Sukses

Tarif Nonton Film Mahal, JK Minta Bioskop Rakyat Dihidupkan Lagi

"Harus ada tren lagi bioskop yang ditonton rakyat banyak. Di Jakarta, Makassar, bioskop harganya di atas 30 ribu," kata Wapres JK.

Liputan6.com, Jakarta - Meski bioskop sudah menjamur dan menggunakan teknologi tinggi, nyatanya dunia perfilman Indonesia masih kurang berkembang. Hal ini disebabkan bioskop dimonopoli pihak tertentu dan harga tiketnya mahal sehingga hanya terjangkau bagi kalangan berduit.

Guna membangkitkan kembali gairah perfilman Indonesia, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyarankan agar bioskop khusus rakyat dihadirkan kembali. Hal ini diungkapkan JK dalam Forum Seminar Proteksi & Monetisasi Hak Kekayaan Intelektual untuk Industri Film di Indonesia.

"Harus ada tren lagi bioskop yang ditonton rakyat banyak. Di Jakarta, Makassar, bioskop harganya di atas 30 ribu. Bukan soal tidak mau nonton, tapi tidak sanggup nonton," kata Jusuf Kalla di Jakarta, Rabu (6/5/2015).

"Sekali lagi, kita kultur nonton ada tapi sekarang kecil. Bioskop kita makin mewah. Di Jakarta masih ada tidak bioskop tanpa AC? Semua mewah, tarifnya Rp 30 ribu sampai Rp 100 ribu," lanjut JK.

Tarif bioskop yang tinggi inilah, ucap JK, yang membuat masyarakat berpenghasilan rendah memilih ‎ mencari dan membeli film bajakan. Tentunya, hal ini berpengaruh pada pemasukan industri film dalam negeri.

JK mengatakan, perlu dibuat konsep baru agar bioskop untuk rakyat menjamur lagi. "Zaman waktu kita muda, dating (kencan) selalu bioskop, artinya mau pacaran. Kalau balik ke budaya itu sulit, sudah tinggal SMS, telepon. Kita pacaran terpaksa nonton bioksop, gelap-gelap," jelas mantan Ketua Umum Golkar ini.

JK juga meminta agar produser film dalam negeri membuat film bermutu. Menurut dia, ada 2 poin penting yang harus dimuat dalam film yakni tuntunan dan tont‎onan.

"Mungkin perlu diteliti orang Indonesia sukanya apa. Di India tetap menari walau gembira atau sedih. Kalau konseptual ikut-ikut saja cepat habis. Lagi demen setan, semua setan, cepat bosan," ujar JK.

Dalam ‎forum ini, hadir pula Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara, dan Kepala Badan Ekonomi Kreatif Triawan Munaf. JK meminta agar Yasonna membuat sebuah undang-undang yang dapat melindungi hak cipta film dalam negeri, supaya industri film bisa menguntungkan.

"Kalau mau jaga intelektual properti right film jaga yang film bermutu saja," imbuh dia. "Jangan seperti Cina, bukan copyright tapi right to copy."

‎‎Triawan Munaf menjelaskan, 75 persen penduduk Indonesia berusia 16-24 tahun. Hal ini, lanjut dia, berarti industri film memiliki potensi besar menjadi penggerak ekonomi.

Ia mencontohkan, di Korea Selatan dengan tingkat populasi hanya 0,07 persen dari seluruh dunia, mampu menyumbang 6,6 miliar dolar dari industri film.

"‎Semoga perfilman Indonesia bisa bebaskan diri dari hambatan dan film jadi penggerak ekonomi nasional," tandas Triawan. (Sun/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.