Sukses

Ahok: Warga Kampung Pulo Mau Pulang Kampung, Saya Kasih Rp 5 Juta

Ahok mengungkapkan, ide memberikan uang kepada warga muncul dari Jokowi saat masih menjadi gubernur.

Liputan6.com, Jakarta - Penolakan warga Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur sebenarnya mirip dengan penggusuran permukiman kumuh di bantaran Waduk Pluit. Kala itu warga mendapat Rp 5 juta bagi yang ingin pulang kampung.

Hal serupa juga ditawarkan kepada warga Kampung Pulo. Gubernur Ahok akan memberikan uang Rp 5 juta kepada warga yang memilih pulang kampung dibanding menempati rumah susun.

"Kalau mereka minta mau pulang kampung enggak usah rusun, saya kasih Rp 5 juta satu orang. Karena rusun lebih mahal. Saya bangunnya Rp 200 juta-Rp 500 juta kok. Gua kasih Rp 5 juta. Enggak usah kasih KTP lagi. Kasih saya namanya," ucap gubernur bernama lengkap Basuki Tjahaja Purnama di Balaikota, Jakarta Pusat, Kamis 20 Agustus 2015.

Massa menyerang Petugas kepolisian dan Satpol PP saat penggusuran Kampung Pulo, Jakarta, Kamis (20/8/2015). Penggusuran pemukiman Kampung Pulo dilakukan oleh 2.200 personel gabungan untuk normalisasi Sungai Ciliwung. (Liputan6.com/Herman Zakharia)

Ahok mengungkapkan, ide memberikan uang kepada warga muncul dari Joko Widodo saat masih menjadi gubernur. Hal ini juga pernah ditawarkan kepada warga Kampung Pulo, tapi tidak direspons.

"Pakai duit pribadi. Gua kasih. Mereka mau pulang kampung nih sewa truk saya kasih aja deh," sambung Ahok.

Bagi Ahok, tawaran itu cukup adil baik bagi warga maupun untuk pemerintah. Dia pun tidak keberatan menggunakan uang pribadi untuk warga.

"Enggak jadi KTP DKI ya, ngurangin orang di DKI bagus. Pulang kampung sana. Saya mah fair-fair aja, saya kasih KTP suruh ngumpulin KTP. Saya mah santai aja kok," tutup Ahok.   

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Curhatan Warga

Pemprov DKI Jakarta bersikukuh menggusur permukiman padat penduduk di Kampung Pulo, Jatinegara, Jakarta Timur. Penggusuran terjadi lantaran permukiman tersebut dinilai berdiri di atas lahan milik pemerintah. Selain itu juga mengganggu fungsi sungai karena berdiri di bantaran Kali Ciliwung.

Sebagai kompensasinya, warga Kampung Pulo direlokasi ke Rumah Susun Sewa (Rusunawa) di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur, yang lokasinya hanya sekitar 300 meter dari tempat tinggal mereka sebelumnya.

Pemprov DKI merelokasi warga Kampung Pulo ke rumah susun sewa (Rusunawa) di Jalan Jatinegara Barat, Jakarta Timur.

Namun tak semua warga merasa puas atas solusi yang diberikan Pemprov DKI itu. Mereka merasa keberatan karena harus membayar Rp 300 ribu per bulan di rusun tersebut.

‎"Lebih layak mah saya pikir sama aja. Masalahnya kalau di sini kami harus bayar Rp 300 ribu per bulan. Belum air sama listrik. Kalau di sana kan rumah kita sendiri.‎ Cuma mikirin bayar listrik doang," ujar Subur salah satu warga Kampung Pulo saat ditemui di Rusun Jatinegara, Jakarta Timur, Kamis malam 20 Agustus 2015.

Apalagi di tempat sebelumnya, Subur (41) dan istrinya, Rina (38) memiliki usaha warung makan. Setiap hari paling tidak ‎pasutri tersebut mengantungi uang Rp 300 ribu dari hasil jualannya itu.

"Kalau di sini kan enggak bisa jualan. Katanya nanti ada warung, tapi kan diundi siapa yang bisa jualan. Jadi peluangnya kecil. Belum lagi saya kerjanya juga serabutan," tambah dia.

Kendati begitu, bapak 4 anak ini tetap pasrah mengikuti kebijakan pemerintah. Saat ini ia dan 5 anggota keluarga lainnya sudah mulai menempati unit rusun yang ada di lantai 10. Namun sebagian besar barangnya belum dipindahkan semuanya karena rumahnya di Kampung Pulo belum digusur.

"Kami kan di RW 2. Sama LBH (Lembaga Bantuan Hukum) RW 2 masih ada proses persidangan. Jadi belum digusur. Tapi kita udah mulai buka unit rusun ini seminggu lalu. Buat antisipasi kayak tadi bentrokan, anak-anak saya tarik ke sini semua," tutur Subur.

Tuntut Ganti Rugi

Hal senada disampaikan Ketua RT 1 RW 3 Kampung Pulo, Fathullah (38). ‎Ia mengakui sebagian besar warganya masih menuntut ganti rugi dari Pemprov DKI. Apalagi warga juga keberatan karena harus membayar biaya sewa Rp 300 ribu di Rusun Jatinegara.

‎"Serba bingung ya mas. Infonya masih nggak jelas soal ganti rugi. Kalau lebih layak sih di sana (rusun). Tapi itu kalau jadi rusunami (rumah susun milik). Ini kan kita harus bayar per bulan," ujar Fathullah saat ditemui di rumahnya yang sudah dikosongkan.

20150820_Penggusuran Kampung Pulo_Jakarta1

Ia mengaku sudah tinggal sejak kecil di kawasan tersebut. Meski kerap dilanda banjir saat musim hujan tiba, Fathullah menganggap itu sudah menjadi hal biasa.

Terkait bentrok yang terjadi pagi tadi, ia mengaku sebagian warga mera‎sa kecewa karena eksekusi dilakukan lebih cepat. Padahal menurut dia, saat ini proses persidangan terkait sengketa lahan tersebut masih berjalan.

‎"Pemberitahuan memang (pembongkaran) ada dari pemerintah. Tapi kita kan masih di persidangan. Ternyata pembongkaran dipercepat, itu yang kami nggak terima," tandas dia.

Jual-Beli Rumah

Lebih jauh, Subur warga RW 2 yang telah bersedia direlokasi menceritakan proses jual-beli rumah yang ada di Kampung Pulo. Menurut dia, lahan di kawasan tersebut merupakan warisan leluhur mereka.

Namun tanah tersebut tidak memiliki sertifikat, melainkan verponding -- surat tagihan pajak atas tanah atau tanah dan bangunan dari zaman penjajahan Belanda -- yang saat ini sudah tidak diakui lagi dalam administrasi pertanahan.

"Kalau jual beli di sana (Kampung Pulo) cuma sampai tingkat RT dan RW, pakai surat dan saksi aja mereka. Enggak pakai notaris. Tapi ada juga yang sampai kelurahan. Kita punya verponding juga dari zaman Belanda," tutur Subur.

Lebih jauh ia mempertanyakan jika lahan yang telah warga Kampung Pulo huni selama bertahun-tahun merupakan tanah milik negara. Sebab, tiap tahun mereka membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).

"Kami juga bayar PBB kok. Saya tiap tahun bayar PBB Rp 12 ribu (lahan 6 x 7 meter) per tahun. Bayar via pos. Kalau tanah bayar PBB kata pengamat, saya baca di internet, itu berarti bukan tanah negara. Karena kalau tanah negara itu enggak ada bayar PBB," tandas Subur.

Karena itu, warga Kampung Pulo menuntut agar Pemprov DKI mengganti rugi penertiban bangunan di bantaran Sungai Ciliwung itu. (Ans/Ron)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini