Sukses

Gang Dolly 'Belum Mati'

Pada 19 Juni 2014, Gang Dolly resmi ditutup. Namun, bukan berarti tamat. Saksikan video investigasi Liputan6.com:

Liputan6.com, Surabaya - Pada 19 Juni 2014, Gang Dolly resmi ditutup. Barbara, Srikandi, Arum Manis, Putri Lestari, Ayu Asih, dan wisma-wisma lain kini tinggal nama, menyisakan bangunan sunyi tanpa kilau lampu yang mengundang.

'Akuarium' kosong, tanpa perempuan-perempuan yang berderet, duduk di sofa, mengenakan pakaian minim di balik kaca besar, menanti para pelanggan yang akan membayar Rp 80-200 ribu sekali main.

Dalam semalam, seorang pekerja seks komersial (PSK) bisa melayani hingga belasan pria pencari pelampiasan nafsu sesaat.

Suasana tempat prostitusi yang terletak di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya, Jawa Timur itu pun mendekati asalnya: sebuah kompleks pemakaman yang dibongkar pada tahun 1960-an. Sunyi.

Namun, bukan berarti busnis esek-esek di Gang Dolly mati.

Rabu malam itu, kala jarum jam menunjuk ke pukul 20.30. Di tengah sorot lampu jalan yang temaram, sejumlah pria terlihat berdiri. Mereka melambai pada pengunjung atau mobil yang melintas di Jalan Jarak. Itu adalah kode. Undangan.

Seorang mucikari, sebut saja namanya Johan, berdiri sekitar 10 meter dari mulut Gang Dolly. Ia menghampiri mobil-mobil yang berhenti di sana. 'PSK-nya enggak ada di sini," kata dia.

Setelah lokalisasi yang konon terbesar se-Asia Tenggara itu ditutup, tak semua PSK pulang kampung atau alih profesi.

"Siapa bilang Dolly hilang," kata Johan. Kini, alih-alih menjajakan tubuh secara langsung, mereka menggunakan modus yang memanfaatkan teknologi. Atau yang tenar disebut e-Dolly.

Mucikari bertugas menawarkan para PSK, dengan menunjukkan ponsel yang memuat foto-foto mereka -- yang menanti di suatu tempat. "Pokoknya kalau deal nanti ketemu di hotel atau losmen. Nanti milih di sana. Ya kalau mau ini bisa lihat di handphone," ungkap Johan.

Para mucikari beroperasi dengan hati-hati. Hanya calon pelanggan serius yang akan diperlihatkan koleksi para PSK. Tak sembarangan.

Sejumlah preman, sebagian bertato, lalu lalang. Mengawasi. Tak jarang mereka melongok ke dalam mobil jika proses transaksi dirasa terlalu bertele-tele. "Ini kalian bisa lihat-lihat. Pilih saja. Muda-muda kok," kata Johan, seraya menunjukkan ponsel miliknya.

Seorang PSK ia tawarkan seharga Rp 300 ribu untuk 1,5 jam, sudah termasuk hotel atau losmen. Ia pun memastikan bahwa lokasi 'eksekusi' aman.

"Rp 300 ribu aja. Dijamin aman. Nggak ada itu gerebek-gerebekan," tambah dia. "Udah pokoknya aman ini. Ditawarin juga di Facebook. Udah nggak ada cewek di sini (Gang Dolly). Lewat telepon sekarang."

Pria itu menceritakan, setelah Gang Dolly ditutup, ia sulit mendapatkan uang. Begitu juga para PSK.

"Buat penglaris, Mas. Jadiin aja ya...saya dibeliin rokok aja. Kasihan wedonan-nya (wanitanya), Mas, sepi," rayu dia, lalu menawarkan harga 'diskon' Rp 200 ribu plus 'uang rokok' Rp 15.000.

Selanjutnya: Kolam Renang di Gang Dolly...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Kolam Renang di Gang Dolly

Kolam Renang di Gang Dolly

Setelah menutup bisnis prostitusi di Gang Dolly, Pemerintah Kota Surabaya berusaha meningkatkan pengamanan di lokasi tersebut, sembari meningkatkan pertumbuhan ekonomi warga sekitar.

Namun, mereka tak menutup mata bahwa masih ada juga mucikari yang melakukan aksinya secara terselubung.

"Kami stand by-kan Satpol PP di wilayah tersebut pada saat jam rawan seperti jam 17.00 sampai pukul 03.00 dini hari," kata Humas Pemerintah Kota Surabaya, Muhammad Fikser.

Lalu, mengapa masih ada mucikari yang berdiri di jalanan dan menawarkan PSK?

"Kami biarkan dulu ketika mereka mencoba menawarkan PSK pada orang, namun, ketika mereka sudah deal, akan melakukan kencan, kami akan menggerebeknya di losmen yang sudah kami deteksi," tuturnya pada Liputan6.com.

Sementara, Camat Sawahan, Yunus, tak menampik bahwa di sekitar Dolly ada bebarapa kelompok kecil mucikari nakal yang berdiri di pinggir-pinggir jalan. Namun dia memastikan kalau wisma dan tempat hiburan di sana sudah tutup dan tidak akan beroperasi lagi.

"Kami pernah menutup paksa kafe musik dan menyita beberapa minuman beralkohol dari dalamnya," kata dia.

Ia menambahkan, Polrestabes Surabaya yang juga pernah menangkap seorang mucikari yang sudah melakukan tindakan melawan hukum dengan menjual para wanita dan gadis di bawah umur. "Kami tidak akan diam dan terus berjuang sampai wilayah tersebut benar-benar bersih dari praktik prostitusi," kata dia.

Pak Camat menambahkan bahwa selain mempersempit ruang gerak para mucikari tersebut, pihaknya juga bekerja keras untuk meningkatkan pendapatan ekonomi warga sekitar untuk mencari nafkah dengan cara yang lebih halal.

"Saat ini di wilayah eks lokalisasi Dolly dan Jarak sudah ada home industry sandal serta baju batik. Dan target dari Bu Wali (Walikota Tri Rismaharini) untuk tahun ini di sana harus berdiri industri rumah tangga batu akik," kata dia.

Selain itu, pihak Kecamatan juga akan memperjuangkan pemindahan Polsek Sawahan ke Gang Dolly. "Warga minta di sana dibangunkan kolam renang. Usulan warga untuk pembangunan kolam renang sudah saya sampaikan kepada Pemkot," tambah Camat Yunus.

Pihak pemerintah setempat bertekat akan tetap meramaikan kawasan Dolly dan sekitarnya. Secara halal. Melepaskan sejarah kelam di sana.

"Kami akan jadikan Dolly dan Jarak sebagai pusat bisnis baru di Surabaya. Di sana akan ada di sana sentra PKL, pasar, lapangan bermain anak, lapangan futsal, dan tidak lupa juga untuk memberdayakan masyarakatnya," pungkas Yunus. (Ein/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.