Sukses

6-5-1937: Kecelakaan Maut Mengakhiri Era Balon Udara Zeppelin

Hindenburg, balon udara paling besar sepanjang sejarah, tamat pada 6 Mei 1937.

Liputan6.com, Jakarta - Saat teknologi pesawat terbang masih primitif di tahun 1910, pengangkutan udara secara massal dilakukan menggunakan zeppelin -- balon udara berbentuk cerutu raksasa yang dapat terbang terarah karena mempunyai mesin dan kemudi.

Puncak kejayaan zeppelin terjadi pada tahun 1930-an, ketika LZ 127 Graf Zeppelin dan LZ 129 Hindenburg mengoperasikan penerbangan sipil trans-Atlantik dari Jerman ke Amerika Utara dan Brasil.

Bahkan, puncak Empire State Building yang bergaya Art Deco awalnya dirancang sebagai tempat pemberangkatan alat angkut  rancangan ahli aeronautika dari Jerman, Ferdinand Adolf Heinrich August von Zeppelin itu.

Balon udara Zeppelin di atas Empire State Building

Namun, sebuah kecelakaan maut mengakhiri era zeppelin... Hindenburg, balon udara paling besar sepanjang sejarah, tamat pada 6 Mei 1937.

Werner Franz, yang saat itu berusia 14 tahun, menjadi saksi mata detik-detik pesawat sepanjang 245 meter itu terbakar dan jatuh tatkala mencoba untuk berlabuh dengan tiang pengikat di Stasiun Angkatan Udara Lakehurst di New Jersey, Amerika Serikat.

Tragedi Hindenburg menandai berakhirnya era balon udara. Nyali dan pikiran khas anak muda, serta faktor keberuntungan membuat nyawa Franz tak ikut melayang bersama 36 penumpang dan awak Hindenburg yang lain.

Saat balon Zeppelin yang penuh dengan hidrogen meledak dan terbakar, Franz sedang tugas bersih-bersih di mes para perwira kapal. Tangki air yang bobol di atasnya, melindunginya dari api.

Tragedi kecelakaan Hindenburg (Wikipedia)

Franz muda berhasil melompat dari balon udara, sebelum ia jatuh mengenaskan ke daratan. Pontang-panting ia menyelamatkan diri, melawan angin, dari Hindenburg yang berkobar. Sebuah keputusan yang tepat, jika ia lari ke arah sebaliknya, niscaya ia akan terbakar dan menjadi korban jiwa ke-37.

Setelah tragedi itu, Franz kembali ke Jerman dan menjadi teknisi pesawat selama Perang Dunia II.

Ia kemudian ganti profesi menjadi pelatih roller skating dan ice skating. "Ia tak pernah takut membagi pengalamannya pada siapapun," kata Carl Jablonski, ketua Navy Lakehurst Historical Society, seperti Liputan6.com kutip dari Daily Mail. Jablonski kali terakhir bertemu Franz pada 2004 lalu, pada peringatan tragedi Hindenburg.

Franz tutup usia di usia 92 tahun, akibat gagal jantung pada awal Agustus 2014 lalu. Ia adalah kru terakhir Hindenburg yang tutup usia.

Tragedi Hindenburg dianggap sebagai salah satu kecelakaan udara paling ikonik dalam sejarah karena liputan media yang ekstensif.

John Provan, teman akrab Franz, menceritakan mendiang ikut dalam penerbangan Hindenburg karena kebetulan.

"Kakaknya bekerja di sebuah hotel mewah di Frankfurt, di mana penumpang dan kapten kapal terbang menginap sebelum balon udara lepas landas di pagi buta," kata dia.

Salah seorang kapten saat itu mencari bocah untuk dipekerjakan di kabin, dan kebetulan kabar itu didengar kakak Franz.

"Werner (Franz) sangat beruntung karena saat kejadian dia sedang berada di mess perwira, menjalankan tugas bersih-bersih. Tepat di atasnya ada tangki air yang ambrol dan membasahinya, itu yang melindungi dia dari api dan panas."

Kapal udara LZ-129 Hindenburg merupakan pesawat terbesar yang pernah dibangun pada saat itu. Balon yang namanya diambil dari Presiden Jerman Paul von Hindenburg itu menggunakan aluminium, berukuran sepanjang 245 meter, diameter 41 meter, dan mengandung 211.890 meter persegi gas hidrogen dalam 16 kampit atau sel.

Kapal udara LZ-129 Hindenburg mempunyai daya angkut 112 ton, mempunyai empat mesin diesel berkekuatan 1100 tenaga kuda dengan kecepatan 135 kilometer per jam.

Selain tragedi Hindenburg, tanggal 6 Mei juga menjadi momentum sejumlah peristiwa.

Pada 1960, lebih dari 20 juta penonton menyaksikan pernikahan kerajaan pertama yang ditayangkan televisi, saat Putri Inggris Margaret menikahi  Anthony Armstrong-Jones di Westminster Abbey.

Sementara pada tahun 1996, jasad mantan Direktur CIA, ditemukan tersapu di tepi sungai di Maryland selatan, Amerika Serikat, 8 hari setelah ia dinyatakan hilang. (Ein/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini