Sukses

Penyelenggara Pesta Bikini Usai UN Merasa Tak Langgar Hukum

Penyelenggara Pesta Bikini usai Ujian Nasional (UN), Divine Production menyambangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).

Liputan6.com, Jakarta - Penyelenggara Pesta Bikini usai Ujian Nasional (UN), Divine Production menyambangi kantor Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI). Mereka meminta KPAI mendengarkan penjelasan mengenai konsep pesta acara yang sebenarnya.

"Jadi kami hari ini ke KPAI untuk menyampaikan permohonan audiensi. Terkait berita yang beredar tentang acara yang kami selenggarakan, yang disampaikan KPAI tanpa mendengar klarifikasi dari kami. Sehingga pemberitaan di media semakin tak terkendali," ujar Kuasa Hukum Divine Production, Andreas Nahot Silitonga di kantor KPAI, Jalan Teuku Umar, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (28/4/2015).

Andreas bersikeras mengatakan acara bertajuk 'Splash After Class' diperuntukan bagi orang dewasa, yaitu usia 18 tahun ke atas. Pernyataan tersebut ia perkuat dengan bukti undangan yang mencantumkan usia 18 tahun ke atas. Selanjutnya, ia mengatakan kliennya akan menolak jika ada anak di bawah umur yang membeli tiket tersebut.

"Ini bukan acara untuk anak kecil. Promosi yang kami lakukan, acara ini untuk 18 tahun ke atas. Kami akan menolak yg di bawah umur. Kita mengerti Undang Undang Perlindungan Anak," kata dia.

Selain itu, kliennya juga tidak bermaksud mengadakan acara yang melanggar norma kesusilaan. Tema busana bikini relevan dengan tema acara yang bertajuk Pool Party dengan lokasi di kolam renang. Ia pun mengambil contoh pergelaran busana bikini di ajang internasional Miss Universe. Menurutnya hal tersebut sah-sah saja dan tidak ada indikasi pornografi dan pornoaksi.

"Bikini dipakainya di mana? Kolam renang kan. Kalau masalah bikini salah atau tidak, kita bicara undang-undang pornografi saja. Pemberitaan juga harus komperensif lah. Miss Universe saja pakai bikini dipakai nggak masalah. Model majalah pria dewasa juga. (Acara) ini dilakukan untuk orang yang dewasa," tukas dia.

Namun Andreas mengakui, target pasar mereka memang siswa-siswi SMA. Menurut mereka, murid SMA yang sudah diambang kelulusan masuk dalam kategori orang dewasa. Mengenai nama beberapa sekolah yang dicantumkan secara sepihak, Andreas menjelaskan ada nota kesepahaman (MoU) antara kliennya dengan murid-murid terkait penjualan tiket di sekolah-sekolah tersebut.

"Bila kita bicara supported by, itu maksud kita kerja sama dalam hal penjualan tiket. Perlu saya jelaskan dalam pembuatan kerjasama tidak ada keterlibatan sekolah sebagai institusi. Hanya beberapa siswa yang bekerjasama dengan kita," tandas Andreas. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.