Sukses

Pengacara Sebut Ilham Arief Pergi Umrah, Bukan Mangkir dari KPK

Pengacara Ilham Arief, Johnson Panjaitan dengan tegas mengatakan bahwa kliennya tidak pernah mangkir dari panggilan KPK.

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Walikota Makassar Ilham Arief Sirajuddin disebut-sebut telah 2 kali mangkir dari panggilan KPK. Pemanggilan tersebut terkait statusnya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Makassar setelah KPK menerbitkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) yang baru.

Pengacara Ilham Arief, Johnson Panjaitan dengan tegas mengatakan bahwa kliennya tidak pernah mangkir dari panggilan KPK. Pihaknya mengaku tidak pernah dipanggil KPK kecuali pada tanggal 25 Juni 2015 untuk diperiksa sebagai tersangka pada 29 Juni. Padahal saat itu kliennya tengah menjalankan ibadah umrah di Mekah, Arab Saudi.

‎"Klien saya sudah berangkat umrah sejak tanggal 16, dan itu dilakukan sejak kami melakukan praperadilan yang kedua," ujar Johnson di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Rabu (1/7/2015).

Menurut Johnson, kata mangkir yang disandangkan pada kliennya sangat tidak tepat. Apalagi panggilan KPK baru ia terima setelah Ilham berada di Tanah Suci. Ia meminta KPK berkaca diri jika menyebut kliennya mangkir dari pemanggilan.

‎"Jadi kalau KPK bilang mangkir, introspeksi dirilah. Klien saya tidak seperti KPK. ‎KPK sudah terima panggilan berstempel enggak hadir di sidang. Giliran hadir di sidang, minta penundaan. Jadi janganlah menyalah-nyalahkan orang. Introspeksilah," tandas dia.

KPK Harus Patuhi SOP

Johnson juga mengeluarkan pernyataan keras terkait sikap KPK terhadap kasus yang dialami kliennya. Ketidakhadiran KPK pada sidang praperadilan Kamis 25 Juni lalu membuat proses hukum itu tertunda sepekan. ‎Bahkan, di sidang lanjutan praperadilan, KPK mengajukan permohonan penundaan, namun ditolak hakim.

Sikap KPK yang terkesan mengulur-ulur waktu praperadilan ini dianggap sebagai tindakan yang tidak baik. KPK dinilai tidak bisa menunjukkan sikap profesionalnya sebagai lembaga penegak hukum. Bahkan upaya tersebut dianggap sebagai bentuk kriminal.

‎"Jadi, sudah dia (KPK) tidak profesional dan kriminal, jangan tuduh-tuduh klien saya yang sekarang ini sedang berusaha menata hidupnya atas tuduhan KPK yang keji itu. Dia (Ilham) umrah, dia stres, dia sakit. Bersama keluarganya dia berangkat umrah, enggak sendirian," jelas dia.

Ia berharap KPK lebih bijak dan adil dalam menangani kasus-kasus hukum. ‎Lembaga antirasuah itu juga diharap melakukan tugasnya sesuai dengan Standard Operating Procedure (SOP).

"Jadi KPK tolong hentikanlah cara-cara seperti itu. Belajar yang bener untuk taat pada SOP, sehingga enggak hancur pemberantasan korupsi kita," pungkas Johnson.

Upaya Paksa

Ilham Arief disebut tidak memenuhi panggilan pemeriksaan KPK dengan sejumlah alasan, seperti umrah dan berobat ke Singapura. Alasan itu diduga sengaja dilakukan untuk mengulur waktu sekaligus menunggu hasil putusan praperadilan.

Plt Pimpinan KPK Indriyanto Seno Adji mengatakan, pihaknya bisa saja melakukan upaya paksa pada pemanggilan selanjutnya. Bahkan jika tetap diabaikan, maka Ilham bisa dimasukkan dalam daftar buronan.

‎"Upaya paksa dapat saja dilakukan kalau beliau tetap tidak berkehendak hadir atas panggilan ini. Bahkan dapat dinyatakan DPO (Daftar Pencarian Orang)," ucap Indriyanto di Kantor KPK.

Ilham Arief ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK sejak 2014 lalu. Ia diduga melakukan tindak pidana korupsi kerja sama rehabilitasi kelola dan transfer untuk instalasi PDAM dengan PT Traya Tirta Makassar tahun anggaran 2006-2012 dengan kerugian negara mencapai Rp 38 miliar.

Ilham kemudian mengajukan permohonan praperadilan ke PN Jaksel terkait penetapan tersangka oleh KPK. Pada praperadilan pertama, 12 Mei 2015, hakim tunggal Yuningtyas Upiek mengabulkan ‎permohonan praperadilan dan menyatakan penetapan tersangka oleh KPK tidak sah.

Namun, setelah putusan itu bergulir, KPK kembali menetapkan Ilham sebagai tersangka atas kasus yang sama dengan menerbitkan Sprindik baru atas nama llham Arief Sirajuddin. Langkah tersebut berdasarkan putusan Mahkamah Konsitusi.

Perkara yang disangkakan kepada llham dalam sprindik baru itu masih sama seperti sebelumnya. Begitu pun pasal yang disangkakan kepada llham, yakni Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999, sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Ado/Mar)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini