Sukses

Alasan Polisi Geledah Gedung Kemendag

Tito menjelaskan, proses bongkar muat kontainer di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura hanya memakan waktu kurang dari 2 hari.

Liputan6.com, Jakarta - Kapolda Metro Jaya Irjen Pol Tito Karnavian angkat bicara mengenai penggeledahan kantor Kementerian Perdagangan yang dilakukan anggotanya, Rabu 28 Juli 2015. Dalam penggeledahan kemarin, polisi membawa 1 kardus besar, sebuah printer, dan kantung plastik berwarna kuning dari dalam Gedung Kementerian Perdagangan (Kemendag).

Tito mengatakan, kedatangan polisi Reserse Kriminal Umum dan Kriminal Khusus ke kantor Kemendag adalah untuk mencari barang bukti terkait dugaan tindak pidana gratifikasi dan suap perizinan waktu bongkar muat kontainer atau dwelling time di Pelabuhan Tanjung Priok.

"Jadi ini berawal dari sebulan lalu, waktu Pak Presiden mengadakan sidak ke Tanjung Priok. Ternyata beliau melihat ada kontainer-kontainer banyak, bertumpuk dan ada dwelling time atau waktu untuk holding kontainer. Beliau sangat kecewa," kata Tito di Mapolda Metro Jaya usai mengadakan rapat dengan Gubenur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama, Kamis (29/7/2015).


Suasana aktifitas bongkar muat peti kemas di kawasan Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta, Selasa (2/9/2014) (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tito menjelaskan, proses bongkar muat kontainer di negara tetangga seperti Malaysia dan Singapura hanya memakan waktu kurang dari 2 hari. Sementara di Indonesia, proses tersebut terjadi hingga 5 setengah hari dan hal itu berimbas luas dan menyebabkan harga barang yang beredar di pasaran menjadi tinggi.

"Karena di Singapura (bongkar muat kontainer) cuma 1 hari, Malaysia 2 hari. Kita rata-rata 5 setengah hari. Nah ini akan berdampak pada ekonomi Indonesia dan berdampak juga pada kelangkaan barang dan lain-lain. Untuk itu beliau (Jokowi) memerintahkan untuk dilakukan apa akar masalahnya dan bagaimana memperbaikinya," ujar Tito.

Setelah mendapat titah Presiden, jelas Tito, ia membentuk tim Satgas Dwelling Time beranggotakan Kapolres Pelabuhan Tanjung Priok AKBB Hengky Haryadi, Direktur Direktorat Reserse Kriminal Umum Kombes Krishna Murti, dan Direktur Reserse Kriminal Khusus Kombes Mudjiono beserta masing-masing jajaran.

"Saya juga kemudian mengecek ke Kapolres Pelabuhan AKBP Hengky. Cek apa permasalahannya dan apa yang bisa kita bantu untuk Pemerintah? Dan apakah mungkin ada pelanggaran pidana? Kalau ada, itu domainnya polisi. Nah dari paparan Kapolres, didukung oleh Dirkrimum dan Dirkrimsus ada permasalahan sistem di sana," tutur Tito.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Sistem Perizinan Jadi Ladang Korupsi

Kapolda Tito menuturkan, proses perizinan bongkar muatan kontainer di Tanjung Priok melibatkan 18 Kementerian RI. Dan semestinya, masing-masing kementerian menempatkan staf di pelabuhan dengan sistem pelayanan satu atap untuk memudahkan perusahaan mengurus surat perizinan.

Pada kenyataannya, jelas Tito, tidak ada perwakilan masing-masing kementerian, hingga akhirnya perusahaan harus berkeliling ke tiap kantor kementerian untuk mengurus surat izin bongkar muatan.

"Ada yang namanya pre clearance yang meliputi kegiatan perizinan. Orang mau impor itu harus ada izinnya. Yang kedua adalah kegiatan clearance yang ada di Bea Cukai. Yang ketiga adalah post clearance untuk mengeluarkan barang yang sudah dinyatakan clear. Problem yang kita lihaty paling lama ada di pre clearance. Otomatis kami melihat di pre clearance ini ada apa masalahnya dengan sistemnya," terang Tito.

"Ternyata sistem satu atap itu tidak begitu berjalan, seharusya 18 instansi ada perwakilan dan juga tanpa dikenakan biaya. Cukup 1 hari (proses bongkar muatan) selesai. Tapi ini karena adanya di kantor masing-masing, tidak ada di Tanjung Priok, pengusaha jadi harus lari ke sana-ke mari," sambung dia.

Aktivitas bongkar muat peti kemas di Jakarta International Cointainer Terminal (JICT),Tanjung Priok, Jakarta, Rabu (25/3/2015). Pelindo II mencatat waktu tunggu pelayanan kapal dan barang sudah mendekati target pemerintah. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Tito menjelaskan, setelah mempelajari letak kelemahan pada sistem perizinan, Tim Satgas Dwelling Time mendapati kejanggalan antara oknum Dirjen Perdagangan Luar Negeri (Daglu) dan broker yang menjual jasa perizinan ke perusahaan importir. Jual beli surat izin bongkar muatan di Pelabuhan Tanjung mulai terendus oleh pihak Kepolisian.

"Ada oknum-oknum yang memanfaatkan, dalam arti untuk meminta uang. Ada yang meminta uang agar izinnya bisa (dikeluarkan) lebih cepat. Dan itu melibatkan beberapa calo. Kemudian ada juga beberapa pengusaha yang sudah tahu (perizinan) bisa dibayar, sengaja dia barangnya masuk dulu. Harusnya ada izin dulu baru barang masuk ke Pelabuhan. Terjadi permainan seperti itu," pungkas Tito. (Mvi/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.