Sukses

Pengamat: Tidak Ada Jaminan Pilkada Serentak Tak Kacau

Penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu perlu berkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang seperti, Polri dan BIN.

Liputan6.com, Jakarta - Pilkada serentak digelar Komisi Pemilihan Umum (KPU) akhir 2015. Pengamat hukum tata negara Margarito Kamis menilai, tak ada jaminan penyelenggaraan pilkada serentak tak menimbulkan kekacauan.

Setiap pemilihan umum, jelas dia, selalu rawan kekacauan. Salah satu sebabnya karena sejumlah hal tidak disiapkan dengan matang oleh penyelenggara pemilu.‎
‎
"Tidak ada jaminan pilkada serentak ini tidak kacau. Yang tidak serentak saja kacau," ujar Margarito saat dihubungi Liputan6.com di Jakarta, Jumat (8/5/2015).

Menurut Margartio, penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU dan Bawaslu perlu berkoordinasi dengan pihak-pihak berwenang. Misalnya, Polri dan Badan Intelijen Negara (BIN).

Mengingat, lanjut dia, dalam pilkada serentak setiap provinsi akan menggelar 3 pilkada sekaligus, yakni pilkada gubernur, pilkada bupati, dan pilkada walikota.

‎"Nah sekarang setiap provinsi itu ada 3 pilkada, kalau kacau siapa yang urus? Ini harus dikooridnasikan dengan Polri dan BIN," kata Margarito.‎
‎‎
Sebelumnya, DPR akan merevisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Pilkada dan UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Partai Politik. Revisi tersebut menyusul tak diakomodirnya keinginan panitia kerja Komisi II oleh KPU terkait parpol yang sedang bersengketa, dalam hal ini Partai Golkar dan PPP, untuk ikut pilkada serentak.

‎UU Pilkada yang akan direvisi dalam hal ini Pasal 42 ayat 4,5, dan 6 yang mengatakan pendaftaran calon kepala daerah oleh parpol dan atau gabungan parpol harus mendapat rekomendasi pengurus parpol di provinsi dan kabupaten kota, serta harus disertai surat putusan dari Dewan Pimpinan Pusat (DPP). Sedangkan UU Parpol yang akan direvisi adalah Pasal 32 terkait pengurus parpol harus terdaftar di Menkumham.

DPR berencana merevisi kedua UU tersebut pada masa sidang keempat, 18 Mei mendatang sebagai revisi UU terbatas. Revisi UU Parpol dan UU Pilkada itu diklaim DPR sebagai kompromi sistem ketatanegaraan Indonesia yang belum sempurna.‎ (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini