Sukses

Mahfud MD: Simalakama Bila Pilkada Hanya Calon Tunggal

Mahfud menilai, jalan satu-satunya pada akhirnya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‎-Undang atau Perppu.

Liputan6.com, Jakarta - Sampai Selasa 28 Juli atau hari terakhir pendaftaran calon kepala daerah, ada 12 daerah yang hanya diikuti 1 bakal calon pasangan. Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhirnya memperpanjang masa pendaftaran bakal calon pasangan kepala daerah tersebut.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD mengatakan, permasalahan tersebut memang menjadi persoalan yang dilematis. Karena itu saat dia masih memimpin MK, diputuskan tidak boleh ada calon tunggal dalam pilkada.

"Dilematis memang. Dulu kita nyatakan tidak boleh ada calon tunggal," ujar Mahfud di Jakarta, Kamis (30/7/2015).

‎"Ini simalakama. Karena memang kan tidak mungkin aklamasi. Karena aturan itu dibuat untuk menjunjung demokrasi. Ya alternatif lainnya cuma tinggal ditunda (penyelenggaraan pilkada)," sambung dia.

Jika itu terjadi, maka setiap pemerintahan daerah akan dijabat oleh Pelaksana Tugas (Plt) kepala daerah sampai pilkada itu diselenggarakan.

"Bisa Plt. Tapi masa mau Plt terus? Jadi harus dibuat aturan untuk antisipasi masalah ini," ujar politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu.

Mahfud mengatakan, bahaya memang jika hanya ada 1 pasang calon. Apalagi, jika pasangan itu adalah incumbent atau petahana, yang tentu punya basis massa yang kuat dan uang. Maka, partai politik yang sebelumnya berseberangan bisa 'dibeli', agar tidak memunculkan calon pesaing.

Belum lagi, kata Mahfud, jika pada akhirnya ditentukan pemilihan kepala daerah lewat aklamasi atau dipilih tanpa pemilihan oleh rakyat. Akhirnya, para cukong-cukong pun 'bermain' lebih leluasa.

"‎Coba kalau Anda atur calon tunggal aklamasi, akhirnya semua dibeli cukong 'tiket-tiketnya'. (Mereka) bisa beli parpol biar tidak ada calon lain, ini persoalan moralitas juga. Tidak bisa disalahkan. Diatur bagaimana pun juga moral sudah rusak," ujar Mahfud.

Perlu Dibuat Perppu

Mahfud menilai, jalan satu-satunya pada akhirnya dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang‎-Undang atau Perppu. Sebab, hanya Perppu yang tingkatannya setara dengan peraturan perundang-undangan. Karena jika mengubah Peraturan KPU (PKPU) tidak bisa, sebab pengaturan ini hanya ada di undang-undang, yakni UU Pilkada.

"Memang akhirnya kalau situasi seperti itu perlu ada Perppu. Karena kan adanya di UU, tidak bisa diubah di Peraturan KPU. Yang sejajar dengan undang-undang adalah Perppu," ujar mantan Anggota Komisi III DPR.

Menurut Mahfud, Perppu juga punya kelebihan lain, di antaranya Perppu dibuat tidak seperti undang-undang. "Perppu itu cepat, tidak pakai naskah akadmeik dan prolegnas (program legislasi nasional)," pungkas Mahfud. (Rmn/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini