Sukses

Strategi Kepala BNN Miskinkan Gembong Narkoba

Dari 2 tersangka yang berhasil ditangkap, ‎BNN menyita sejumlah barang bukti diduga hasil pencucian uang sebesar Rp 13 miliar.

Liputan6.com, Jakarta - Badan Narkotika Nasional (BNN) kembali mengungkap kasus Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dari hasil peredaran narkoba. Nilainya cukup fantastis.

Dari 2 tersangka yang berhasil ditangkap yakni ABD (36) dan AH (51), ‎BNN menyita sejumlah barang bukti berupa uang tunai dan sejumlah aset yang diduga hasil pencucian uang sebesar Rp 13 miliar.

Salah satu tersangka bahkan disebut-sebut menguasai 114 rekening bank ‎atas nama dirinya dan orang-orang dekatnya. Diduga ratusan rekening itu digunakan untuk memecah transaksi yang jumlahnya besar. Juga untuk mengalihkan agar kejahatannya sulit dilacak.

‎Kepala BNN, Komjen Pol Anang Iskandar mengatakan, peredaran narkoba telah menjadi ancaman luar biasa bagi bangsa dan negara. Begitu juga pencucian uang merupakan kejahatan besar. Karena itu, ucap dia, TPPU dari hasil narkoba harus ditindak tegas.

‎"Saya harapkan ke depan (aturan) TPPU supaya diprioritaskan. Karena kami dalam usaha memiskinkan ‎pelaku kejahatan narkoba. Kalau tidak gitu, para tahanan narkoba masih punya banyak aset dan bisa melakukan kejahatan dari ‎sel tahanan," ujar Anang di Kantor BNN, Jakarta pada Senin 6 Juli 2015.

Dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika Pasal 136 dan 137 disebutkan bahwa ‎aset tersangka dalam bentuk benda bergerak maupun tidak bergerak dirampas untuk negara serta diberlakukan pembuktian terbalik di sidang pengadilan.

"Harusnya aset tersebut dirampas untuk negara. Kemudian diberikan untuk keperluan penegakan hukum juga untuk rehabilitasi korban penyalahgunaan narkoba sesuai UU Narkotika Pasal 101,"‎ tutur dia.

Namun, panjangnya prosedur yang harus ditempuh kerap membuat aset ‎tersebut akhirnya malah dikembalikan ke tangan tersangka setelah melalui proses peradilan. Karena itu, ‎Anang berharap ‎regulasi tersebut dibuat untuk memudahkan proses penegakan hukum.

"Menurut teori tindakan rasionalitas, belum berjalannya TPPU yang berasal dari kejahatan narkotika dengan maksimal ‎disebabkan tidak adanya insentif bagi penegak hukum. Sehingga banyak TPPU yang tidak diproses secara hukum. Banyak pula barang bukti TPPU yang diproses hukum dikembalikan kepada tersangka," ujar Anang.

"Makanya saya usulkan aturan perampasan aset TPPU perlu dilakukan shortcut untuk memangkas aturan yang berbelit-belit," pungkas Anang. (Ndy/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini