Sukses

Target Pertumbuhan Ekonomi RI 'Dibayangi' El Nino

Pada kuartal terakhir nanti pertumbuhan ekonomi nasional bakal menghadapi tantangan baru: faktor alam.

Liputan6.com, Jakarta Perekonomian Indonesia bakal mendapat tantangan yang lebih hebat pada kuartal IV 2015 nanti. Jika sampai tengah tahun ini pelemahan pertumbuhan ekonomi nasional lebih disebabkan karena pengaruh eksternal atau dari luar negeri, maka pada kuartal terakhir nanti pertumbuhan ekonomi nasional bakal menghadapi tantangan baru yaitu faktor alam. 

Adalah El Nino. Tak seindah namanya, penyimpangan kondisi alam ini ternyata memberikan dampak buruk kepada Indonesia. Kekeringan akan melanda sebagian besar lumbung pangan nasional.

Menteri Pertanian (Mentan), Amran Sulaiman mengungkapkan, dampak kekeringan akan melanda beberapa daerah, termasuk di Jawa. Dia menyebut paling parah dari imbas kekeringan yakni penurunan produksi padi bakal terasa di 3 wilayah. "Paling parah di Indramayu, Bojonegoro, dan Demak,” ucap Amran.

Dari data Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), El Nino diperkirakan akan terjadi sepanjang Agustus sampai Desember 2015 dan berpotensi mengganggu musim panen yang akan berlangsung pada September-Oktober ini. dampak kekeringan terparah akan melanda Pulau Jawa.

El Nino berdampak pada penurunan produksi padi (Reuters)

Kekeringan tersebut akan membuat produksi pangan nasional menurun. Penurunan tersebut tentu saja akan menbuat harga naik melambung karena pasokan tidak akan sebesar permintaan. Naiknya harga tersebut akan berdampak besar kepada angka inflasi dan kemudian akan menyerempet kepada target pertumbuhan ekonomi nasional.

 Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro membeberkan, pemerintah tengah berjuang mendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia supaya mencapai 5,3 persen demi mengejar target 5,2 persen tahun ini.

 "El Nino berpengaruh besar terhadap inflasi, sementara pertumbuhan ekonomi Indonesia bergantung dari konsumsi. Konsumsi kuncinya ada di daya beli dengan salah satu indikator inflasi dan inflasi ditentukan pangan yang bergejolak," tegas dia.

Salah satu komoditas pangan yang rentan terhadap gejolak harga, kata Bambang adalah beras. Sambungnya, tanaman padi sangat mengandalkan kebutuhan air banyak. Namun produksi padi terancam merosot apabila terjadi kekeringan.

 "Produksi beras turun bisa menyebabkan harga tinggi jika tidak bisa di-manage dengan baik. Sehingga mengerek inflasi. Jadi intinya kita harus mewaspadai El Nino," jelasnya.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Padi Puso

Beberapa daerah telah menyatakan bahwa daerahnya sudah darurat kekeringan. Banten salah satunya. Wilayah yang dipimpin oleh oleh Rano Karno tersebut telah mengumumkan bahwa 200 hektare sawah gagal panen (puso) dan 8.800 hektare sawah lainnya terancam puso akibat kekurangan air.

 "Saat ini ada 4 wilayah yang terkena puso, yaitu Kabupaten Serang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Tangerang," kata kepala Dinas Pertanian dan Peternakan (Distanak) Provinsi Banten, Eneng Nurcahyati.

Rano Karno menambahkan, Banten sudah dalam posisi darurat kekeringan. Bencana kekeringan menimpa 61 kecamatan dari 155 kecamatan yang ada di 8 kabupaten dan kota di Provinsi Banten. Bahkan, para petani di Kota Serang beralih profesi menjadi pembuat batu bata agar dapur mereka tetap ngebul. 

Di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, pun hampir sama. Kekeringan membuat petani menunda menanam padi dan beralih ke palawija dan tembakau. Para petani khawatir bila memaksakan diri menanam padi justru akan gagal panen karena kekurangan air.

Pengelolaan kolam ikan pun juga tak bisa berjalan dengan baik. Ribuan benih ikan yang ditebar menjadi mati. Para petani ikan di Sleman mengaku dirugikan hingga jutaan rupiah, karena bisa dipastikan mereka akan gagal panen.

 Untuk mengantisipasi kerugian lebih besar, Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan atau PPK Sleman meminta para petani ikan untuk mengganti jenis ikan yang ditebar di kolam. Mereka diminta tidak lagi menebar benih ikan nila dan gurame yang memerlukan banyak air, namun menggantinya dengan jenis ikan lele yang tidak membutuhkan banyak air.

Oktober Paling Parah

 El Nino adalah salah satu bentuk penyimpangan iklim yang terjadi di Samudra Pasifik. Penyimpangan itu mengakibatkan perubahan pola angin serta curah hujan. Suhu permukaan laut di daerah khatulistiwa pun naik yang membawa dampak udara kering dan panas.

 Sejak tahun 1950, setidaknya sudah terjadi 22 kali El Nino di dunia. Dampak El Nino paling terparah terjadi pada 1983 dan 1998. Saat itu El Nino membuat sebagian belahan bumi kekeringan panjang dan sebagian yang lain justru mengalami musim hujan yang panjang.

 Dampak El Nino membuat sebagian wilayah Asia seperti Indonesia dan sebagian wilayah Australia akan mengalami kemarau panjang. Sedangkan sebaliknya, Benua Amerika terutama bagian utara mengalami musim hujan cukup panjang.

Untuk wilayah Indonesia, fenomena El Nino menyebabkan curah hujan di sebagian wilayah Tanah Air berkurang. Menurut BMKG, hujan itu sebenarnya sudah datang pada September-Oktober tapi karena adanya fenomena El Nino akan mundur bulan November. Ini artinya musim kemarau akan semakin panjang.

 Namun pemerintah sepertinya bisa sedikit bernafas lega. Pasalnya, dampak dari El Nino tahun ini tidak separah dengan kondisi 1998. Sekretaris Jenderal Kementerian Pertanian, Hari Priyono menjelaskan, Indonesia pernah mengalami pengalaman El Nino terburuk pada 1997 dengan dampak lebih besar dari kekeringan tahun ini.

El Nino mempengaruhi produksi padi (Reuters)

 

"Pengalaman El Nino terburuk 1997, saat itu yang terkena dampak kekeringan ada 230 ribu lebih ha lahan dari total lahan tanam 14 juta ha. Lahan pertanian yang gagal panen di 1997 seluas lebih dari 28 ribu ha," ujarnya.

Dia mencatat, kekeringan tahun ini hanya menimpa 111 ribu hektare (ha) lahan pertanian dengan dampak gagal panen (puso) 8.900 ha. Angka itu dari total target tanam sawah yang mencapai 14,3 juta ha.

 "Yang terkena kekeringan 111 ribu ha dan puso 8.900 ha. Jumlah ini relatif kecil dari 14,3 juta ha target tanam. Kekeringan terparah terjadi di Jawa Barat, Jawa Tengah, Banten, Jawa Timur, NTB dan Sulawesi Selatan," ucap dia.

 Imbas tersebut menyusutkan produksi padi petani. Hari memperkirakan penurunan produksi padi akibat el nino tidak signifikan, yakni sekitar 75,2 juta ton. Sementara dari angka ramalan I, ditargetkan produksi padi meningkat 6 persen menjadi 75,5 juta ton.

 "Jadi cuma berubah ekornya (koma) saja. Kita bisa menyelamatkan 90 persen lahan itu. Penurunan enggak signifikan karena kita sudah antisipasi dengan pompanisasi, pemberian traktor sampai investasi embung triliunan rupiah," terangnya.

Senada, Deputi Bidang Statistik Produksi BPS, Adi Lumaksono mengatakan catatan El Nino terburuk disampaikan Badan Metereologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG). "BMKG memberitahu El Nino terburuk 1997-1998, dampak paling besar. Mudah-mudahan enggak separah itu," ujarnya.

 Paling penting, kata Adi, pemerintah tidak hanya mengandalkan impor tapi juga distribusi manajemen barang. "Kalau barang tidak didistribusi dengan baik, khususnya Jawa Timur, Jawa Barat dan Jawa Tengah yang menjadi lumbung padi, maka sulit juga," tukas dia.

3 dari 3 halaman

Antisipasi Pemerintah

Amran mengklaim, kementeriannya telah mengantisipasi kehadiran El Nino atau kenaikan suhu muka laut lebih awal sejak Januari 2015 lalu. Antisipasi dilakukan dengan membangun irigasi hingga 1,3 juta hektare dan juga menyediakan pompa kurang lebih 21 ribu unit.

 "Yang kita antisipasi adalah September-Oktober. Tetapi kita sudah melakukan langkah-langkah antisipasi, seperti pompanisasi, embung, dam parit, dan sumur dangkal," ujar Amran.

"Pompa-pompa juga sudah diserahkan kepada petani," imbuh dia.

Amran meyakinkan, stok pangan hingga beberapa bulan ke depan masih aman. Saat ini stok pangan Indonesia 1,5 juta ton. "Stok tersebut dianggap aman sehingga tidak perlu impor, karena impor adalah pilihan paling terakhir," tutur Amran.

Selain itu, pemerintah telah menganggarkan dana cadangan pangan hingga Rp 3,5 triliun yang sewaktu-waktu bisa dicairkan untuk masa-masa krisis pangan.

Pelaksana Tugas Badan Kebijakan Fiskal (Plt BKF) Kementerian Keuangan, Suahasil Nazara mengungkapkan, saat ini sudah terjadi musim kering atau hari tanpa hujan. Dan kekeringan akan berlanjut sampai Oktober mendatang.

 "Sekarang sudah mulai hari tanpa hujan, tapi mungkin musim kering paling cepat sampai September atau Oktober ini," kata dia.

 Pemerintah telah mengalokasikan anggaran Rp 3,5 triliun dalam APBN-P 2015. Dia merinci, cadangan beras pemerintah sebesar Rp 1,5 triliun dan anggaran cadangan pangan Rp 2 triliun.

El Nino berdampak pada penurunan produksi padi (Reuters)

 "Itu semua bisa dipakai kalau terjadi krisis (pangan) atau situasi-situasi kritis. Jadi pemerintah sudah punya lho anggaran kalau ada kekurangan," tegasnya.

 Dia menambahkan, anggaran cadangan beras pemerintah sudah siap dijalankan Perum Bulog. Sementara anggaran cadangan pangan dicairkan bila terjadi gagal panen (puso). (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini