Sukses

Kisah Ony Pencatut Nama Jenderal-Jenderal Polisi

Menurut pihak Polda Metro Jaya, polisi profesional tak mungkin menjadi korban 'jenderal' Ony.

Liputan6.com, Jakarta - Ony Suryanto mengaku belajar cara menipu dari rekannya yang berprofesi sebagai polisi juga. Dari situlah Ony mengetahui istilah-istilah dalam korps seragam cokelat dan memahami birokrasi di dalamnya.

Pria berusia 31 tahun ini pun mengatakan alasannya berani mengatasnamakan pimpinan Polri untuk modus kejahatan. Sebab ia tahu adanya praktik 'setor' uang kepada atasan.

Namun Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Mohammad Iqbal mematahkan pernyataan Ony tersebut.

"Enggak mungkin pimpinan minta duit. Dia bilang belajar dari polisi, polisi mana? Dia kan dibantu sipir. Bantuannya sejauh apa itu sedang kita dalami. Siapa pun yang membantu akan kita proses secara hukum," tegas Iqbal di Mapolda Metro Jaya, Jakarta, Selasa (18/8/2015).

Iqbal menjelaskan biaya operasional kepolisian sudah dianggarkan sesuai kebutuhan masing-masing satuan. Dan selalu dapat dipertanggungjawabkan tiap tutup tahun anggaran. Ia pun mengatakan jika masih ada yang tertipu dengan kata-kata Ony berarti profesionalismenya sebagai polisi belum benar-benar matang.

"Dana kami (Polri) setiap awal tahun selalu sudah diatur dalam anggaran, dan berlaku sampai akhir tahun. Kalau tipikal meminta uang itu pasti penipu. Kalau polisinya sudah profesional tinggal bilang saja 'Siap Pak saya enggak punya duit'," tandas Iqbal.

Spesialis Menipu Polisi

Ony Suryanto layak menyandang predikat spesialis penipu polisi. Pria ini pernah diringkus personel Resmob Polda Metro Jaya pada Agustus 2014, sehingga mendekam di sel Rumah Tahanan Salemba, Jakarta Pusat.

Kasus yang menjerat Ony adalah penipuan dengan modus mengaku sebagai Jenderal Badrodin Haiti yang pada saat itu masih menjabat sebagai wakapolri. Dengan mengaku sebagai Badrodin, Ony berhasil menggasak uang korbannya yang merupakan seorang perwira menengah di Polda Yogyakarta senilai Rp 15 juta.

Seakan hukuman hampir satu tahun penjara tak cukup, ia kembali berulah. Dengan bantuan oknum sipir Lapas Kelas II A Rutan Salemba, ia melancarkan aksinya dari balik jeruji besi.

Lagi-lagi, Ony mengaku sebagai perwira tinggi Polri seperti Wakapolri Komjem Pol Budi Gunawan, Kepala Divisi Propam Mabes Polri Brigjen Pol Raden Budi Winarso dan Sekretaris Dewan Ketahanan Nasional Letjen TNI Waris.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Krishna pun pernah jadi targetnya. "Dia (Ony) pernah telepon saya, minta nomor salah satu kapolsek di Jakarta. Ngakunya sebagai Dir Intel Polda Jateng. Nah nanti dia telepon kapolsek seolah-olah telepon itu dari saya dan minta uang untuk biaya operasional dan lain-lain," jelas Krishna, Senin 17 Agustus 2015.

Pakai Nomor 'Cantik'

Krishna pun mengakui keulungan Ony sebagai penipu. Sebab, gaya bahasa serta aksen Ony sangat meyakinkan bahwa dirinya adalah pejabat Polri. Untuk meyakinkan korbannya, Ony juga sengaja mencari nomor 'cantik' yang empat angka terakhirnya mirip dengan nomor ponsel pejabat yang akan dia pakai namanya.

"Misalnya nomor belakang saya 9191, dia nanti akan pakai nomer yang belakangnya sama. Jadi yang tidak awas, tidak akan sadar itu nomor beda dengan punya saya," terang Krishna.

Ulah itulah yang membuatnya kembali berurusan dengan aparat Kepolisian Daerah Metro Jaya. Kanit V Subdit Resmob Polda Metro Jaya Kompol Handik Suzein mengatakan ada dua laporan yang diterima pihaknya terkait tindak penipuan yang dilakukan Ony. Kepada Handik, kedua korban mengaku telah mentransfer uang yang jika ditotal senilai Rp 11 juta.

Ony dinyatakan bebas dari Lapas Salemba atas masa hukumannya menipu sebagai Badrodin Haiti pada 17 Agustus kemarin. Belum sempat menghirup udara bebas, polisi kembali menangkap Ony dan menjadikannya tahanan rutan Polda Metro Jaya dengan kasus yang serupa.

Ony 'bernyanyi' uang hasil penipuannya digunakan untuk membayar utang kepada pengedar sabu. Polisi kini menjerat Ony dengan pasal berlapis, yaitu 378 KUHP dan Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun. (Ans/Dan)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.