Sukses

Mendagri Setuju Eks Koruptor Jadi Calon Kepala Daerah

Menurut Tjahjo, sifat putusan MK itu final dan mengikat, sehingga harus dilaksanakan karena punya kesetaraan dengan undang-undang.

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo setuju dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atas uji materi ‎Pasal 7 huruf g Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada). Pasal itu mengatur‎ tentang pelarangan eks narapidana kasus apa pun, termasuk kasus korupsi, untuk mencalonkan diri sebagai kepala daerah.

Namun, MK memutuskan pasal itu tidak berlaku dan membolehkan eks narapidana mencalonkan diri sebagai kepala daerah. Menurut Tjahjo, sifat putusan MK itu final dan mengikat. Artinya, putusan MK harus dilaksanakan karena punya kesetaraan dengan undang-undang.

"Kan di MK sudah (diputus). Putusan MK kan sudah mengikat," ujar Tjahjo di Gedung IFC, Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (31/7/2015).

Menurut dia, seorang narapidana sudah membayar utang kesalahannya di dalam penjara. Karenanya, ketika dia sudah keluar dari jeruji besi, maka segala urusan hukumnya sudah selesai.

"Orang bersalah yang sudah ditahan, dan keluar tahanan ya dia sudah bayar utang kok. Sudah clear toh," ucap Tjahjo.

Untuk itu, soal apakah eks narapidana yang bersangkutan terpilih atau tidak dalam pilkada itu urusan masyarakat. Semua pilihan itu dikembalikan ke masyarakat yang memilih. "Soal setuju atau tidak tergantung masyarakat yang memilih," ucap Tjahjo.

>> Bertentangan dengan UUD 1945 >>

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Bertentangan dengan UUD 1945

Bertentangan dengan UUD 1945

Dengan putusan MK ini, maka bekas narapidana bisa mendaftarkan diri menjadi calon kepala daerah. Baik itu ‎mantan narapidana kasus narkoba, terorisme, maupun korupsi.

Dalam amar putusannya, MK menyatakan Pasal 7 huruf g UU Pilkada bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. MK juga menilai bahwa pasal tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, s‎epanjang tidak dimaknai dikecualikan bagi mantan terpidana yang secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa yang bersangkutan mantan terpidana.
‎
Permohonan uji materi Pasal 7 huruf g ini diajukan oleh Jumanto, warga Dusun Siyem RT 01 RW 04, Desa Sogaan, Pakuniran, Probolinggo, Jawa Timur dan Fathor Rasyid warga Kloposepuluh RT 20 RW 05, Desa Kloposepuluh, Sukodono, Sidoarjo, Jawa Timur

Bertindak selaku pengacara pemohon adalah Yusril Ihza Mahendra. Menurut pemohon, antara masyarakat biasa dan mantan narapidana haknya sama dalam pembangunan bangsa Indonesia. Mantan narapidana adalah warga negara yang telah menjalani hukuman berdasarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap, dan telah kembali ke masyarakat untuk menjadi warga yang bebas dan merdeka.

"Semua warga negara dengan itu dapat turut serta dalam kegiatan pembangunan salah satunya dengan menjadi kepala daerah (gubernur, bupati, dan walikota)," kata Jumanto dan Fathor dalam argumentasi yuridis permohonannya.

>> Tunda atau Perppu >>

3 dari 3 halaman

Tunda atau Perppu

Tunda atau Perppu

Menteri Tjahjo Kumolo pun membeberkan opsi-opsi yang dimungkinkan untuk mengantisipasi terkait tetap hanya 1 pasang calon saja dalam Pilkada serentak.

Tercatat sejauh ini masih 12 daerah yang baru 1 pasang calon mendaftar dan 1 daerah lagi tidak ada calon yang mendaftar, padahal waktu pendaftaran sudah diperpanjang oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Menurut Tjahjo, pemerintah belum membahas secara terperinci terhadap potensi tersebut. "Ini belum dibahas detail. Tapi masih ada opsi-opsi."

Pertama, kata politikus PDIP ini, jika sampai batas terakhir waktu perpanjangan pendaftaran tanggal 3 Agustus mendatang, daerah-daerah tersebut masih baru 1 pasang calon atau belum ada calon yang mendaftar, maka penyelenggaraan pilkada di daerah tersebut ditunda sampai 2017.

Hal itu sebagaimana sudah disampaikan KPU berdasarkan UU Pilkada dan Peraturan KPU (PKPU).

"Seandainya masih ada beberapa daerah yang sampai deadline 3 Agustus tidak mampu memunculkan 2 pasang calon, berarti akan diikutkan pada tahun 2017. Berarti perlu Plt (pelaksana tugas) kepala daerah sampai 2017," ucap Tjahjo.

Opsi berikutnya adalah menggunakan bumbung kosong. Maksudnya pasangan calon 'melawan' kertas suara kosong. Nantinya, akan dilihat masyarakat lebih banyak milih mana, si pasangan calon atau bumbung kosong tersebut.

"Bisa menggunakan calon kosong, bumbung kosong lah. Soal yang menang bumbung kosong atau calon itu masyarakat (yang milih). Tidak ada masalah," ujar Tjahjo.

Namun, penggunaan bumbung kosong harus melalui sebuah peraturan yang setara dengan UU Pilkada. Dalam hal ini Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu). Meski begitu,

Perppu dikeluarkan Presiden dengan pertimbangan genting dan mendesak. Di sini belum diketahui tolak ukur genting dan mendesak untuk penerbitan Perppu mengenai hanya 1 pasang calon tersebut.

"Perppu kan tidak boleh diobral. Perppu dalam keadaan genting dan memaksa. Apakah itu merupakan hal yang kegentingan atau tidak. Nanti akan dibahas setelah tanggal 3 Agustus," pungkas Mendagri Tjahjo Kumolo. (Ado/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.