Sukses

Demi Harga Diri, Yunani Memilih 'Tidak'

Awalnya diperkirakan, warga Yunani secara rasional memilih untuk mendapatkan dana talangan. Namun yang terjadi sebaliknya.

Liputan6.com, Athena - “Perasaan saya mengatakan bahwa beberapa anggota kelompok Eropa menginginkan agar saya tidak ikut menghadiri pertemuan. Ketidakhadiran saya bisa membantu Perdana Menteri Yunani untuk mendapatkan kesepakatan," ungkap Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis dalam blog pribadinya. "Untuk alasan tersebut, saya memilih untuk mengundurkan diri dari jabatan saya."

Kemunduran diri Varoufakis ini cukup mengejutkan karena dilakukan sesaat setelah Yunani menyelesaikan referendum untuk memutuskan apakah negara tersebut akan menerima dana talangan dari Eurogroup atau kelompok negara-negara yang bergabung di dalam Zona Eropa namun dengan embel-embel berbagai syarat, atau memutuskan untuk menolak dana talangan namun dengan konsekuensi negara tersebut kesulitan keuangan.

Hasil dari referendum tersebut sebenarnya sesuai dengan keinginan dari Varoufakis dan Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras, yaitu menyatakan tidak alias menolak untuk mendapatkan dana talangan. Sebelum referendum, Varoufakis memang menyatakan bahwa dirinya akan mengundurkan diri dari jabatan Menteri Keuangan jika hasil referendum adalah menerima dana talangan.

Namun pada kenyataannya, dirinya tetap menyatakan mundur meskipun hasil dari referendum adalah tidak menerima dana talangan.

Menteri Keuangan Yunani Yanis Varoufakis mundur setelah referendum (Reuters)



Varoufakis selama ini memang cukup vokal untuk melawan Eurogroup. Ia selalu menemani Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras dalam melakukan negosiasi dengan para pendonor atau debitor. Dalam setiap negosiasi, ia selalu meminta pemotongan nilai utang. Ia juga meminta agar syarat yang ditawarkan oleh lembaga atau negara pendonor tidak terlalu ketat.

Dalam setiap negosiasi, Varoufakis juga berpenampilan berbeda. Ia tidak berpenampilan layaknya negosiator Eropa. Ia memilih menggunakan kaos berbalut jas. Potongan yang tak terlalu formal. Ia ingin menekankan bahwa Yunani adalah negara yang demokratis. Ia ingin menunjukkan bahwa Eropa seharusnya menjadi negara yang demokratis juga dan tak menjadi kelompok negara yang membelenggu negara lain.

Cara kepemimpinan Varoufakis ini tak berbeda jauh dengan Tsipras. Keduanya memang berasal dari Partai Syriza, partai sayap kiri yang beraliran sosialis. Tsipras lebih mengandalkan cara negosiasi yang keras. Ia menolak segala syarat yang diberikan oleh Eurogroup atau lembaga donor lain seperti The International Monetary Fund (IMF) atau World Bank  atau Bank Dunia.  

Perdana Menteri Yunani, Alexis Tsipras (Reuters)


Kedua pemimpin tersebut ternyata cukup bisa mengambil hati warga Yunani. Terlihat dari hasil referendum. Dikutip dari BBC, Kementerian Dalam Negeri Yunani mengeluarkan hasil perhitungan referendum yang menyatakan bahwa 61,3 persen rakyat memilih tidak yang artinya tidak memilih untuk mendapat dana talangan dan hanya 38,7 persen yang memilih  ya yang berarti memilih untuk menerima dana talangan.

 Partai sayap kiri Syriza sebelum digelar referendum memang terus berkampanye agar rakyatnya menolak seluruh ketentuan yang diberikan para kreditor internasional. Pemerintah di bawah pimpinan Perdana Menteri Alexis Tsipras mengatakan, seluruh ketentuan dana talangan yang diajukan tampak mempermalukan negaranya.

Selanjutnya: Euro Terkejut...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 3 halaman

Euro Terkejut


Euro Terkejut

Para pemimpin negara-negara yang menggunakan mata uang euro alias Eurogroup pun terkejut dengan hasil referendum tersebut. Pasalnya, sebagian besar pemimpin tersebut memperkirakan bahwa warga Yunani secara rasional memilih untuk mendapatkan dana talangan agar perekonomian negara bisa berjalan.

 Mengutip NBC News, pimpinan kelompok menteri keuangan Eurogroup Jeroen Dijsselbloem mengatakan, hasil referendum akan menjadi penyesalan besar bagi rakyat Yunani. "Tsipras dan pemerintahannya telah menjerumuskan Yunani ke jalan yang penuh kepahitan dan tanpa harapan," katanya.

 
Menteri ekonomi Jerman mengatakan hal yang hampir sama. Ia tidak membayangkan akan ada perundingan baru terkait utang Yunani. Perundingan berulang-ulang yang ia jalani selama ini terlalu panjang dan melelahkan. Padahal hasilnya tetap sama, tak ada kesepakatan.

Wakil Kanselir Jerman Sigmar Gabriel mengatakan, Perdana Menteri Yunani Alexis Tsipras telah membakar harapan terakhir untuk mempertahankan hubungan dengan Eropa.

Kanselir Jerman Angela Merkel dan Presiden Perancis Francois Hollande pun langsung meminta untuk diadakan KTT eurozone sesegera mungkin terkait hasil referendum Yunani.

Pasca gaga bayar hutang pada IMF, Yunani pun menolak bantuan dana dari Troika. Bagaimana selanjutnya?

Sebagian besar petinggi Eurogroup menyebut Yunani terlalu percaya diri. Padahal sebelum melakukan referendum, mereka telah dinyatakan gagal membayar utang oleh IMF dengan nilai 1,55 miliar euro. Utang tersebut seharusnya jatuh tempo pada 30 Juni 2015, namun sampai jangka waktu tersebut Yunani belum bisa mengembalikannya.

Yunani justru lebih memilih untuk melakukan referendum untuk atas kucuran dana talangan 7,2 miliar euro dari Uni Eropa, Bank Sentral Eropa, IMF. Tiga lembaga ini yang disebut Troika.

Kondisi ekonomi Yunani sebenarnya cukup memprihatinkan. Pemerintah telah menutup kegiatan perbankan hingga 5 Juli dan memberlakukan kebijakan keuangan ketat dengan membatasi penarikan uang dari ATM sebesar 60 euro, setara Rp 890 ribu per orang per hari.

Sebagian besar pemuda yang lebih memilih untuk tidak mau menerima dana talangan juga banyak yang menganggur.

Selanjutnya: Asal Muasal Krisis Yunani...

3 dari 3 halaman

Asal Muasal Krisis Yunani

Asal Muasal Krisis Yunani

 
Masalah di Yunani adalah masalah utang. Negara tersebut memiliki utang yang sangat besar. Sebenarnya semua negara memiliki utang, namun utang yang dimiliki oleh Yunani tersebut tidak seimbang dengan mendapatan negara.

Utang diperlukan untuk menggerakkan perekonomian. Dana digunakan untuk membangun infrastruktur sehingga mendorong perusahaan untuk berproduksi. Namun ternyata produksi yang dihasilkan di Yunani tidak sebesar utang yang dimiliki.

Selain itu, utang tersebut juga digunakan untuk memberikan tunjangan yang besar kepada masyarakat. Tunjangan kesehatan, tunjangan pensiun, tunjangan bagi pengangguran. Sedangkan pajak yang didapat oleh Yunani tak besar.

Krisis Yunani belum selesai pascareferendum (Reuters)

Krisis Yunani bermula ketika perekonomian global mengalami kelesuan pada 2007 dan kemudian disusul krisis keuangan dunia. Yunani yang mengandalkan sektor pariwisata terkena dampak karena tak banyak kunjungan turis.

Situasi mulai memburuk, Pemerintah Yunani membelanjakan uang lebih banyak untuk memberi jaring pengaman pada warga yang rentan, namun di sisi lain menambah utang pemerintah.

Sebagian besar negara di Eropa mampu bertahan terhadap terjangan krisis. Namun ada juga yang tenggelam termasuk Yunani. Tahun 2010, negara-negara Eropa bersama IMF memberikan dana ratusan miliar euro untuk Yunani dan sejumlah negara lain agar mereka bisa membayar utang.

Tentu saja, dana talangan tersebut tidak Cuma-Cuma. Negara yang dilanda krisis mendapatkan dana darurat, namun sebagai balasannya negara yang mendapat bantuan harus memangkas belanja dan melakukan efisiensi ekonomi.

Yunani dipaksa memotong gaji pegawai dalam jumlah besar, menaikkan pajak, membekukan dana pensiun negara dan melarang pensiun dini. Ternyata, langkah tersebut justru membuat Yunani masuk ke dalam kondisi yang lebih buruk.

Bulan Januari 2015 saat Pemilu, partai Syriza yang dipimpin oleh Alexis Tsipras memberikan janji-janji politik bahwa Yunani bisa keluar dari krisis dengan melakukan negosiasi ulang dengan pendonor. Tsipras mengambil kebijakan keras, dengan meminta kepada pendonor meringankan syarat dana talangan.

Adu kuat pun terjadi. Yunani tidak mau melemah, Pendonor juga tak ingin dananya terbuang sia-sia. Akhirnya, pada pekan lalu Yunani dinyatakan gagal bayar utangnya atas IMF, sekaligus negara maju pertama yang mendapat predikat itu. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.