Sukses

Fahri PKS: Jokowi Tak Bisa Istimewakan Kepala Daerah Depan Hukum

Menurut dia, Presiden tidak perlu memberikan jaminan kepada pejabat bebas dari sangsi hukum.

Liputan6.com, Jakarta - DPR menyatakan Presiden Joko Widodo atau Jokowi tidak bisa mengistimewakan kepala derah di hadapan hukum. Hal itu menyusul rencana Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok akan mengatur aparat penegak hukum, untuk tidak mudah mempidanakan kebijakan yang diambil oleh pejabat negara dan pejabat daerah. Dengan tujuan agar program-program pembangunan tidak terhambat yang akan dituangkan dalam Surat Edaran (SE).

Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengatakan, Presiden Jokowi perlu melakukan kajian mendalam dari ketakutan kepala daerah tersebut.

"Dalam UU semua warga negara bersamaan kedudukannya di hadapan hukum dan pemerintah, wajib menjunjung tinggi hukum tanpa terkecuali. Jadi, tidak ada diskriminasi dalam pelaksanaan hukum," kata Fahri di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 27 Agustus 2015.

Menurut dia, Presiden tidak perlu memberikan jaminan kepada pejabat bebas dari sanksi hukum. Sebab, peraturan harus diletakan dalam kerangka membangun sistem hukum yang kuat dan memberikan kepastian hukum serta keadilan.

"Jadi tidak ada obat terikat, misalnya Presiden ingin menjadi orang tidak dipidana. Tidak ada cerita itu, karena ketika di judicial review pasti keputusan itu akan ditolak MA," jelas Fahri.

Sebaiknya, kata Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini, sumber ketidakpastian ini harus dilacak terlebih dahulu sebelum memberikan jaminan dalam bentuk apapun.

Sebab, papar dia, sumber ketidakpastian ini terdiri dari dua poin. Pertama, ada fakta sebagian regulasi di Indonesia, terutama antikorupsi tumpang tindih dan bisa dikatakan pasal karet. Kedua, ada problem institusi yang dapat memberikan kepastian antara institusi penegak hukum berkelahi satu sama lainnya.

"Sebab itu, ketakutan orang di daerah hukum tidak bisa menjadi pegangan," tegas Fahri.

Adapun Ketua DPR Setya Novanto tidak ingin memandang sikap ini sebagai intervensi terhadap hukum. Dia menilai langkah yang diambil Presiden ini adalah untuk memperbaiki penyerapan anggaran di daerah-daerah.

"Presiden ingin penyerapan anggaran berhasil baik. Kita ingin negara berkembang. Presiden ingin semua kebijakannya bergandengan agar bisa kondusif," singkat Novanto.

Di tempat yang sama, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD meminta masalah ini tidak perlu diperbedatkan. Sebab, tidak ada upaya kriminalisasi dari para aparat penegak hukum.

"Kebijakan itu tak ada kriminalisasi, sejak dulu dalam masa hukum sudah boleh. Tetapi sejauh kebijakan itu murni kebijakan, itu tidak apa-apa, lakukan saja," kata Mahfud.

Menurut Mahfud, sudah menjadi tugas pemerintah pusat maupun daerah menjalankan suatu kebijakan agar pembangunan dapat berjalan dengan baik. (Sun/Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini