Sukses

Anggota DPR Pikir Ulang Maju di Pilkada Serentak

MK menyatakan anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mengikuti Pilkada diwajibkan mengundurkan diri terhitung sejak pencalonannya disahkan KPU.

Liputan6.com, Jakarta - Para anggota DPR menyatakan akan berpikir ulang untuk memantapkan niatnya maju atau mendaftar sebagai calon kepala daerah (cakada) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 9 Desember 2015.

Sebab, Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan, anggota DPR, DPD, dan DPRD yang mengikuti Pilkada diwajibkan mengundurkan diri terhitung sejak pencalonannya disahkan KPU/KPUD. Dan apabila gagal terpilih, maka tidak lagi kembali duduk sebagai anggota Dewan atau jabatannya ditarik kembali.

Hal ini tertuang dalam amar putusan MK, Rabu 8 Juli 2015 yang menghapus Pasal 7 huruf s UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada karena bertentangan dengan Pasal 28 J ayat 2 UUD 1945 dan mengandung unsur diskriminatif. Pasal 7 huruf s menyatakan, anggota DPR, DPD, dan DPRD cukup memberitahukan pencalonannya sebagai kepala daerah dan wakil kepala daerah kepada pimpinan, sehingga tidak perlu mengundurkan diri.

Sikap Politisi PPP

 

Terkait itu, anggota DPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Djan Faridz, Epyardi Asda mengaku niatan maju dalam Pemilihan Gubernur Sumatera Barat (Pilgub Sumbar) 2015, tergantung situasi politik pada saat pendaftaran cakada dibuka pada 26-28 Juli mendatang.

"Tergantung situasi nanti karena hidup harus ada perhitungan dan realistis. Artinya, Sumbar bangkit dan ada perubahan bahwa saya maju itu saja harus menang," kata Epyardi di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (10/7/2015).

Anggota Komisi V DPR ini melanjutkan, masih ada waktu 2 pekan untuk mengukur kekuatan lawan dan kemampuan dirinya dalam Pilgub Sumbar ini. Sebab, dengan adanya kesepakatan antara semua pihak terhadap Golkar dan PPP yang tetap dapat mengikuti Pilkada, maka kandidat calon maupun nantinya akan bersaing di Cagub Sumbar akan semakin banyak.

Maka dari itu, imbuh dia, pihaknya baru akan benar-benar yakin maju Pilgub Sumbar apabila cagub yang lolos sedikit.

"Dengan adanya Golkar dan PPP ikut Pilkada, akan nambah kandidat-kandidat dan saya akan kalah dengan incumbent. Kalau banyak calon juga saya tidak mau maju, sedangkan kalau hadap-hadapan dengan incumbent atau calonnya sedikit, ayo saya maju," papar Epyardi.

Ketua Fraksi PPP di DPR kubu Djan Faridz ini juga tidak mempermasalahkan MK memutuskan anggota Dewan harus mundur dari jabatannya dan apabila tidak terpilih atau kalah dalam Pilkada, dan tidak dapat lagi kembali sebagai anggota dewan.

"Putusan MK itu tidak masalah karena kita ada risiko kalah menang dan tidak bisa duduk lagi di DPR," beber Epyardi.

Selanjutnya: Tanggapan PKB...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 4 halaman

Tanggapan PKB

Tanggapan Politisi PKB

Anggota DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) Arzeti Bilbina yang digadang-gadang partainya maju dalam Pemilihan Walikota (Pilwalkot) Surabaya 2015 untuk bersaing dengan Walikota saat ini Tri Rismaharini yang maju kembali dalam Pilwalkot Surabaya 2015, justru secara tegas lebih memilih tetap sebagai anggota Dewan.

"Aku fokus di Senayan saja," kata Arzeti.

Menurut dia, apa yang dilakukannya akan diikuti oleh anggota Dewan lain. Karena, dia berpandangan, putusan MK tersebut keputusan yang adil bagi semua warga negara Indonesia termasuk legislator, PNS, TNI/Polri.

Ketua FPKB DPR, Helmy Faishal Zaeni bersama Arzeti Bilbina menggelar konferensi pers terkait pemberian bantuan kepada etnik Rohingya yang terdampar di Aceh, Jakarta, Selasa (26/5/2015). (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Selanjutnya: MK Blunder...

3 dari 4 halaman

MK Blunder

MK Dinilai Blunder

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Arteria Dahlan berpandangan MK blunder dalam putusannya terkait anggota DPR, DPD maupun DPRD yang mencalonkan diri menjadi kepala daerah dan wakil kepala daerah. Mereka oleh MK diharuskan membuat surat pengunduran diri dan mundur dari jabatannya saat resmi ditetapkan sebagai calon.

Seperti yang dikatakan MK: "Apabila telah ditetapkan secara resmi oleh penyelenggara pemilihan sebagai calon dalam jabatan publik atau jabatan politik yang mekanismenya dilakukan melalui pemilihan, maka yang bersangkutan membuat surat penyataan pengunduran diri yang tidak dapat ditarik kembali'.

Menurut Arteria, rumusan norma Pasal 7 huruf s UU Pilkada bahwa anggota DPR, DPD dan DPRD yang mencalonkan diri sebagai kepala daerah atau wakil kepala daerah tidak perlu mundur, itulah yang benar.

"Mereka hanya dipersyaratkan memberitahukan kepada pimpinan."

Dia menanyakan ratio legis-nya MK menghapus pasal tersebut. Menurutnya, MK tidak boleh sentimentil dan bermain perasaan.

Politisi PDIP Arteria Dahlan dilantik sebagai anggota DPR-RI dalam pergantian antar waktu menggantikan Djarot Saiful Hidayat yang mundur setelah menjabat sebagai Wagub DKI Jakarta, Jakarta, Senin (23/3/2015).(Liputan6.com/Faisal R Syam)

"Jabatan DPR, DPRD dan DPD tidak tepat dianalogikan dengan PNS yang diharuskan mundur dari jabatannya sejak jadi calon kepala daerah dan wakil kepala daerah. Ini paradigma yang keliru yang kemudian diadopsi sebagai pertimbangan Mahkamah dalam putusan," jelas dia.

Arteria menilai, substansi maupun alasan keadilan tidak tepat diletakkan Majelis Hakim Konstitusi dengan juga harus mundur karena substansinya tidak pas.

"Kan dibuat norma larangan bagi PNS itu karena PNS diposisikan sejak awal sebagai abdi negara pelayan publik yang durasinya seumur hidup. Ini saja sudah jadi pembeda, belum dari aspek yang lain."

Dia mengharapkan, MK jangan sampai menimbulkan kegaduhan politik apalagi mencari popularitas dalam putusan. Apalagi, proses pendaftaran pasangan calon sudah mepet, proses penjaringan dan penyaringan partai politik sudah hampir final dan bahkan dibanyak partai politik sudah terbit rekomendasi.

"Sehingga putusan ini akan menjadi sumber masalah baru. Pahami karakter permasalahan sampai ke intinya baru memutus, itu yang namanya bijak dan proporsional," tandas Arteria.

Selanjutnya: PAN Kewalahan...

4 dari 4 halaman

PAN Kewalahan

PAN Kewalahan

Partai Amanat Nasional (PAN) mengaku kewalahan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan anggota DPR, DPD dan DPRD harus mundur dari jabatannya ketika maju sebagai calon kepala daerah. Kader PAN di DPRD yang semula sudah mantap untuk mengikuti pilkada serentak, kini menjadi ragu.

Mereka pada dasarnya ingin mencoba karier di eksekutif. Namun, jika kalah bersaing dan gagal terpilih, maka akan kehilangan pekerjaan sebagai anggota DPRD.

"Ini cukup merepotkan kita, menguras tenaga kita. Banyak anggota DPRD yang berpikir ulang untuk maju bertarung dalam pilkada," ucap Ketua DPP Partai Amanat Nasional Yandri Susanto di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (10/7/2015).

Jika kepala daerah yang sudah ditetapkan PAN sejak jauh hari tiba-tiba mundur, kata dia, maka PAN harus mencari penggantinya dalam waktu yang relatif singkat. Peta koalisi juga, otomatis akan mengalami perubahan.

"Kalau mereka tidak maju kita akan cari koalisi yang baru," tukas Yandri.

Sekretaris Fraksi PAN di DPR ini berujar, meski pihaknya menerima putusan MK karena sifatnya yang final dan mengikat, putusan ini dinilai tidak sesuai dengan realitas politik yang ada.

"MK hanya membuat putusan berdasarkan UUD, tidak melihat realitas saat ini," tandas Yandri. (Ans/Mvi)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini