Sukses

Mempertanyakan Efek Jera Hukuman Mati Mafia Narkoba

Sampai saat ini masih ada saja para pengedar yang berani mengedarkan narkoba di Indonesia. Padahal hukuman mati 2 gelombang sudah dilakukan.

Liputan6.com, Jakarta - Dua gelombang hukuman mati yang diterapkan pemerintah Indonesia kepada para pemasok narkoba, sepertinya tak memberikan efek jera terhadap mereka. Buktinya, hingga detik ini masih ada saja orang-orang yang nekat menyelundupkan barang haram itu.

Ancaman vonis mati yang ada dalam undang-undang di Indonesia dianggap belum cukup membuat para mafia narkoba takut.

Deputi Pemberantasan Badan Narkotika Nasional (BNN) Irjen Pol Deddy Fauzi Elhakim mengatakan, sampai saat ini masih ada saja para pengedar yang berani mengedarkan narkoba di Indonesia. Vonis mati yang ada dalam UU No. 35 tahun 2009 tentang narkotika tidak cukup membuat para pengedar berpikir ulang untuk beraksi.

"Vonis hukuman mati memang tidak membuat jera," ujar Deddy di Gedung BNN, Jakarta, Rabu (13/5/2015).
 
Deddy menegaskan, satu-satunya yang memberikan efek dahsyat bagi para pelaku adalah segeranya dilakukan proses hukuman mati setelah jatuh vonis.

Fenomena eksekusi mati pun berlanjut seiring maraknya peredaran narkoba, yang kian merambah ke berbagai kalangan.

Baru-baru ini, polisi menangkap jaringan internasional yang masih menjadikan Indonesia pasar yang baik untuk peredaran narkoba. Mereka tidak segan-segan membayar mahal para kurir untuk dapat menyebarluaskan narkoba ke pelosok Indonesia.

Seperti yang dilakukan jaringan narkoba Malaysia yang baru-baru ini diungkap Badan Narkotika Nasional (BNN). Jaringan narkoba di Medan, Sumatera Utara, berupaya menyelundupkan 580 ribu butir ekstasi dan 20 kg sabu. Jaringan ini berani membayar sopir truk dan bus hingga Rp 50 juta jika berhasil mengantar narkoba. Namun aksi mereka berhasil digagalkan.

Deddy mengatakan, dari 7 tersangka yang ditangkap memang dijanjikan upah beragam mulai membayar kisaran Rp 30 juta sampai Rp 50 juta.
 
Suasana pengungkapan kasus penyelundupan 580.000 ekstasi di Gedung BNN tiba-tiba tegang. Irjen Pol Deddy Fauzi Elhakim marah besar pada 7 tersangka hingga membanting ekstasi yang menjadi barang bukti.

Ketujuh tersangka itu yakni Zu (31), Su (38), Al (39), Aj (37), TNS (23), Am (32), dan Er (28).

Kemarahan Deputi Pemberantasan BNN semakin menjadi, nada suaranya mulai tinggi saat menjelaskan kondisi darurat narkoba saat ini. Terlebih berdasar data, 30 orang meninggal setiap harinya karena narkoba.

Kasus terbaru lainnya, Satgas Berantas Satuan Narkoba Polres Bogor Kota membekuk RW (30) dan LP (32), pasangan suami-istri (Pasutri) yang tengah menggelar pesta sabu. Mereka dibekuk di rumahnya di Jalan Pangeran Asogori, Kelurahan Tanah Baru, Kecamatan Bogor Utara Kota, Bogor, Jawa Barat pada Selasa 12 Mei dinihari.

Keduanya terancam dipecat atau diberhentikan tidak hormat sebagai pegawai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat.

Sebanyak 2,1 ton ganja kering siap edar juga diamankan pada Senin 11 Mei, oleh petugas Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri. Barang haram tersebut diungkap petugas dari 9 tersangka asal Aceh.

Lalu pada 1 Mei 2015 lalu, polisi menangkap tersangka lain, yakni Rusdi dan Sulaiman di Tol Dalam Kota, Slipi, Jakarta Barat. Keduanya ditangkap setelah polisi membuntuti gerak-gerik keduanya dari Sumatera hingga ke Jakarta.

Berantas Narkoba

BNN menargetkan rehabilitasi 200 ribu pengguna narkoba pada tahun 2016. Angka itu naik 100 persen dari jumlah pada tahun ini.

"Berdasarkan DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran), indikator tahun depan kami justru ditambah lagi kapasitas rehabilitasinya. Bukan 100 ribu pecandu tetapi 200 ribu," kata Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar dalam sambutannya di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

Panglima TNI Jenderal Moeldoko pun turut serta membantu memberantas peredaran barang haram itu, dengan menandatangani nota kesepahaman atau memorandum of understanding (MoU) dengan Kepala BNN Komjen Pol Anang Iskandar. Penandatanganan digelar pagi ini di Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur.

MoU berisi bantuan TNI kepada BNN dalam rangka pencegahan, pemberantasan peredaran narkotika dan prekusor (senyawa kimia) narkotika, dan pemberian bantuan rehabilitasi terhadap pemakai narkoba. Dalam MoU ini, BNN tertulis sebagai pihak pertama dan TNI sebagai pihak kedua.

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK mengapresiasi kinerja Direktorat IV Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri yang menangkap sindikat pengedar ganja sebanyak 2,1 ton. Penangkapan ini, menurut dia, memberi bukti hukuman mati masih dibutuhkan karena banyak pengedar narkoba yang tak jera.
 
"(Pengedar ganja 2,1 ton) Oleh karena itu, hukuman mati di Indonesia masih dilakukan," kata JK di Makassar, Sulawesi Selatan, Senin 11 Mei.

Ketua Palang Merah Indonesia (PMI) ini mengaku terkejut mendengar kabar penangkapan dengan barang bukti demikian banyak.‎ Menurut JK, penangkapan ini juga menambah kepercayaan publik pada kepolisian bahwa aparat penegak hukum tidak mudah disogok.

"‎Saya mendapatkan informasi itu luar biasa, karena 2,1 ton itu besar sekali nilainya. Jadi kita di sini mengapresiasi kepolisian yang telah berhasil sekaligus untuk menghapus tindakan yang jelek pada saat ada kepolisian oleh bandar narkoba dikasih duit, disogok. Artinya, lebih banyak orang baik di kepolisian sebenarnya," tutup JK.

Politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Nasir Djamil pun mengaku menyayangkan penangkapan pasutri pegawai berinisial RW (30) yang ditangkap saat menggelar pesta sabu. Alasannya, RW dan istrinya merupakan pegawai di Pengadilan Negeri.

Anggota Komisi III D‎PR yang membidangi persoalan hukum ini menilai, dengan maraknya pengguna narkoba membuat masyarakat pesimis barang haram itu bisa diberantas. Sebab, aparat penegak hukum seperti RW malah terjerat kasus hukum. (Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.