Sukses

Ini Profesi yang Kerap Dimanfaatkan Pelaku Pencucian Uang

Profesi-profesi itu rentan memanfaatkan ketentuan kerahasiaan yang diberikan berdasarkan aturan.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Muhammad Yusuf mengatakan, hasil riset tipologi dan kasus-kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU), ada sejumlah profesi yang rentan dimanfaatkan pelaku. Hasil riset itu menunjukkan gatekeeper atau profesi tertentu dimanfaatkan pelaku pencucian uang untuk mengaburkan asal-usul uang atau dana yang berasal dari tindak pidana.

"Berdasarkan hasil riset PPATK, profesi seperti advokat, notaris, pejabat pembuat akta tanah (PPAT), akuntan, akuntan publik, dan perencana keuangan rentan dimanfaatkan pelaku pencucian uang untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang merupakan hasil tindak pidana," ucap Yusuf dalam pidato pembukaan diskusi 'Diseminasi Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2015 tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang', di Gedung PPATK‎, Jakarta, Kamis (6/8/2015).

Yusuf menerangkan, profesi-profesi itu rentan memanfaatkan ketentuan kerahasiaan yang diberikan berdasarkan aturan. Misalnya, kerahasiaan antara profesi tertentu dan klien sebagai alat dalam skema pencucian uang.

Profesi-profesi itu, lanjut Yusuf, dapat menggunakan aturan atau hak istimewa tersebut untuk melewati aturan pengungkapan atau pelaporan para berbagai lembaga keuangan. Termasuk ketentuan‎ know your customer (KYC).

"Hal ini memungkinkan gatekeeper terlibat dalam berbagai kegiatan atas nama klien mereka secara anonim. Termasuk mendirikan perusahaan fiktif, membeli properti, membuka rekening bank, dan mentransfer aset atas nama klien mereka dengan pihak terkait atau perantara," ucap Yusuf.

Ilustrasi Pencucian Uang (Liputan6.com/Andri Wiranuari)

Jadi Kepanjangan Tangan Penegak Hukum

‎Yusuf menambahkan, pada dasarnya gatekeeper dapat menjadi kepanjangan tangan aparat penegak hukum. Dia yakin, dengan diberikan 'kewenangan' kepada gatekeeper untuk menyampaikan laporan transaksi keuangan mencurigakan ke PPATK, maka akan memberikan peringatan bagi aparat penegak hukum atas dugaan terjadinya suatu tindak pidana.

Kewenangan menyampaikan laporan transaksi keuangan yang mencurigakan dan penerapan KYC tersebut, tambah Yusuf, diberikan berdasarkan UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, serta Peraturan Pemerintah Nomor 43 tahun 2015 ‎tentang Pihak Pelapor Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang‎.

"Peraturan perundang-undangan itu memberikan kewenangan sebagaimana telah dikemukakan melalui penerapan profesi tertentu sebagai pihak pelapor," ucap Yusuf.

Ilustrasi Rupiah (Liputan6.com/Johan Fatzry)

Profesi Baru

Perwakilan dari Kementerian Hukum dan HAM ‎Cahyani Suryandari mengungkapkan, ada satu hal yang perlu diperhatikan dalam penerapan PP Nomor 43 tahun 2015. Yakni terbuka kemungkinan muncul profesi‎ baru yang bisa menangani transaksi besar namun mencurigakan.

"Kalau kita membuat rincian, tidak tertutup kemungkinan akan muncul profesi baru yang menangani transaksi yang besar. Di UU dan PP 43 itu tidak tercantum. Ini yang perlu dipikirkan, apakah perlu mengubah PP lagi," ucap dia.

Ketua Umum Peradi Fauzi Yusuf Hasibuan menambahkan, dalam melaksanakan PP 43 tahun 2015 ini yang diperlukan adalah kesadaran hati nurani. Sebanyak apa pun peraturan dibuat, kalau tidak ada kesadaran hati nuraninya, maka peraturan tetap tidak akan beres.

"Rahasia jabatan itu, bagi saya, hak dan kewajiban dalam konteks itu. Pandangan saya, pasal membuka rahasia jabatan itu adalah hak," kata Fauzi. (Mvi/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini