Sukses

Divonis 4,5 Tahun, Eks Bendahara KPU Labura Sumut Tertunduk

Vonis terhadap mantan Bendahara KPU Labura, Sumut ini 2 tahun lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa.

Liputan6.com, Medan - Mantan Bendahara Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Labuhanbatu Utara (KPU Labura), Yusnidar tertunduk sedih saat menjalani sidang di Ruang Cakra VII, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Medan, Sumatera Utara, Rabu 19 Agustus 2015. Dia dijatuhi hukuman selama 4 tahun dan 6 bulan.

Dalam sidang yang digelar di Ruang Cakra VII tersebut, Yusnidar juga dibebani membayar denda sebesar Rp 200 juta dengan subsider 4 bulan kurungan. Selain itu, dia juga diwajibkan membayar uang pengganti (UP) sebesar Rp 175 juta dengan subsider 2 tahun kurungan.

Majelis hakim yang diketuai Dwi Dayanto menilai terdakwa secara sah dan meyakinkan melakukan perbuatan yang diatur dan diancam sesuai Pasal 2 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20/2001 jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Vonis tersebut lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Haikal yang dibacakan sebelumnya, yakni selama 6 tahun 6 bulan penjara serta denda sebesar Rp 250 juta dengan subsider 6 bulan kurungan. Selain itu, dia juga dibebani membayar uang pengganti sebesar Rp 175 juta dengan subsider selama 3 tahun dan 3 bulan kurungan.

"Kecewa kali aku, kecewa kali. Aku sudah mengakuinya, semua kesalahanku. Tapi kenapa jaksanya kejam kali menuntut aku tinggi kali, aku memiliki 5 orang anak yang sedang kuliah," ucap Yusnidar di Pengadilan Tipikor Medan, Sumatera Utara, Rabu 19 Agustus 2015.

Ia pun mengaku uang kerugian negara tersebut sudah tidaklah sebesar Rp 175 juta, tapi sebesar Rp 64 juta. Pemotongan itu pun sudah diketahui oleh komisioner.

"Cuma Rp 64 jutanya uang itu, tapi kenapa ditambah-tambahi jadi Rp 175 juta. Aku enggak terima, masak dituntut dengan tinggi, sementara korupsi yang miliaran cuma 2 atau 3 tahun," tukas Yusnidar.

Menurut penasihat hukum terdakwa, Mahyuzar Nasution, pemotongan uang tersebut sudah dirapatkan seluruh komisioner. Kemungkinan juga ketua PPK mengetahui, sehingga ada kesepakatan pemotongan setiap kuitansi.

Dakwaan Jaksa

Dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari Kejaksaan Negeri Rantauprapat, Haykal menyebutkan, KPU Labuhanbatu Utara mendapat anggaran dana hibah sebesar Rp 7 miliar untuk pelaksanaan pemilihan gubernur tahun 2013 di wilayah tersebut.

Dana itu untuk pelaksanaan pemilihan gubernur 2 putaran. Dari jumlah itu diketahui dana dari Kabupaten Labura bersisa Rp 518 juta. Dari jumlah itu, terdakwa diduga melakukan penyimpangan sebesar Rp 257 juta dengan tidak membayarkan honor PPK dan PPS di 8 kecamatan di Labura.

Dalam sidang tersebut, jaksa juga menghadirkan saksi dari Sekretaris KPU Sumut Abdul Razak, Bendahara KPU Sumut Zulham, Ketua KPU Labura Harun, dan komisioner KPU Labura, Habibullah.

Saat memberikan keterangan, Abdul Razak menyatakan, penyimpangan yang dilakukan terdakwa diketahui saat sekretaris KPU Labura dan beberapa komisionernya menghubungi Abdul.

Tilap Honor

"Saya dikabari jika honor Panitia Pemilih Kecamatan (PPK) dan Panitia Pemungutan Suara (PPS) di Labura tidak dibayarkan terdakwa," katanya.

Mengetahui penyimpangan tersebut, KPU Provinsi memanggil terdakwa dan komisioner KPU Labura lainnya. KPU juga langsung menang menggelar rapat pleno. Hanya saja untuk jumlah uang yang tidak dibayarkan, dirinya tidak mengingat lagi.

Hal yang sama juga diungkapkan Zulham. Menurut Bendahara KPU Sumut itu, pihaknya sudah menyalurkan anggaran pemilihan gubernur itu kepada terdakwa.

"Cairnya secara bertahap. Setiap kabupaten kota juga mendapatkan anggaran berbeda-beda. Pencairannya juga langsung saya kirim ke KPU kabupaten/kota, dan Rp 518 juta merupakan sisa dari seluruh anggaran yang digunakan," jelas Zulham.

Sementara itu mantan Ketua KPU Labura, Harun mengatakan bahwa di sana terdapat 8 kecamatan dengan desa berjumlah sekitar 90. Menurut dia, hanya sebagian saja PPK dan PPS yang honornya belum dibayarkan. Dia mengetahui adanya permasalahan setelah adanya laporan dari PPK dan PPS yang mengaku honornya belum dibayarkan.

"Saat itu ada keterlambatan pembayaran kepada PPK dan PPS, kemudian di rapat pleno, yang dibuat KPU Sumut, meminta agar sekretaris dan bendahara KPU Labura menyelesaikannya," sebutnya.

Menurut Harun, saat itu terdakwa mengakui menggunakan uang tersebut untuk kepentingan pribadi dan menyatakan akan mengembalikan segera. Namun hingga kasusnya dibawa ke ranah hukum, uang tersebut belum dikembalikan terdakwa.

Dalam keterangan saksi tersebut, terdakwa yang mengenakan jilbab hitam dengan kemeja putih dan celana panjang hitam ini membenarkan keterangan saksi. "Benar pak," ungkap dia sembari tertunduk. (Ans/Nda)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.