah ini karena udara di Kota Bertuah dalam beberapa bulan belakangan lebih buruk dari daerah lain.

Di Kota Dumai penderita ISPA tercatat 3.467 jiwa, Indragiri Hilir 1.245 jiwa, Kampar 2.137 jiwa, Rokan Hulu 3.515 jiwa, Siak 4.539 jiwa, dan Kepulauan Meranti 471 jiwa.

"Kemudian di Kabupaten Bengkalis 2.918 jiwa, Pelalawan 1.950, Rokan Hilir 1.676 jiwa, Kuansing 4.571, dan Indragiri Hulu 2.246 jiwa," sebut Andra, Senin 28 September 2015.

Jumlah penderita ISPA ini diperoleh dari laporan setiap puskesmas, rumah sakit, dan klinik kesehatan di Riau. Jumlah ini diprediksi akan meningkat karena kualitas udara di beberapa kabupaten masih di level tidak sehat dan berbahaya.

Selain penyakit ISPA, gara-gara kabut asap jumlah penderita asma juga meningkat. Tercatat 1.701 warga menderita asma dan harus dirawat. Masyarakat juga terjangkit pneumonia (peradangan jaringan di salah satu atau kedua paru-paru), iritasi mata dan penyakit kulit.

Tidak hanya Riau, daerah lainnya yang juga menghadapi banyak ancaman bahaya akibat kabut asap yakni Jambi, Palangkaraya, Pontianak,Kampar, Bengakis, dan Siak.

Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)menyebutkan, Indeks Standard Pencemaran Udara (ISPU) di kota-kota itu sudah berada di level berbahaya., akibat kabut asap di beberapa daerah.

"ISPU di beberapa kota berada pada level Berbahaya, seperti Palangkaraya 1.912 gram/m3, Pekanbaru 401, Pontianak 602, Kampar 419, Bengkalis 429, dan Siak 527. Nilai ini jauh di atas ambang batas minimum level berbahaya, yaitu 350,” ujar Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo.

Kualitas udara tersebut berkorelasi dengan jarak pandang dan berpengaruh pada kesehatan masyarakat. Di Jambi jumlah penderita ISPA 31.191 jiwa, Sumatera Selatan 22.855 jiwa, Kalimantan Barat 21.130 jiwa, Kalimantan tengah 4.121 jiwa, dan Kalimantan Selatan 53.428 jiwa.

Protes Negeri Jiran

Seorang pria saat berada disamping skyline yang dikelilingi kabut tebal di Singapura (25/9/2015). Sejak Rabu Kualitas udara di Singapura mulai memburuk akibat kabut asap tebal dari wilayah Indonesia. (REUTERS/Edgar Su)

Kabut asap tahun ini jauh lebih parah dari tahun lalu. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Siti Nurbaya mengatakan, penyebabnya karena suhu udara pada Juli hingga September 2015 lebih tinggi dibanding tahun 2014.

"Eskalasi meluasnya hostspot dari tahun lalu dibandingkan tahun ini, periode bulan Juli sampai September, 145% ke 400%. Artinya di September 2015 jauh lebih panas dibanding tahun lalu. Ada situasi alam yang keras di beberapa provinsi," terang Siti di Kemang, Jakarta, Minggu 27 September 2015.

Sebenarnya, ujar Siti, presentase hotspot tahun 2015 dibanding 2014 menurun. Misalnya di Kalimantan Tengah hanya 67 persen dibanding tahun lalu. Dan Riau 48 persen dibanding tahun lalu.

Namun daerah Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan memang paling banyak mengalami eskalasi percepatan api karena faktor cuaca yang sangat panas. "Memang Kalimantan Barat, Jambi, dan Sumatera Selatan jumping-nya tinggi. Ada persoalan alam. Kita harus memahami juga," sambung dia.

Pekatnya kabut asap tahun ini membuat negara tetangga bereaksi. Singapura dan Malaysia, 2 negara yang sangat dekat dari Sumatera dan Kalimantan, marah karena kabut asap yang merupakan kiriman dari Indonesia telah membuat sejumlah aktivitas di negara itu terganggu.

Melalui akun Facebooknya, Menteri Luar Negeri Singapura K Shanmugam, menuding Indonesia tidak peduli dengan apa yang dirasakan oleh warga Singapura. "Sangat tidak memikirkan keselamatan warga kami dan warga mereka sendiri," ujar Shanmugam seperti dikutip BBC, Jumat 25 September 2015.

Terkait hal ini, Kepala Kantor Staf Presiden Teten Masduki memaklumi kemarahan tersebut. Namun, dia meminta agar dua negara serumpun itu memahami berbagai hambatan yang terjadi dalam menanggulangi bencana kabut asap.

"Saya kira pastilah asap ini sangat meluas. Asap yang dihasilkan dari kebakaran lahan sawit atau lahan konsensi untuk sawit atau gambut atau hutan memang cukup meluas," ujar Teten di Istana Kepresidenan, Senin 28 September 2015.

"Tapi saya kira Singapura harus memahami kesulitan kita, karena untuk memadamkan ini bukan satu hal yang sederhana," imbuh dia.

Di luar ekspor asap, Singapura dan Malaysia selama ini turut menikmati hasil hutan Indonesia. Tidak cuma bahan baku produk industri maupun tambang, keberadaan hutan Indonesia juga turut menyumbang pasokan oksigen dua negara tersebut.

"Saya kira Singapura juga cukup menikmati lah selama ini supply oksigen dari Indonesia. Selama sembilan bulan dan kita tahu juga banyak industri kebun, tambang yang menyimpan hasil ekspornya di Singapura," lanjut Teten.

Di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyatakan, Pemerintah Indonesia terbuka kepada negara mana pun yang ingin membantu memadamkan kebakaran hutan di Tanah Air demi menghilangkan bencana kabut asap. Tak terkecuali Singapura.

"Silakan saja kita terbuka. Singapura bisa ikut lihat sendiri. Singapura, silakan kalau mau membantu. Jangan hanya bicara," kata JK di New York, Minggu 28 September 2015.

Kanalisasi lahan gambut

Seorang petugas pemadam dari Kementerian Kehutanan Indonesia, bersama anggota TNI menyemprotkan air ke hutan lahan gambut di Parit Indah Desa, Kampar, Riau, Rabu (9/9/2015). Kebakaran lahan menyebabkan kabut asap di sejumlah wilayah. (REUTERS/YT Haryono)

Baik JK maupun Teten mengungkapkan, Pemerintah Indonesia terus berusaha keras mengatasi kebakaran hutan dan lahan yang selalu terjadi selama 17 tahun terakhir. Meski kebakaran hutan dan lahan tidak selalu disebabkan oleh ulah manusia, tapi juga cuaca panas yang diperparah oleh angin.

Guna mengatasi kebakaran hutan dan lahan, Presiden Joko Widodo telah memerintahkan jajaran Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) memulihkan lahan gambut dengan cara membasahi kembali lahan gambut yang mengering dan rawan terbakar.

Presiden menilai, sistem kanalisasi di lahan gambut akan mampu menjadi solusi untuk mengurangi kebakaran hutan dan lahan yang berujung pada bencana kabut asap.

Untuk pekerjaan ini, KLHK berencana memetakan wilayah di Sumatera dan Kalimantan yang terdapat kanal gambut. Nantinya akan ada anggota TNI yang bertugas di sekitar kanal agar ketersediaan air terjaga dan lahan gambut tidak mengalami kekeringan. Dalam hal ini, KLHK berperan sebagai koordinator.

Menteri Siti juga menakankan, pentingnya keterlibatan masyarakat dalam memulihkan lahan gambut yang rusak. Misalnya dengan bercocok tanam di lahan gambut.

Langkah lain yang diambil pemerintah yakni mengevaluasi izin pengelolaan lahan, khususnya bagi perusahaan yang terindikasi terlibat pembakaran hutan.

"Ke‎bakaran sudah teridentifikasi dengan baik. Kebanyakan di lahan konsesi untuk kebun, umumnya di lahan gambut. Sehingga Presiden meminta Menhut untuk mengevaluasi izin ke‎bun yang ada, dan sekarang sedang dikaji pendekatan disentif ekonomi untuk penghentian kebakaran," ujar Teten .

Hingga saat ini, Kabareskrim Polri sudah menetapkan 204 orang menjadi tersangka kasus kebakaran hutan dan lahan di berbagai wilayah.

Kabareskrim Komjen Pol Anang Iskandar mengatakan, dari 204 tersangka, 195 di antaranya perorangan dan 9 lainnya dari korporasi. Namun tersangka yang ditahan baru 73 orang.

Anang menjelaskan, saat ini areal hutan dan lahan yang terbakar sudah 41.854,89 hektare. Secara keseluruhan, pihaknya sudah menangani 218 laporan kasus pembakaran hutan dan lahan. 176 Di antaranya laporan untuk perseorangan dan 42 korporasi. (Sun/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini