Sukses

Politisi Demokrat Ini Minta Kesaksian Sespri Sutan Diuji Coba

Jhonny juga mempertanyakan keterangan Iqbal yang sampai berkata ada dugaan antrean pengambilan uang cipratan dari Sekjen ESDM.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Anggota Komisi VII DPR periode 2009-2014 Jhonny Allen Marbun hadir dalam sidang Sutan Bhatoegana, terdakwa kasus dugaan ‎penerimaan hadiah atau gratifikasi dalam pembahasan APBNP 2013 Kementerian ESDM oleh Komisi VII DPR.‎ Dalam kesaksiannya, Jhonny membantah menerima cipratan duit dari mantan Sekretaris Jenderal ESDM Waryono Karno, yang diberikan melalui Sutan selaku Ketua Komisi VII DPR 2009-2014.

Tak cuma cipratan dana, Jhonny juga membantah adanya antrean penerimaan amplop berisi uang dari Waryono, sebagaimana pernah diutarakan Muhammad Iqbal. Iqbal, mantan Sekretaris Pribadi Sutan itu mengutarakan hal tersebut saat bersaksi dalam sidang kasus yang sama pada pekan lalu.

"Mohon maaf vulgar sekali. Masa sampai antre di ruang ketua komisi. Kesaksian (Iqbal) ini perlu diujicoba," sebut Jhonny, menjawab konfirmasi penasihat hukum Sutan, Eggi Sudjana dalam sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, Kamis (2/7/2015).‎

Jhonny juga mempertanyakan keterangan Iqbal yang sampai berkata demikian. Mengingat, tak sembarang orang bisa masuk ke ruang Ketua Komisi VII, termasuk Iqbal meski dia Sespri Sutan.

"Kok dia tahu betul? Kan tidak bisa masuk sembarangan ke sana," ujar Wakil Ketua Umum Partai Demokrat ini.

‎Mendengar hal itu, Eggy kembali menanyakan perihal uang dan amplop kepada Jhonny. Eggy mengonfirmasi benar tidaknya pemberian kode P, S, dan A di masing-masing amplop. Di mana amplop-amplop itu diduga berisi uang dari Waryono yang totalnya US$ 140 ribu.‎

"Saya katakan, saya sama sekali tidak tahu. Tidak mungkin. Tidak ada. Siapa yang berikan itu? Siapa yang bilang itu? Kurang ajar banget," kata Jhonny.

Selain Jhonny, politikus Partai Demokrat, Sinarto juga membantah hal yang sama saat hadir sebagai saksi dalam sidang ini.‎ "Enggak ada. Dia terbuka. Kalau mau kasih, dia kasih bagi-bagi di luar," ucap dia.

Menghilang

Pada sidang sebelumnya, Muhammad Iqbal mengatakan dirinya didatangi Jhonny Allen Marbun dalam perjalanan dari Jakarta ke Medan. Menurut Iqbal, saat itu dirinya diminta menghilang sementara dan mengganti seluruh alat komunikasi yang pernah dia gunakan untuk berkomunikasi dengan Jhonny Allen.

"Jhonny Allen Marbun mengatakan kepada saya supaya saya menghilang dari peredaran atau menghilang sementara waktu," kata Iqbal dalam persidangan untuk terdakwa Sutan Bathoegana, pada Senin 11 Mei 2015 lalu.

Saat persidangan terdakwa Waryono Karno, Rabu 1 Juni 2015, Muhammad Iqbal mengaku menerima paper bag titipan ESDM, yang diambil tenaga ahli Sutan, Iryanto Muchyi ke Kabiro Keuangan ESDM saat itu Didi Dwi Sutrisnohadi.

Paper diduga berisi duit ini diyakini Jaksa KPK dimaksudkan untuk dibagi-bagikan kepada Komisi VII, demi mulusnya pembahasan APBN-P 2013 dalam rapat antara Kementerian ESDM dengan Komisi VII periode 2009-2014.

Iqbal selanjutnya menyebut tas berisi amplop-amplop duit titipan dari Kementerian ESDM dibawa ke RS Pondok Indah beberapa setelah penerimaan paper bag pada 28 Mei 2013. Tas tersebut sempat diletakkan di mobil anggota Komisi VII DPR periode 2009-2014 yang namanya tidak diketahui Iqbal.

'Transaksi' tas berisi amplop menurut Iqbal terjadi beberapa hari setelah tenaga ahli Sutan, Iryanto Muchyi mengambil paper bag yang disebut jaksa KPK berisi US$ 140 ribu. Diduga uang ini dimasukkan dalam sejumlah amplop berkode P, A, dan S pada 28 Mei 2013. P diyakini untuk Pimpinan Komisi VII, A untuk Anggota Komisi VII, dan S untuk Sekretariat Komisi VII.‎

Dalam dugaan pertama ini, Sutan Bhatoegana didakwa telah menerima US$ 140 ribu dari mantan Sekjen Kementerian ESDM, Waryono Karno. Pemberian itu berkaitan dengan pembahasan APBN-P Kementerian ESDM tahun 2013 di Komisi VII DPR.

Atas perbuatannya, Sutan disangka melanggar Pasal 12 huruf a subsidair Pasal 5 ayat (2) jo Pasal 5 ayat 1 huruf b lebih subsidair Pasal 11 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2011 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.‎ (Rmn/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini