Sukses

Tragedi Hercules Momentum Modernisasi Alutsista

Sebanyak 62 jenazah korban pesawat Hercules yang jatuh di Medan, Sumatera Utara telah diidentifikasi.

Liputan6.com, Jakarta - Pesawat Hercules milik TNI tipe C-130 dengan nomor A-1310 jatuh di Jalan Jamin Ginting Medan, Sumatera Utara pada Selasa 30 Juni 2015. Insiden ini mengakibatkan penumpang dan kru pesawat yang berjumlah 122 meninggal.

Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Helfi Assegaf menyebutkan, 62 jenazah korban pesawat tersebut telah diidentifikasi. Sebanyak 39 di antaranya dipulangkan ke keluarga masing-masing untuk dimakamkan.

"Sebanyak 62 jenazah sudah diidentifikasi sama tim, dari 62 jenazah tersebut, 31 jenazah merupakan personel TNI AU, 6 jenazah dari TNI AD dan 25 jenazah sipil," kata Helfi saat ditemui di kamar jenazah Rumah Sakit H. Adam Malik Medan, Rabu 1 Juli 2015.

Sebanyak 16 jenazah korban pesawat jatuh tersebut tiba di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Jenazah dibawa dengan menggunakan 2 pesawat berbeda, yakni Pesawat CN 295 A-2905 dan Pesawat Boieng 737 A-7304.

Upacara penyambutan jenazah dipimpin Presiden Jokowi di Base Ops Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur. Dalam upacara itu, Jokowi menyerahkan sebanyak 16 Jenazah yang dibawa dari Lanud Soewondo, Medan, kepada keluarga di Jakarta.

Presiden turut berbelasungkawa atas meninggalnya ratusan korban dalam insiden itu. Jokowi menganggap para prajurit TNI yang gugur dalam kecelakaan tersebut merupakan para prajurit terbaik yang dimiliki oleh TNI.

Mewakili seluruh masyarakat Indonesia, Jokowi mengungkapkan rasa belasungkawa kepada seluruh keluarga korban.

"Telah gugur meninggalkan kita putra terbaik TNI, putra terbaik bangsa kita. Mereka gugur bersama para penumpang lainnya di pesawat Hercules C-130," ujar Jokowi mengawali sambutannya di lokasi, Jakarta.

Wakil Presiden Jusuf Kalla memastikan pemerintah akan memberikan santunan, kepada keluarga korban pesawat Hercules C-130 bernomor registrasi A-1310, yang jatuh di Medan. Insiden itu dianggap sebagai musibah.

"Tidak ada ganti rugi, jangan lupa. Ini santunan. Kan biasanya asuransi, tapi karena tidak ada asuransi. Oleh karena itu, pemerintah nanti mempertimbangkan sebagai musibah," kata JK, di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Rabu 1 Juli 2015.

Menurut dia, ada perbedaan antara ganti rugi‎ dan santunan. Ganti rugi diberikan oleh pihak maskapai penerbangan komersil, karena saat membeli tiket, penumpang juga membeli asuransi.

"Ini karena musibah, ya tentu pemerintah, dengan kebiasaan yang ada atau apa, akan berikan santunan. Nanti diatur oleh Depsos biasanya," tutur JK.

Modernisasi Alutsista

Berjas hitam dan berdasi merah, Jokowi langsung memimpin upacara serah terima jenazah korban jatuhnya pesawat Hercules. (Faizal Fanani/Liputan6.com)

Presiden Jokowi langsung menginstruksikan agar dilakukan investigasi untuk menguak sebab jatuhnya burung besi itu. Dia pun ingin alat utama sistem pertahanan (alutsista) TNI dapat memenuhi zero accident atau tanpa kecelakaan.

"Saya juga ingin TNI memperkuat sistem zero accident, kecelakaan nihil, untuk menggunakan alutsista TNI. Mulai Pesawat tempur, angkut, kapal selam, kapal perang, hingga helikopter, perwira serta prajurit TNI yang mengawakinya harus berada kesiapan yang tinggi," tegas Jokowi.

Presiden Jokowi menilai, insiden jatuhnya Hercules tersebut bisa menjadi momentum untuk membenahi alutsista TNI. Pengadaan alusista harus diubah.

"Saya juga perintahkan kepada Menhan dan Panglima TNI untuk melakukan perombakan yang mendasar tentang manajemen alusista TNI. Dan selanjutnya sistem pengadaan alutsista harus diubah, ini momentum‎," tegas Jokowi, di Mako Brimob Polri, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, Rabu 1 Juli 2015.

‎Menurut Jokowi, perubahan manajemen alusista yang harus dilakukan ‎adalah menghentikan pembelian senjata dan melakukan modernisasi persenjataan. Pengadaan alutsista harus diarahkan kepada kemandirian industri pertahanan sehingga operasional pertahanan dikendalikan sepenuhnya oleh TNI.

"‎Kita tidak boleh lagi membeli senjata tetapi bergeser ke modernisasi persenjataan, ‎industri pertahanan kita harus terlibat, mulai dari rancang-bangun, produksi, operasional, pelatihan pemeliharaan, hingga pemusnahan alutsista yang sudah tua," tutur dia.

Pihak TNI menyatakan pesawat Hercules C-130 jatuh karena kerusakan mesin. Ada dugaan kerusakan ini karena usianya yang terlalu tua.

Namun, Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai belum tentu mesin pesawat Hercules C-130 bernomor registrasi A-1310 yang jatuh di Medan, Selasa 30 Juni 2015, ‎karena faktor umur. Sebuah pesawat, kata dia, layak dipakai hingga puluhan tahun bila perawatannya baik.

"‎Bodinya boleh 50 tahun, bodinya saja. Tapi mesinnya sudah ganti 5 kali, selalu begitu," kata JK.

“Walaupun Anda punya mobil atau pesawat umurnya 5 tahun tapi tidak dipelihara tetap mogok juga kan? Tapi walaupun umurnya tua, perawatannya baik, jalan itu," tambah dia.

JK juga menjelaskan pesawat Hercules bisa dipakai puluhan tahun karena termasuk pesawat pengangkut, bukan pesawat tempur. Dia menuturkan tidak mungkin pesawat tempur merupakan pesawat tua.

JK menilai pengadaan alutsista baru perlu memperhatikan 3 hal. Yakni anggaran, negosiasi, dan pemilihan jenis-jenis yang baik.

‎Menurut JK, lebih baik menggunakan pesawat yang sudah ada tapi merawatnya dengan baik. Meski berkata demikian, ia menegaskan pemerintah akan terus memperbaharui alutsista TNI.

"Ya pastilah, pastilah, pada waktunya, tidak mungkin selama satu abad (tidak beli alusista baru). Jadi pastilah diganti pada waktunya sesuai kebutuhan dan anggaran yang ada," tutur dia.

Sipil Naik Hercules

(Liputan 6 TV)

Jusuf Kalla tidak mempermasalahkan ada warga sipil yang ikut dalam pesawat Hercules. Seperti warga sipil naik pesawat Hercules C-130 bernomor registrasi A-1310 yang jatuh di Medan 30 Juni lalu. Menurut dia, keberadaan sipil di pesawat TNI sebagai bentuk civic mission atau misi kewarganegaraan.

"‎Itu mungkin dalam rangka civic missions kan sambil lalu, kan tidak khusus ini daripada kosong kan, rombongan ke Natuna jauh-jauh ikutlah. Jadi lihatlah itu sebagai sumbangan, partisipasi TNI untuk rakyat yang sulit," kata JK di Kantor Wakil Presiden.

Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu juga mengatakan, warga sipil memang tidak dilarang ikut dalam pesawat milik TNI AU tersebut.

"Kalau mau ikut boleh saja. Dari dulu begitu. Tidak apa-apa, dengan rakyat harus sama-sama. Naik-naik tank itu tidak apa-apa kan," kata Ryamizard, di Mako Brimob Polri. "Dari dulu juga ada yang ikut," tegas dia.

Ketua Komisi I DPR, Mahfudz Siddiq mengatakan kondisi pesawat Hercules yang jatuh di Medan sudah sangat tua. Dia pun tidak mempermasalahkan jika Hercules digunakan untuk mengakut penumpang sipil.

"Hercules memang sering digunakan untuk fungsi-fungsi yang beragam. Bukan sekedar angkutan pasukan, logistik, tapi juga dimanfaatkan untuk angkut warga sipil. Khususnya keluarga TNI. Saya bisa memahami di satu sisi, dari segi aspek keekonomisan, sehingga para keluarga TNI gunakan pesawat angkut Hercules," tutur Mahfudz.

Meski begitu, ia meminta perlu ada aturan jelas jika memang ingin mengangkut penumpang. "TNI harus punya SOP yang baku dalam mengangkut warga sipil dengan pesawat angkut militer. Tapi kalau ada kebutuhan semacam itu, sebenarnya bisa menggunakan CN 239," ungkap politisi PKS itu.

Sementara itu, politisi PDIP yang juga anggota Komisi I DPR, TB Hasanuddin mengungkapkan adanya tarif hingga Rp 900 ribu yang dibayar untuk naik Hercules. Meski demikian, dia merasa tidak yakin dengan isu tersebut.

Kepala Staf Angkatan Udara (KSAU) Marsekal Agus Supratna membantah adanya pungutan biaya yang ditujukan kepada penumpang sipil yang diangkut dalam Hercules.

Agus menjelaskan, penumpang yang berada di dalam pesawat merupakan keluarga TNI dan bukan dari masyarakat sipil.

"Mana mungkin kita pungut biaya, semua penumpang merupakan keluarga kita (TNI), bukan sipil. Kalau memang terbukti ada pungutan, saya akan memecat personel yang terlibat," ujar mantan Kasum TNI itu.

Pesawat Hercules C-130 dengan nomor ekor A-1310 jatuh dengan posisi terbalik di Jalan Jamin Ginting, Medan, Sumatera Utara, Selasa 30 Juni kemarin sekitar pukul 11.50 WIB. Pesawat tersebut lepas landas dari Pangkalan Udara Suwondo, Medan sekitar pukul 11.48 WIB.

Pesawat buatan tahun 1960-an itu hendak menuju Kepulauan Natuna untuk menjalankan misi Penerbangan Angkutan Udara Militer (PAUM), yakni pengiriman logistik.

Burung besi yang dipiloti Kapten Penerbang Sandy Permana itu sempat menghubungi menara Air Traffic Control (ATC) 2 menit usai take off dan menginformasikan telah terjadi kerusakan. Saat itu, pilot juga meminta untuk return to base (RTB) ke Lanud Suwondo. Belum sempat dibalas, ATC sudah kehilangan kontak. Pesawat kemudian diketahui jatuh di pemukiman warga di Jalan Jamin Ginting. (Mvi/Ado)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini