Sukses

Fitra: Perjalanan Pimpinan DPR ke Amerika Berpotensi Korupsi

Mereka menggunakan fasilitas dari negara untuk agenda yang di luar kewenangan anggota DPR.

Liputan6.com, Jakarta - Pimpinan DPR kepergok tengah berada di kampanye calon presiden Amerika Serikat Donald Trump beberapa waktu lalu. Kehadiran keduanya di luar agenda resmi para legislator.

Koordinator Advokasi dan Investigasi Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi menilai kunjungan Setya Novanto dan Fadli Zon berpotensi korupsi.

Menurutnya, rombongan Pimpinan D‎PR melakukan kegiatan di luar tugas dan fungsinya sebagai anggota dewan. Mereka seharusnya hanya menghadiri sidang The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York.

"‎Selain pelanggaran etika, potensi korupsinya kunjungan kerja (kunker) ke Amerika itu sangat tinggi bisa miliaran rupiah. Karena bertemu dengan Trump dengan alasan menawarkan investasi itu bukan tugas DPR. Apalagi mereka ke Amerika dibiayai anggaran negara," kata Apung di Gedung SCTV Tower, Senayan, Jakarta, Kamis 10 September 2015.

Selain itu, pertemuan kedua Pimpinan DPR dengan Trump yang difasilitasi pengusaha asal Indonesia, Hary Tanoesoedibjo dianggap sudah menyalahi aturan karena bisa menimbulkan dugaan gratifikasi lembaga penyelenggara negara.

"‎Ketika benar itu difasilitasi pengusaha, itu gratifikasi, karena dia penyelenggara negara. Ketika mengaku kepentingannya untuk investasi, DPR tidak punya kewenangan. Jadi ini ada kepentingan pengusaha memberikan gratifikasi (kepada Pimpinan DPR) bukan untuk negara," ujar Apung.

Data yang dihimpun dan diterima Fitra, Apung menyebutkan, perjalanan rombongan Pimpinan DPR bisa mencapai belasan rupiah‎. Apalagi, kata dia, ada yang membawa serta keluarganya. Meskipun, Fadli Zon sudah menyatakan anak serta istri rombongan Pimpinan DPR menggunakan biaya sendiri.

"Fitra menghitung seperti peraturan Menteri Keuangan, itu standarnya (penyelenggara negara) kunjungan kerja ke luar negeri memakai harga dolar. Kalau dolarnya naik, maka biaya itu melambung. Untuk yang ke AS, itu bisa Rp 4,6 miliar, belum dihitung dengan staf dan keluarga yang ikut. Ada yang menyebutkan rombongan 22 orang, kita catat itu sekitar Rp 12 miliar dalam 12 hari. Belum uang saku, untuk pimpinan itu seribu dolar lebih," papar Apung.

"Fitra sudah minta daftar itu ke Setjen DPR, tapi hingga kini masih tertutup. Untuk Kunker dalam 1 tahun bisa sampai Rp 256 miliar. Yakni kunker legislasi, kunker anggaran dan kunker pengawasan. Dan itu harus dihabiskan dalam 1 tahun ini," sambung dia.

Apung juga mengatakan ada 3 modus yang kerap dilakukan oleh penyelenggara negara dalam mensiasati kunjungan kerja‎ mereka agar bisa mendapatkan keuntungan pribadi menurut Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

‎"Pertama tiket fiktif dan lalu uang saku fiktif. Kunker tapi dibiayai oleh pengusaha rekanan, ini penyelewengan juga. Dibiayai APBN juga tapi dibiayai pengusaha.

Pada tempat yang sama, anggota DPR yang melaporkan Setya Novanto dan Fadli Zon ke MKD, Maman Imanulhaq menanggapi positif apa yang disampaikan Fitra.‎ "Masukan-masukan seperti dari Fitra ini sangat bagus kita untuk evaluasi, jadi sejauh mana anggaran yang dihabiskan," kata Maman.

Namun demikian, politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) ini menekankan, di parlemen masih banyak anggota dewan yang memiliki idealisme dan tak sembarangan menghamburkan anggaran untuk kunjungan kerja. "Tapi banyak juga anggota DPR yang punya idealisme tanpa harus terjebak hedonism. Bisa dicek dari beberapa anggota itu yang memakai pesawat tiket ekonomi dan hotel yang biasa," tandas anggota Komisi VIII DPR tersebut.

Sebelumnya, 6 anggota DPR melaporkan kedua Pimpinan DPR yakni Ketua DPR Setya Novanto dan Wakil Ketua Fadli Zon ke Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD) dengan dugaan pelanggaran kode etik atas kehadirannya ke kampanye Trump.

Pakemnya, hanya ada 3 agenda Pimpinan DPR selama di AS, yakni menghadiri sidang The 4th World Conference of Speakers Inter Parliamentary Union (IPU) di New York, bertemu dengan speaker house di Kongres Amerika, dan bertemu masyarakat Indonesia di AS‎. (Bob/Ron)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini