Sukses

Populi: Perppu Calon Tunggal Pilkada Belum Perlu Diterbitkan

Daerah-daerah yang hanya ada calon tunggal, maka pilkadanya ditunda hingga pilkada 2017.

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah mempunyai sejumlah opsi untuk menyikapi adanya bakal calon tunggal di sejumlah daerah pada pilkada serentak 2015 ini. Salah satunya, dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) yang mengatur mekanisme pilkada dengan calon tunggal.

Peneliti senior Populi Center Nico Harjanto menilai, penerbitan Perppu Pilkada saat ini belum perlu dilakukan. Menurutnya, pemerintah harus memanfaatkan semaksimal mungkin waktu tambahan 3 hari yang diberikan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk pendaftaran calon kepala daerah.

"Saya kira (Perppu) belum perlu. ‎Pemerintah harus memberikan treatment khusus kepada 13 daerah itu," ujar Nico dalam diskusi bertajuk 'Siap atau Tidak Pilkada Tetap Serentak' di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (1/8/2015).

Nico melihat, Pemerintah juga harus aktif melakukan komunikasi kepada para partai politik. Tujuannya, agar parpol-parpol itu mencalonkan kader-kadernya.

Parpol, kata dia, mempunyai tanggung jawab besar dalam menyukseskan pilkada seren‎tak yang dimulai akhir 2015 ini. Parpol harus bisa menampung aspirasi masyarakat dalam menentukan kepala daerahnya. Jika parpol tidak mengajukan calon, itu sama saja dengan menciderai hak demokrasi rakyat.

"Makanya, masyarakat berhak menagih kepada parpol-parpol itu," tandas Nico.

3 Kelemahan Plt

Daerah-daerah yang hanya mempunyai ‎satu pasang bakal calon, maka pilkada di tempat itu berpotensi ditunda hingga pilkada serentak 2017. Hal itu berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU) yang menyebutkan‎, jika tidak ada calon lain, pilkada di daerah dengan calon tunggal akan ditunda hingga pilkada serantak berikutnya.

Dengan adanya penundaan selama 2 tahun itu, ‎maka daerah tersebut akan dipimpin oleh pelaksana tugas (Plt) bupati atau walikota. Nico mengungkapkan, ada 3 kelemahan jika suatu daerah dipimpin Plt.

Pertama, hak politik masyarakat untuk menentukan kepala daerah yang ‎tidak terlaksana adalah suatu hal yang tidak boleh ditoleransi. Apalagi hak politik masyarakat dalam konteks pilkada sangat terbatas.

(Pilkada) hanya 5 tahun sekali," ucap Nico.

Selain itu, lanjut Nico, jabatan yang dipimpin Plt tidak akan bisa mengambil sejumlah keputusan dan kebijakan strategis. Sehingga, sistem pemerintah daerah tersebut akan sangat terganggu.

"Itu karena Plt tidak sepenuhnya memiliki kewenangan. Tidak seperti kepala daerah definitif," ucap dia.

Terakhir, Plt biasanya hanya mempunyai masa aktif selama satu tahun. Itu artinya, jika pilkada ditunda hingga 2017, maka daerah tersebut membutuhkan 2 Plt.

"Kalaupun Plt-nya sama, saya kira itu juga tidak bagus. Karena Plt yang terlalu lama itu bisa membonsai aspirasi politik masyarakat di daerah," kata Nico. (Osc/Mvi)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini