Sukses

Praktisi Sebut Hukuman Terhadap Petinggi KY Bisa Gugur

Pasal pencemaran nama baik dapat digunakan untuk perkara yang sifatnya pribadi ke pribadi.

Liputan6.com, Jakarta - Pasal pencemaran nama baik merupakan jerat hukum yang sering digunakan seseorang. Sebut saja kasus yang dilaporkan hakim Sarpin Rizaldi.

Praktisi hukum Abdul Fickar Hajar menilai penempatan kasus ini kadang dirasa kurang tepat.

Menurut dia, pasal pencemaran nama baik yang dilaporkan ke polisi sifatnya pribadi ke pribadi. Tapi, dalam konteks kasus komisioner Komisi Yudisial dan ICW, ini merupakan kepentingan umum yang lumrah untuk disampaikan, bukan kepentingan pribadi.

Sebelumnya, hakim Saprin mempolisikan Ketua Komisi Yudisial (KY) Suparman Marzuki dan Komisioner Taufiqurrahman Syahuri atas kasus pencemaran nama baik. Terakhir, aktivis Indonesian Corruption Watch (ICW) Emerson dan Adnan juga akan diperiksa Bareskrim Polri atas pencemaran nama baik terhadap capim KPK Ramli.

"Jadi pasal itu ada konteks. Perspektifnya beda. Kalau pribadi bisa tapi kalau untuk kepentingan umum hapus sudah. Emerson dia menyampaikan keinginannya pansel yang ideal. Peristiwa itu peristiwa publik tidak ada urusan pribadi dengan Romli," kata Fickar saat diskusi di Kantor LBH Jakarta, Minggu (26/7/2015).

Karena itu, dia menilai hukuman terhadap tokoh yang dilaporkan hakim Sarpin dapat gugur.

"Tidak sulit menjawab pertanyaan, bisa dihukum enggak? Mereka tidak punya kepentingan pribadi. Mengemukakan pendapat tentang kepentingan bersama itu biasa dilindungi konstitusi. Dalam konteks itu tidak ada yang dirugikan karena bukan pribadi," lanjut dia.

Penghapusan ini sudah diatur dalam Pasal 310 ayat 3 KUHP. "Pasal 310 ayat 1 itu dijelaskan ada orang yang menyerang kehormatan dan nama baik sifatnya tuduhan untuk diketahui orang umum. Ada ayat 3 yang di dalam hukum pidana disebut alasan penghapus pidana. Syaratnya tidak merupakan pencemaran jika perbuatan itu terang dilakukan untuk kepentingan umum," jelas Fickar.

Dia menilai masih banyak perkara besar yang patut diselesaikan oleh Bareskrim Polri. Dengan begitu, sambung dia, wibawa presiden juga tidak tercoreng.

"Kalau hukum dijadikan untuk kejahatan paling sempurna karena sulit melacaknya. Jangan sampai hukum terjebak jadi alat balas dendam dan pelemahan. Kita menyayangi kepolisian jangan sampai dijadikan gerakan untuk menghambat pemberantasan korupsi," tutup Fickar. (Bob/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini