Sukses

Seperti Ini Rasa Sampanye Berusia 170 Tahun

Dari sebuah kapal yang karam 170 tahun lalu, ditemukan botol-botol sampanye langka. Ada jejak arsenik di dalamnya.

Liputan6.com, Champagne-Ardenne - Dari sebuah kapal yang karam 170 tahun lalu, ditemukan botol-botol sampanye langka. Kini, minuman keras itu sedang diuji oleh para ilmuwan di laboratorium. Untuk menguak petunjuk tentang metode pembuatan wine alias anggur di masa lalu.

Para ilmuwan menemukan adanya kandungan gula yang sangat tinggi -- lebih tinggi dari wine modern. Juga -- yang mengejutkan -- jejak arsenik.

Botol-botol minuman keras itu, yang jumlahnya 168, ditemukan di dasar Laut Baltik pada Juli 2010. Beberapa di antaranya terawetkan dengan baik karena berada di lingkungan yang relatif stabil, dingin, dan gelap.

Dalam sebuah pelelangan pada 2011, beberapa di antaranya terjual dengan harga puluhan ribu dolar per buah.

Studi terbaru yang dipublikasikan dalam jurnal PNAS melaporkan tentang analisis kima dan sensorik cairan bersejarah. Penelitian tersebut dipimpin Profesor Philippe Jeandet dari University of Reims di Champagne-Ardenne, Prancis.

Profesor Jeandet dan para koleganya menggunakan beberapa jenis analisis kimia untuk membandingkan 3 botol yang berasal dari kapal karam -- yang dibuat oleh Veuve Cliquot -- dengan produk yang dihasilkan perusahaan yang sama.

Kepada BBC, ia mengaku mencicip 0,1 ml sampanye kuno, sebagai bagian dari pengujian yang melibatkan para ahli dan para pembuat wine di Veuve Cliquot.

"Tak mungkin untuk membauinya," kata Prof Jeandet seperti dikutip dari BBC, Rabu (22/4/2015). Jumlahnya terlalu kecil.

Namun, dari cairan yang sedikit itu, sang profesor mencecap aroma tembakau dan kulit yang intens.  "Rasanya bertahan 2-3 jam."  

Tim peneliti menemukan bahwa komposisi sampanye kuno itu serupa dengan sampel modern. Hanya ada beberapa perbedaan mencolok.

Salah satunya, nyaris tak ada busa yang tersisa. "Kandungan CO2 kurang dari 2 gram per liter. Sementara untuk sampanye saat ini, CO2 dalam botol sekitar 10-11 gram per liter," kata Jeandet.

Kurangnya kandungan itu mungkin disebabkan lolosnya CO2 secara bertahap melalui gabus penutupnya.

Meski demikian, kondisi bawah laut -- terperatur yang stabil antara 2-4 derajat Celcius, dengan kadar garam rendah, pencahayaan kurang, dan tekanan tinggi -- menjaga kondisi minuman tersebut dalam kondisi baik.

"Yang paling mengejutkan adalah mengetahui bahwa aroma dan kandungan kimia tetap terjaga selama sampanye itu berada di dasar laut," kata Jeandet.

Sementara itu, Andrew Waterhouse, ahli dari University of California Davis berpendapat, penelitian tersebut sangat menarik. Terutama soal kandungan gula yang ada di dalamnya.

"Itu mirip seperti wine yang kita minum saat ini. Jadi, itu bukan relik kuno, melainkan bagian dari sejarah saat ini. Saat ini pun kita minum sampanye," kata dia.

"Namun, sampanye tersebut sangat berbeda, terutama berkenaan dengan kadar gulanya.

Lalu, dari mana asal muasal jejak arsenik dalam sampanye itu?

Profesor Waterhouse menyebut, jejak arsenik (As) mungkin mengindikasikan penggunaan zat tersebut untuk mengendalikan hama di kebun anggur saat itu.

Tak hanya arsenik. Di dalam sampanye tersebut juga ditemukan unsur timbal dan besi. Unsur logam itu mungkin berasal dari tong anggur, sebelum minuman dibotolkan. Dari katup besi dan kuningan yang ada di wadah itu. (Ein/Tnt)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini