Sukses

Siraman Gibran-Selvi Pakai 7 Sumber Mata Air

Adat siraman dilakukan untuk membersihkan secara lahir dan batin.

Liputan6.com, Jakarta - Pasangan calon pengantin Gibran Rakabuming Raka dan Selvi Ananda melakukan siraman yang menjadi bagian dari tahapan menjelang pernikahan keduanya, pada Kamis 11 Juni besok. Dalam siraman ini, air yang digunakan berasal dari 7 sumber mata air.
‎
"7 Sumber mata air untuk siraman‎," kata perwakilan Keluarga Selvi, Purboyono, di Jalan Kutai Raya, Sumber, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (10/6/2015).‎

‎Air siraman itu diambil dari sumber mata air Masjid Agung Surakarta, Ndalem Mloyokusuman, Kraton Kasunanan, Kraton Mangkunegaran, Masjid Mangkunegaran, Air Zam Zam, dan sumur rumah pribadi.‎ Adat siraman dilakukan untuk membersihkan secara lahir dan batin.
‎
Siraman dilakukan lebih dulu di kediaman orangtua Selvi. Siraman dilakukan sekitar pukul 09.00 WIB. ‎Air siraman yang sudah dibagi 2 dan ditampung di bejana.‎ Siraman dilakukan secara bergantian oleh Didit dan Sri.

Usai itu, air siraman yang ada di bejana emas tersebut kemudian dibawa ke kediaman orang tua Gibran, Joko Widodo-Iriana di Jalan Kutai Utara, Sumber, Banjarsari, Solo. Air siraman itu dibawa oleh pihak keluarga Selvi, yakni Purboyono, Heru‎ Haryanto, dan Slamet Darsono.

"Ini mau dipakai untuk siraman Gibran," ujar Purboyono. Siraman di kediaman Jokowi dilakukan sekitar pukul 09.45 WIB. Siraman itu juga dilakukan berganti oleh Jokowi dilanjutkan Iriana.‎

‎Sebelum acara siraman, Didit dan Jokowi memasang bleketepe di pintu masuk rumah mereka masing-masing. ‎Bleketepe berasal dari kata 'Bale Katapi' yang merupakan anyaman janur sebagai perwujudan penyucian para dewa di khayangan.‎ ‎'Bale' berarti tempat dan 'Katapi' berasal dari kata 'tapi' yang memiliki arti membersihkan dan memilahkan kotoran untuk kemudian dibuang.‎

Jadi pemasangan bleketepe itu memiliki makna orangtua dan calon pengantin‎ mengajak semua orang yang terlibat dalam hajatan pernikahan ini untuk bersama-sama membersihkan atau menyucikan hati.

Usai siraman, orangtua Selvi kemudian berjualan es dawet kepada para tamu undangan. Dawet atau cendol yang berbentuk bulat itu punya makna kebulatan tekad orangtua untuk menikahkan anak mereka. Para tamu undangan yang hendak membeli es dawet tersebut membayar bukan dengan uang, melainkan menggunakan 'kreweng' atau pecahan genteng rumah.

Sri Partini, ibu Selvi, bertugas melayani para tamu yang membeli dawet, sedangkan Didit Supriyadi menerima 'kreweng' sebagai alat pembayarannya.

Jualan es dawet ini bermakna tentang kewajiban suami-istri dalam hidup berumah tangga adalah saling bahu-membahu dalam menafkahi keluarga. (Alv/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.