Sukses

Was-was Buwas

Buwas membantah dirinya telah dipanggil Presiden Joko Widodo pada Selasa 1 September lalu.

Liputan6.com, Jakarta - Kabar miring pencopotan Kabareskrim Polri Komjen Pol Budi Waseso terus bergulir. Setelah Juli lalu muncul petisi pencopotan Kabareskrim, kini Komjen Pol Saut Usman Nasution disebut-sebut bakal menggantikan jabatan pria yang akrab disapa Buwas itu.

Buwas kabarnya akan bertukar jabatan dengan Saut Usman, menempati jabatan sebagai Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Penanganan perkara yang kerap menimbulkan polemik, diduga sebagai biang kerok bergulirnya wacana pencopotan Kabareskrim.

"Buwas dicopot, diganti Saut Usman Nasution," ucap sumber Liputan6.com, di Jakarta, Rabu 2 September 2015.

Polemik itu disebut-sebut menyusul tindakan Buwas memerintahkan penyidiknya menggeledah kantor Dirut Pelindo II RJ Lino, terkait kasus dugaan korupsi pengadaan mobile crane baru-baru ini.

Namun Polri membantah isu tersebut. Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Pol Suharsono menyebut, isu pencopotan Buwas dari jabatan Kabareskrim tidak benar.

"Tidak ada berita itu yang saya dapatkan, saya sudah konfirmasi," kata Suharsono di Mapolda Lampung, Rabu 2 September 2015.

Menurut dia, Buwas masih bekerja di Bareskrim Polri. Bahkan, jenderal bintang 3 itu tengah menggelar perkara kasus tertentu.

"Sedang dilaksanakan gelar perkara di Bareskrim. Di Mabes Polri belum mendengar berita itu. Sekarang ini masih bekerja Kabareskrim. Itu enggak betul. Kita lihat perkembangannya," ucap Suharsono.

Sementara Buwas menanggapi santai kabar miring ini. Dia siap dicopot sebagai Kabareskrim. Dia yakin, selama menjabat Kabareskrim, dirinya mengemban tugas sebaik-baiknya dan tidak menyalahgunakan wewenang.

"Kalau saya harus diganti, tidak ada masalah. Ini amanah," ujar Buwas di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Rabu 2 September 2015.

Buwas juga belum mendengar langsung informasi pencopotan dirinya dari lingkungan Mabes Polri. Sampai sekarang pun dirinya masih bekerja sebagai Kabareskrim.

"Sampai saat ini saya belum tahu. Masih bekerja seperti biasa. Saya belum tahu ya informasi itu. Kalau benar, pasti saya dikasih tahu," pungkas Buwas.

Buwas pun membantah dirinya telah dipanggil Presiden Joko Widodo atau Jokowi Selasa 1 September lalu. Mantan Kapolda Gorontalo itu kembali menegaskan, kabar pencopotan dirinya itu belum sampai di telinganya.

"Sampai saat ini saya belum tahu informasi pasti. Kalau toh ada info itu ya pasti kan sampai juga ke saya. Enggak-nggak, saya enggak dipanggil beliau (Presiden). Saya ada di kantor," tegas Buwas.

Fraksi PDIP Menolak

Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Dwi Ria Latifah (kiri) dan Masinton Pasaribu, saat memberikan keterangan pers di Ruang Fraksi PDIP, Senayan, Jakarta. (2/9/2015). Fraksi PDIP tak setuju Komjen Budi Waseso dicopot. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Wacana pencopotan Buwas tentu menuai dukungan sekaligus penolakan. Seperti Fraksi PDI Perjuangan di DPR, mereka menolak pencopotan Buwas. PDIP menilai, Buwas bekerja dengan baik selama menjabat Kabareskrim.

"Kami menolak tegas Komjen Budi Waseso dicopot dari jabatannya dari Kabareskrim. Kami menganggap kinerja Budi Waseso baik dan lugas, serta jelas dalam menegakkan hukum memberantas korupsi," kata anggota Fraksi PDIP Masinton Pasaribu saat menggelar jumpa pers di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 2 September 2015.

Masinton menilai, pencopotan Buwas merupakan intervensi proses hukum yang sedang berjalan. Seperti penindakan kasus dugaan korupsi di tingkat BUMN seperti Pelindo II dengan kasus dwelling time-nya.

"Jadi dalam hal ini yang sedang disidik dan diungkap Mabes Polri seperti TPPU (Tindak Pidana Pencucian Uang), kasus penimbunan daging sapi, serta pengungkapakan dugaan korupsi di tubuh Pertamina," sambung dia.

Anggota Komisi III DPR ini mengatakan, pencopotan seseorang dari jabatannya harusnya dilihat dari kinerjanya. Buwas selama ini sudah bekerja secara profesional dan sejalan dengan cita-cita Jokowi dalam pemberantasan korupsi.

"Ukuran mencopot seseorang dari jabatan adalah kinerja. Kami menilai bahwa kinerja Komjen Budi Waseso memimpin Bareskrim Mabes Polri, sejalan dan senafas dengan harapan Presiden Jokowi mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih," tegas Masinton.

Sementara Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengaku tidak akan mencampuri urusan pergantian di internal Polri. Khususnya, terkait isu pencopotan Buwas dari jabatannya.

"‎Itu urusan Kapolri kan? Tanya Kapolri (Jenderal Badrodin Haiti)," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 2 September 2015.

JK juga menegaskan, tidak ada kaitan antara penggeledahan kantor Dirut Pelindo II RJ Lino oleh Bareskrim dengan kabar pencopotan Buwas.  

"‎Intervensi apa? Pemerintah kan memang harus melihat ini secara keseluruhan. Enggak ada intervensi," kata dia.

Terkait kedatangan Kepala Lembaga Pendidikan Polri Komjen Pol Syafruddin ke Kantor Wakil Presiden Rabu saing, JK menjelaskan, pertemuan itu tidak membicarakan posisi Kabareskrim.‎

Mantan Ketua Umum Partai Golkar itu menegaskan, pertemuan dengan Syafruddin merupakan kelanjutan, setelah dirinya memberikan pidato di depan peserta Sekolah Pimpinan Tinggi Polri (Sespimti), di Istana Wakil Presiden, Senin 31 Agustus lalu.

"Pak Syafruddin kan setiap saat bisa ketemu saya. Biasa saja. Kita bicarakan sistem pendidikan polisi karena saya kan ceramah kemarin. Bagaimana polisi ke depan, bagaimana proporsionalnya," jelas dia.

Menurut JK, pencopotan ataupun penggantian Kabareskrim ditentukan Kapolri, bukan pemerintah. "Tentu Kapolri yang memutuskan, kan anak buah Kapolri. Kalau menteri mau dicopot boleh tanya saya," sambung dia.

Terkait pertemuan Presiden Joko Widodo dan Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti di Istana Kepresidenan pada Selasa malam lalu, JK tak mau mengait-ngaitkan dengan wacana pencopotan Buwas.

"‎Setiap saat bisa ketemu Kapolri. Tadi ketemu Kapolri. Saya no comment soal itu," tegas JK.

Petisi Pencopotan

Dalam pertemuannya Buya Syafii beberapa kali memuji Jokowi sebagai sosok yang sederhana, bebas pencitraan, dan selalu tampil apa adanya. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Mantan Ketua PP Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif mengecam keras Bareskrim Polri yang menetapkan Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki dan Wakil Ketua Taufiqurrahman Syahuri sebagai tersangka kasus pencemaran nama baik.

Syafii pun meminta Presiden Jokowi memerintahkan Kapolri Jenderal Badrodin Haiti agar mencopot Buwas. Menurut dia, Buwas menjadi orang yang bertanggungjawab atas penetapan tersangka itu.

Namun permintaan Syafii langsung ditanggapi Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti. Menurut dia, institusinya tak sembarangan megganti seorang pejabat tinggi. Polri mempunyai aturan dan norma yang mengatur pergantian jabatan struktural di Korps Bhayangkara.

"Kan polisi sudah ada norma-normanya. Norma-norma aturan bagaimana orang bekerja," kata Badrodin di Polda Metro Jaya, Jakarta, Rabu 15 Juli 2015.

Sedangkan Buwas sendiri menanggapi desakan Syafii tersebut dengan santai. "Relevansinya apa? Dicopot itu apa? Kesalahannya apa? Apakah saya ini mengkriminalisasi atau merekayasa? Kan tidak," ujar Buwas di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Rabu 15 Juli 2015.

Buwas mengatakan, Syafii boleh memintanya mundur bila ia melakukan pelanggaran hukum. Itupun, harus dibuktikan lebih dulu dan melalui proses internal di Polri.

Ia juga meminta Syafii agar tidak banyak berkomentar dan membuat kesimpulan kriminalisasi terkait penetapan status tersangka 2 komisioner KY. Kasus pelaporan yang ditayangkan Hakim Sarpin merupakan kasus hukum biasa yang ditangani sesuai prosedur hukum yang berlaku.

"Saya kan hanya penegasan saja, bahwa ini proses hukum biasa, kalau (Syafii Maarif) enggak tahu, tanya aja sama saya. Jangan belum tahu masalahnya, ambil kesimpulan. Lihat saja ke saya, prosesnya bagaimana, prosedurnya bagaimana. Kalau yang saya lakukan salah, baru boleh," tegas Buwas.

Buwas pun mengaku tidak tahu menahu penyebab tokoh Muhammadiyah itu mengeluarkan komentar pedas, yang meminta Presiden Jokowi mencopot dirinya.

"Saya ini melaksanakan tugas. Enggak ada (masalah) lahir batinlah. Saya aparat biasa, hanya jalankan amanah yang ke saya. Saya jalankan tugas sebaik mungkin, tidak salah gunakan wewenang," pungkas Buwas.

Buwas pun merasa ada pihak yang sengaja memprovokasi agar suasana menjadi panas. Dia menilai desakan itu muncul dari ketidakpahaman sebagian pihak.

"Pasti ada yang provokasi itu. Mungkin tidak paham. Saya harus menjawab, saya katanya mengkriminalisasi, saya katanya merekayasa KY, kan ndak ada," kata Buwas di Gedung Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Kamis 16  Juli 2015.

Tak lama kemudian, sebuah petisi mendesak pencopotan Buwas muncul di dunia maya. Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah, Change.org, Lingkar Madani, Kontras, ICW, YLBHI, Ikatan Pelajar Muhammadiyah, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah mendorong agar posisi Kabareskrim berganti pejabat.

Mereka membuat petisi di situs change.org dengan judul "Copot Kabareskrim Budi Waseso". Petisi itu ditujukan kepada Presiden Jokowi.

Ketua Umum PP Pemuda Muhammadiyah Dahnil Anzar Simanjuntak mengatakan, saat ini petisi pencopotan Buwas sudah ditandatangani 20 ribu orang lebih. Jumlah itu terbagi dari 16.338 orang yang tanda tangan langsung dan sisanya ada di website change.org.

"Insya Allah petisi yang sudah mencapai 20 ribu akan segera kami kirim langsung ke Istana Negara sebagai bentuk sikap Koalisi Reformasi untuk Polri," kata Dahnil di Gedung PP Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Rabu 22 Juli 2015.

Lagi-lagi Buwas menanggapi dengan santai munculnya petisi tersebut. Dia tidak mempermasalahkan banyaknya dukungan yang menginginkan dirinya lengser dari jabatan sebagai Kabareskrim.

"Slow saja. Kan begini, saya tugas jalankan amanah, perintah undang-undang dan perintah negara. Jadi kalau saya sudah selesai sebagai tanggung jawab saya sebagai perintah negara, ya sudah," kata Budi di Mabes Polri, Jakarta, Rabu 22 Juli 2015.

Selain itu, Buwas juga meminta kepada pihak pendukung maupun penolak dirinya sebagai Kabareskrim agar mengungkapkan alasan yang jelas.

"Kalau bagus apanya yang bagus, kan gitu. Semua itu yang saya kerjakan ada dasar hukumnya dan tidak ada tekanan. Ya kan, tapi lihat saja lebih banyak mana yang bicara tentang saya secara positif atau negatif. Yang positif harus dikatakan dan dibuktikan secara fakta. Yang negatif juga harus ada faktanya," tegas dia di Jakarta, Kamis 23 Juli 2015 malam.

Belakangan, sederet kasus tengah ditangani Bareskrim Polri. Dari mulai kasus dugaan korupsi pengadaan UPS DKI, kelangkaan daging, hingga dwelling time di pelabuhan yang menyeret pejabat di Kementerian Perdagangan dan terakhir penggeledahan di kantor Dirut Pelindo II RJ Lino. (Rmn/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.