Sukses

Pengamat: Kabut Asap Bisa Dijadikan Isu Kampanye Pilkada

Masyarakat diminta mengawal kandidatnya dalam Pilkada serentak dalam mengatasi kabut asap.

Liputan6.com, Jakarta - Kebakaran lahan dan hutan yang menyebabkan bencana kabut asap di sejumlah wilayah sudah seperti fenomena tahunan. Pemerintah pun dipandang seolah-olah tidak mampu mengambil sikap tegas dalam hal ini. Peristiwa ini pun diduga tidak hanya faktor ekonomi dan alam‎, namun ada muatan politis.

Ketua Institut Hijau Indonesia Chalid Mu‎hammad menduga, pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember 2015 menjadi salah satu faktor musibah ini. Dalam catatannya, jumlah izin perusahaan yang hendak membuka lahan perkebunan cenderung meningkat menjelang pilkada.

‎"Jumlah izin (pembukaan lahan) cenderung meningkat signifikan setiap menjelang Pilkada. Nah ini saya tidak tahu apakah karena high cost sehingga menjalin relasi dengan pengusaha-pengusaha itu atau ada pertimbangan lain," ujar Chalid dalam diskusi 'Berharap Tidak Ada Lagi Menggantang Asap'‎ di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/9/2015).

Penyataan Chalid ini diamini pengamat politik sekaligus Direktur Populi Center Nico Harjanto. ‎Menurut dia, masyarakat seyogyanya bisa melihat fenomena kabut asap ini sebagai isu kampanye prioritas. Kandidat kepala daerah harus benar-benar bisa mengatasi persoalan ini dari hal yang paling mendasar.

"Kabut asap ini mestinya bisa dijadikan ‎isu kampanye prioritas. Sehingga semua kandidat yang akan bertarung itu diminta komitmennya, atau bahkan kontrak politik. Sehingga bencana asap ini tidak terus menerus terjadi," ucap Nico di tempat yang sama.

Dia berharap, masyarakat mampu mengawal kandidat itu untuk berkomitmen menangani kasus kabut asap yang setiap tahun terjadi berulang-ulang ini. Komitmen tersebut dimulai dari dengan tidak menjalin hubungan bersama pengusaha yang memiliki kepentingan tertentu dalam pendanaan politik.

"Kalau kandidat kepala daerah ini berkomitmen sejak awal, tentu mereka tidak akan bermain-main dengan korporasi-korporasi yang selama ini menjadi cukong di momen pilkada, ini yang harus benar-benar diputus.‎ Sehingga daerah-daerah yang mempunyai lahan dan hutan ini tidak tergantung pendanaan politiknya pada korporasi atau mereka-mereka yang mempunyai konsensi hutan dan perkebunan," papar dia.

Nico mengatakan, hal ini perlu dilakukan supaya masyarakat tahu, pemimpin yang mereka pilih pada pilkada serentak nanti bukan kepanjangan tangan atau yang akan mengamankan pemilik konsensi-konsensi ‎hutan dan perkebunan tersebut. (Mvi/Ron)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini