Sukses

27-4-1865: Sultana, Kapal 'Pencabut 1.800 Nyawa' yang Terlupakan

Liputan6.com, Jakarta - Kapal Sultana tak setenar Titanic, meski keduanya sama-sama berakhir dengan tragis. Tenggelam di tengah pelayaran.

Padahal, dari sisi korban jiwa, Sultana lebih dahsyat. Pada 27 April 1865, 1.800 dari 2.427 penumpangnya tewas saat 3 mesin boiler yang bobrok dan dipaksa kerja berat meledak hebat. Sementara, nyawa yang terenggut dari tenggelamnya Titanic akibat menabrak gunung es berjumlah 1.514.  

Akibatnya ledakan itu, separuh badan Sultana seketika terbakar. Lalu, batu bara panas yang beterbangan membakar sisanya.

Kapal penumpang itu lalu terbakar dan tenggelam dekat Memphis, Tennessee, Amerika Serikat. Di tengah perlayaran mengarungi Sungai Mississippi.

Namun, gaung kecelakaan tersebut -- dulu hingga saat ini -- kalah oleh kejadian-kejadian lain yang momentumnya berdekatan: berakhirnya Perang Saudara di Amerika Serikat, pembunuhan Presiden Amerika Serikat Abraham Lincoln, dan tewasnya sang pembunuh, John Wilkes Booth yang seorang aktor teater sehari sebelumnya.

Faktor lain yang membuatnya kalah terkenal adalah, sebagian besar penumpang Sultana adalah bekas tahanan, tentara Uni, yang baru dibebaskan dari penjara pihak Konfederasi. Bukan kalangan elit, tajir, atau berdarah biru yang menumpang di kelas utama Titanic.

Di bawah komando Kapten J. Cass Mason, Sultana angkat sauh dari St. Louis pada 13 April 1865, menuju New Orleans. Dua hari kemudian, kapal itu bersandar di Cairo, Illinois. Saat itulah terdengar kabar bahwa Presiden Abraham Lincoln tewas ditembak di Ford's Theater.

Sang nakhoda pun berlayar menuju selatan untuk menyebarkan berita itu. Jaringan telegraf ke pihak Selatan terputus kala itu.

Di tengah perjalanan, ia didekati petinggi Vicksburg, Mississippi Letkol Reuben Hatch dan diminta memulangkan tawanan, orang-orang Uni yang ditahan pihak Konfederasi. Jumlahnya 1.400 orang. Mason yang tak punya melihatnya sebagai tawaran menggiurkan.

Di tengah jalan, salah satu mesin uap bocor. Mason dan kepala mekanik kapal memerintahkan para teknisi melakukan 'perbaikan sementara'. "Waktu adalah uang," begitu alasannya.

Entah bagaimana, tahanan yang diangkut Sultana makin bertambah. Jumlahnya mencapai 2.100 orang -- dijejalkan di seluruh jengkal kapal, itu belum termasuk para awak. Kebanyakan para bekas tawanan dalam kondisi lemah dan sakit akibat perlakuan di kamp Konfederasi.  

Kapal makin berat oleh muatan 120 ton gula dan batu bara yang diambil di tengah perjalanan menuju utara.  Saking penuhnya, geladak mulai berderit dan melorot. Balok kayu yang berat akhirnya digunakan sebagai penyangga.

Tragedi Kapal Sultana 27 April 1865 (Wikipedia)

Malangnya, Sungai Mississipi yang dilintasi sedang tak ramah kala itu. Banjir musim semi sedang melanda. Kapal makin oleng dan reyot. Akhirnya pada pukul 02.00, 27 April 1865, saat Sultana hanya berjaral 7 mil dari Memphis, tungku uap meledak.

Mereka yang selamat dari ledakan luar biasa panik, terjun ke air, berusaha menyelamatkan diri dari kapal yang terbakar. Namun, kondisi yang lemah membuat tenaga terkuras. Orang-orang mendekat satu sama lain. Lalu tenggelam bersama.

Hanya sedikit yang berhasil diselamatkan kapal uap Bostona II yang melintas di lokasi kejadian sejam kemudian, dalam pelayaran perdananya. Sementara, puluhan orang, dengan mengerahkan segala daya, berhasil mencapai tepi daratan Memphis.

Sebanyak 700 orang lolos dari kapal. Mayoritas menderita luka bakar yang mengerikan. Dan tak semua bertahan hidup, 200 di antaranya meninggal di ambin rumah sakit.

Tidak pernah ada yang dimintai pertanggungjawaban atas bencana maritim terbesar dalam sejarah Amerika Serikat itu.  Menjadi misteri yang tak terjawab.

Bertahun-tahun kemudian, pada 2014, media PBS berusaha menguak teka teki musibah itu. Dalam program 'History Detectives'.

Tragedi Kapal Sultana 27 April 1865 (Wikipedia)

Pembawa acara sekaligus penyelidik, Wes Cowan mengatakan, kebanyakan orang Amerika Serikat mungkin tak pernah mendengar tentang tragedi Sultana.

Soal penyebabnya, ada begitu banyak teori konspirasi soal itu. Salah satunya, akibat sabotase oleh simpatisan Konfederasi di akhir Perang Saudara.

Namun, penyelidikan mereka menemukan fakta lain. Bahwa persetujuan dari Lincoln terkait pemulangan para tahanan diduga ikut andil dalam musibah itu. Ditambah lagi, para pejabat militer yang korup di Vicksburg terus membuat Sultana penuh sesak, padahal masih ada kapal kosong di pelabuhan.

"Tidak ada yang berani menuding Washington ikut salah dalam kejadian itu. Padahal, kekeliruan atas insiden itu mengarah tepat ke Abraham Lincoln di Gedung Putih, "kata Cowan seperti dikutip dari Memphisdailynews.com. "Kontraktor militer selalu mengambil keuntungan dari situasi itu. Di mana ada uang dan ada pemerintah, selalu ada pihak-pihak yang ingin meraup keuntungan."

Sementara itu, para tahanan yang baru keluar dari kamp penjara bersedia untuk tidur berdesakan di dek. Mereka ingin pulang secepat mungkin.

Program tersebut juga menyusuri sungai yang diyakini sebagai titik celaka Sultana. "Di suatu tempat di bawah dataran banjir Sungai Mississippi, ada ratusan tentara Uni yang mungkin terkubur di sana," kata Cowan. 

Selain musibah Kapal Sultana, pada tanggal yang sama tahun 1521, di tengahPertempuran Mactan, Penjelajah Portugis Ferdinand Magellan dibunuh oleh penduduk asli Filipina yang dipimpin oleh Lapu-Lapu. (Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.