Sukses

KPU: Pembatasan Calon Kepala Daerah karena Adanya Dinasti Politik

Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, aturan ini dibuat berdasarkan kasus yang terjadi akibat munculnya dinasti politik di daerah.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan untuk membatasi pencalonan kepala daerah pada pilkada serentak tahun ini. Pembatasan ini bukan tanpa alasan, mengingat kecenderungan terjadinya dinasti politik saat ini sudah sangat mengkhawatirkan.

UU No 8 Tahun 2015 tentang Pilkada menyebutkan adanya pembatasan bagi calon petahana. Pembatasan tersurat pada Pasal 7 huruf R, yang menyebut calon kepala daerah tidak boleh memiliki konflik kepentingan dengan petahana.

Undang-undang ini lalu diinterpretasikan lagi oleh KPU melalui rapat. Komisioner KPU Ida Budhiati mengatakan, aturan ini dibuat berdasar beberapa kasus hukum yang terjadi akibat munculnya dinasti politik di daerah.

Sebut saja keluarga Atut di Banten dan yang baru ini adalah Adriansyah yang anaknya kini menggantikan dirinya sebagai Bupati Tanah Laut di Kalimantan Selatan.

"Awalnya kami semangat mengurus detail. Kemudian dalam perjalanan masuk pada apa latar belakang petahana. Sekarang masih dinilai pada pembatasan suami-istri, tidak memiliki hubungan sedarah satu tingkat ke atas dan ke bawah dengan petahana," kata Ida dalam diskusi politik di kantor YLBHI, Jakarta, Selasa (14/4/2015).

Ida mengatakan, peraturan ini bisa saja berubah karena rincian dari UU No. 8 Tahun 2015 belum diundangkan. Hal ini masih sebatas persetujuan antar-komisioner KPU.

Dia sadar, pembatasan ini akan menimbulkan banyak pertentangan, terutama bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan atau terganggu kepentingannya akibat pembatasan ini.

"Solusinya mau dibatasi pencalonanya atau penegakan hukumnya benar-benar dilakukan. Sanksi terberat yang paling ditakuti sebenarnya dibatalkan pencalonannya. Kalau terbukti ada campur tangan, keluarga atau lainnya yang bertanggung jawab ya calonnya," jelas Ida.

Sejauh ini, undang-undang itu sudah digugat oleh 7 pihak di Mahkamah Konstitusi. KPU juga sudah menggelar rapat koordinasi dengan MK terkait penyelesaian polemik ini.

"Majelis hakim MK harus memiliki semangat untuk segera menyelesaikan perkara ini. Karena tidak ada waktu lagi, Juni 2015 pendaftaran sudah dilakukan," tutup Ida. (Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.