Sukses

Saksi Ahli Multitafsir, Penyelidikan Kartel Daging Sapi Tersendat

Menurut Ditreskrimsus Polda Metro Jaya, keterangan saksi ahli kepada polisi terhadap UU Perdagangan dan UU Pangan masih multitafsir.

Liputan6.com, Jakarta - Kasubdit Indag Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Ditreskrimsus) Polda Metro Jaya AKBP Agung Marlianto mengatakan, proses hukum atas kasus kelangkaan daging sapi sebulan lalu masih dalam tahan penyelidikan.

Meskipun ada kecenderungan para pemilik feedloter atau tempat penggemukan sapi sengaja menahan distribusi daging dan memainkan harga daging saat itu, keterangan saksi ahli kepada polisi terhadap Undang-undang Perdagangan dan UU Pangan masih multitafsir.

"Kita masih dalam penyelidikan untuk menyamakan persepsi para saksi ahli. UU Pangan dan Perdagangan masih dimaknai multipersepsi," ucap Agung di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (31/8/2015).

Agung menjelaskan sebagian saksi ahli mengatakan seseorang dapat terseret menjadi tersangka spekulan daging, saat masyarakat merasakan kerugian dari dampak perbuatannya. Sementara saksi ahli lainnya berpegang pada Peraturan Presiden Nomor 71 bahwa kategori penimbunan adalah jika pengusaha menahan pasokan selama 3 bulan.

"Empat hari enggak ada daging itu sudah (menimbulkan) keresahan karena konsumsi daging masyarakat besar. Kalau menimbulkan keguncangan, itu sudah bisa disebut penimbunan. Tapi kami (kepolisian) belum menetapkan tersangkanya, karena masih multitafsir. Perpres Nomor 71 mengatakan penimbunan atau penyimpanan harus 3 bulan," jelas Agung.

Gandeng Instansi Terkait

Kepolisian Polda Metro Jaya sebelumnya mengumumkan kerja sama investigasi antara pihaknya dengan Pemprov DKI dan KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha) dalam mengungkap sindikat kartel daging sapi.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Mujiyono juga mengatakan kepolisian hari ini memeriksa 11 saksi dari 7 perusahaan feedloter yaitu pemilik feedloter, manajer akunting dan manajer operasional perusahaan.

Selain itu ada dua saksi ahli yang turut dimintai pendapatnya oleh penyidik. Jika para importir terbukti melakukan pelanggaran atas distribusi daging sapi, maka mereka akan diberi efek jera dengan dikenakan pasal pelanggaran undang-undang.

Direktur Penindakan KPPU Gopprera Panggabean pun mengakui keberadaan kartel daging sapi sudah tercium pihaknya sejak 2013. Ia pun meyakini ada 'permainan' sekelompok pengusaha daging sapi di balik kelangkaan dan lonjakan harga daging.

Gopprera menegaskan pemerintah dengan tegas mengatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 bahwa para pelaku usaha dilarang membuat perjanjian dengan pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga guna mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat.

Jika terbukti melanggar, maka pelaku usaha dalam hal ini para importir daging sapi akan diberi sanksi denda sebesar Rp 1 miliar hingga Rp 25 miliar. Salah satu dari importir sudah mengakui terjadi kesepakatan terkait harga sapi dalam asosiasi. (Ans/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.