Sukses

Pengamat: KPU Jangan Terjebak, Beri Batas Waktu Partai Berkonflik

Peneliti CSIS Philips Vermonte menyarankan, Golkar atau PPP harus menyadari, konflik internal partai mereka membuat masyarakat terganggu.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) tampak bimbang mengikuti rekomendasi Komisi II DPR, dalam memberikan kebijakan terhadap keikutsertaan partai politik yang tengah berkonflik atau mengalami dualisme kepemimpinan.

Pengamat pemilu Veri Junaedi mengingatkan KPU agar benar berhati-hati memutuskan hal tersebut, dan tidak terjebak dalam pusaran politik.

"KPU harus hati-hati benar untuk menentukan partai mana yang bisa ikut Pemilukada serentak. Jangan mudah terjebak. KPU tidak bisa mengakomodir keinginan DPR," ujar Veri di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa 28 April 2015.

Pengamat politik Soegeng Sarjadi Syndicate (SSS) Totok Sugiarto menyarankan, agar KPU memberikan batasan waktu bagi partai yang berkonflik untuk menyelesaikan kisruh internal mereka. Sebab, konflik tersebut berimbas pada tahapan pemilu.

"Konflik partai ini memang berimbas pada tahapan yang terjadi. KPU perlu memberikan deadline waktu. KPU di sini harus ambil sikap," tegas dia.

Totok menilai, dalam usulan Komisi II DPR itu jelas ada kepentingan. Sebab partai yang berkonflik di DPR hanya dikuasai oleh salah satu kubu, yakni Golkar kubu Ical dan PPP kubu Djan Faridz. Karena itu KPU harus independen.

"Karena itu, KPU harus Independen. Tidak ikuti irama Senayan (DPR). Kalau KPU tidak terima masukan DPR, pasti ada yang akan melakukan gugatan. Tapi KPU harus pegang tegus dan junjung supremasi hukum, tidak perlu menjadi mediator atau penengah partai berkonflik, cukup jalan sesuai hukum," papar dia.

Totok juga meminta Bawaslu agar meningkatkan pengawasan pemilu, terutama memberikan masukan kepada KPU. Sebab, Bawaslu akan direpotkan jika KPU salah menerapkan kebijakannya.

"Peran Bawaslu harus terlihat. Pasalnya, Bawaslu adalah pihak yang secara langsung disibukan oleh konflik yang terjadi kalau KPU salah ambil keputusan," tegas Totok.

Sementara Peneliti CSIS Philips Vermonte menambahkan, baik Golkar maupun PPP harus menyadari, konflik internal mereka akan membuat masyarakat terganggu.

"Partai-partai ini belum menyadari konflik internal mereka, selain membuat mereka rugi, masyarakat juga dibuat rugi. Misalnya, ada incumbent yang baik dari kedua partai itu, akhirnya tidak bisa diusung oleh masyarakat. Karena itu jangan main-main dengan Pilkada yang menyangkut masyarakat banyak ini," pungkas Philips. (Rmn)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.