Sukses

Pentingkan Ibadah, Tenaga Musiman Jemaah Haji Disoal

Djamil melanjutkan, jemaah tidak boleh ditelantarkan atau dibiarkan dalam masalah.

Liputan6.com, Jeddah - Para mahasiswa dan mukimin yang bekerja sebagai tenaga musiman (Temus) pelayanan jemaah haji Indonesia terancam menganggur. Itu menyusul kabar kurang maksimalnya kinerja mereka dalam memberikan pelayaan kepada jemaah haji di Tanah Suci.

Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kementrian Agama Abdul Djamil mengatakan, pemerintah sebagai pihak yang memperkerjakan akan mengevaluasi kinerja Temus tersebut.

"Karena ada ratusan ribu jemaah yang harus dilayani," ujar Djamil, Rabu 9 September 2015.

Djamil melanjutkan, jemaah tidak boleh ditelantarkan atau dibiarkan dalam masalah.

"Siapa yang menangani? ya petugas. Siapa petugasnya? Ya unsur dari Kemenag, mukimin, dan mahasiswa. Semuanya mempunyai tanggung jawab sama, sebagai pelayan jemaah membimbing dan melindungi," tukas Djamil.

Penilaian atas kinerja yang kurang baik sebagian mahasiswa terlontar saat rapat evaluasi petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) di Jeddah, Arab Saudi. Mahasiswa disorot karena sebagian yang bertugas lebih mengedepankan ibadah daripada tugas yang diberikan.

"Kalau sudah ditugaskan kemudian tidak melakukan apa apa, ya siapapun, bukan hanya Temus lebih baik tidak usah kerja. Kalau kita ingin melakukan perbaikan, ya semua lini harus diperbaiki tidak pandang bulu." ucap Djamil.
 
Sebelumnya sebanyak 125 mahasiswa yang akan bertugas membantu petugas PPIH Arab Saudi tidak bisa masuk lantaran visa belum keluar.

Mereka terhambat karena kuota Indonesia di sistem e-hajj terlampaui.

“Akhirnya bisa diselesaikan visanya. Alhamdulillah sekarang bisa masuk,” kata Ketua PPIH Arab Saudi 2015 Ahmad Dumyati Bashori di Jeddah, Arab Saudi.

Dumyati melanjutkan, pengurusan visa yang membuat kedatangan mahasiswa ke Tanah Suci terlambat dari jadwal seharusnya. Visa mahasiswa yang kuliah di 9 negara itu terhambat karena kuota Indonesia di sistem e-hajj terlampaui.

Para mahasiswa ini adalah mereka berkuliah di Kairo (Mesir), Khortum (Sudan), dan Tunisia. Sedangkan yang kuliah di Suriah dan Lebanon tidak dapat masuk dalam kuota visa e-hajj. “Namun, mereka akhirnya menggunakan visa lainnya,” kata Dumyati.

Menurut Dumyati, keberadaan para mahasiswa sangat dibutuhkan untuk membantu melayani jamaah haji Tanah Air. Walaupun dia mengakui kedatangan para mahasiswa ini sudah sangat terlambat.

Mahasiswa yang menjadi tenaga musiman (temus) tersebut, rata-rata memiliki kemampuan bahasa Arab yang baik. Kemampuan mereka diharapkan dapat membantu melayani jemaah haji dalam pelayanan umum dan ibadah. (Ron/Mar)


* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.