Sukses

Pria Bercadar Penggal Transmigran, Diduga Kuat Jaringan Santoso

Menurut Kapolri, pembunuhan sadis itu sudah direncanakan kelompok Santoso, merupakan aksi balas dendam.

Liputan6.com, Jakarta - Seorang transmigran asal Bali, Nyoman Astika, ditemukan tidak bernyawa di Dusun Baturiti, Desa Balinggi, Kabupaten Parigi Moutang, Sulawesi Tengah, pada Minggu 13 September lalu. Kondisi jasad mengenaskan lantaran Nyoman (70) tewas karena dipenggal.

Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti mengatakan, dari hasil penyelidikan diduga kuat pelaku pemenggalan adalah kelompok teroris Santoso.

"Dari hasil penyelidikan kita, memang itu dilakukan oleh kelompok Santoso," kata Kapolri saat dihubungi di Jakarta, Kamis (17/9/2015).

Para pelaku membunuh Nyoman dengan cara memenggal kepala korban hingga putus. "Bagian kepala belum ditemukan," kata Nyoman Adiana, menantu laki-laki Nyoman Astika di Singaraja, Selasa 15 September 2015.

Menurut Badrodin, pembunuhan sadis itu sudah direncanakan kelompok Santoso. Dia menyebutkan, pembunuhan sadis itu merupakan aksi balas dendam kelompok Santoso. Sebab, sebelumnya telah terjadi beberapa kali kontak senjata antara petugas kepolisian dan kelompok Santoso, yang menewaskan anggota jaringan teroris di Poso itu.

"Waktu setelah kontak tembak pada 16, 17, 18, 19 Agustus yang lalu itu, Santoso ini memang sudah mulai mengancam turun akan membalas nyawa, darah harus dibalas darah. Dan mereka juga telah membunuh warga," beber Kapolri.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kelompok Bercadar

Berdasarkan penuturan sanak keluarga Nyoman Astika, peristiwa tersebut terjadi sekitar pukul 13.00 Wita, Minggu 13 September 2013. Saat itu, Nyoman Astika dan istrinya, Made Kantri, hendak sembahyang Tilem (Bulan Mati) di pondok miliknya yang berlokasi di Pegunungan Baturiti.

Ketika Nyoman Astika dan istrinya tiba di pondok tersebut, mereka sempat melakukan beberapa aktivitas. Tak lama berselang, datang 5 orang laki-laki bercadar, membawa tas ransel, serta memegang senjata laras panjang dan kapak.

"Dua di antara mereka memegang tangan mertua perempuan saya (Made Kantri), dan sisanya menyandera mertua laki laki saya (Nyoman Astika)," ungkap Nyoman Adiana sembari mengatakan, apa yang disampaikannya merupakan cerita dari mertua perempuannya.

Kemudian, kata dia, salah satu pelaku terlihat sedang mencuci golok berlumuran darah dekat dengan sumber air di rumah korban.

"Salah satu pelaku mencuci tangan dan kapak penuh dengan darah. Selang beberapa saat kemudian, mertua perempuan dilepaskan dan dilihat mertua laki laki saya telentang di tanah dekat pekarangan dengan keadaan terbunuh tanpa kepala," tutur dia.

Para pelaku mengancam Made Kantri untuk tidak melaporkan kejadian tersebut kepada pihak berwajib dan masyarakat setempat.

Meski dilanda ketakutan, pada pukul 20.00 Wita Made Kantri memutuskan lari ke Desa Gitgit Sari, lokasi pemukiman warga yang berjarak sekitar 5 kilometer dari lokasi pembunuhan.  

Keesokan harinya, sanak keluarga dibantu warga mengevakuasi jasad Nyoman Astika dan berusaha mencari bagian kepala yang hilang. Keluarga kemudian melaporkan peristiwa ini ke kepolisian. (Sun/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.