Sukses

Senjata Made in Indonesia: Libas Asia, Bidik Timur Tengah

Senjata harus terbukti ketangguhannya sebelum dipesan negara lain. TNI dan Polri diimbau lebih banyak menggunakan produk anak bangsa.

Liputan6.com, Bandung - Tak hanya jago kandang, PT Pindad (Persero) ternyata mampu memasarkan produk-produknya ke beberapa negara tetangga bahkan juga di wilayah Timur Tengah. Namun memang, untuk bisa memperbesar pasar ekspor, Pindad masih membutuhkan proses yang panjang.

Direktur Utama Pindad, Silmy Karim, menjelaskan konsumen tetap produk-produk Pindad adalah lembaga-lembaga pertahanan dalam negeri seperti TNI dan Polri. Produk senjata yang selama ini dipesan oleh lembaga-lembaga tersebut adalah Senjata Serbu (SS) tipe 1 dan tipe 2.

“Tetapi produk yang selalu rutin dipesan adalah munisi atau orang sering menyebutnya peluru,” jelasnya kepada Liputan6.com.

Amunisi produksi PT Pindad (http://pindad.com)

Selain senjata dan amunisi, alat perang yang diproduksi oleh Pindad juga banyak dipesan oleh TNI dan Polri. Sebut saja panser Anoa dan kendaraan tempur segala medan, Komodo.

Namun ternyata, selain untuk mencukupi pasar dalam negeri, produk-produk Pindad juga banyak dipesan beberapa negara lain. Silmy menyebutkan, hampir seluruh negara di ASEAN menjadi konsumen tetap Pindad.

Ia pun menyebutkan satu persatu negara tersebut seperti Thailand, Timor Leste, Singapura, dan Malaysia. “Untuk Filipina sekarang dalam proses tender dan Laos dalam proses pengiriman,” jelasnya.

Produk-produk dari Pindad yang menjadi andalan ekspor adalah peluru dan juga alat tempur. Untuk jenis peluru, keunggulan dari Pindad karena perusahaan tersebut mampu memproduksi semua ukuran. Sedangkan untuk alat tempur yang banyak dipesan adalah panser yang bisa bergerak di semua jenis medan.

Beberapa kendaraan taktis buatan PT Pindad juga ikut dipamerkan dalam pameran alutsista di Mabes TNI (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Silmy melanjutkan, saat ini perseroan juga sedang mencoba memasarkan produknya ke Timur Tengah. Memang, ada beberapa tantangan untuk masuk ke pasar di sana.

Kondisi medan yang sangat berbeda dengan Indonesia mengharuskan Pindad memproduksi purna rupa yang cocok dengan kondisi di sana.

Selain itu, Silmy melanjutkan, pemasaran senjata tidak sangat berbeda dengan produk atau barang lain. “Jadi kalau negara tersebut tertarik dengan produk Pindad tidak bisa langsung sembarang pesan. Mereka harus melalui banyak tahap seperti persetujuan dari pemerintah dan lainnya. Jadi prosesnya bisa lebih dari 1 tahun,” ungkapnya.

Saat ini, Pindad terus aktif mengikuti pameran-pameran di beberapa negara untuk memperkenalkan produk-produknya. Namun selain berusaha sendiri, Pindad juga meminta dukungan dari pemerintah untuk bisa memasarkan produknya.

 

Ia pun menjelaskan, sebuah senjata atau alat tempur harus terbukti ketangguhannya dahulu sebelum bisa dipesan oleh negara lain. Untuk membuktikan ketangguhan tersebut Pindad meminta agar TNI dan Polri bisa selalu menggunakan produk-produk mereka. “Negara lain tanya kalau produkmu tidak dipercaya di negara sendiri kenapa saya harus pakai?” tuturnya.

Selanjutnya: Butuh Rp 4 Triliun Untuk Modernisasi...

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

2 dari 2 halaman

Butuh Rp 4 Triliun Untuk Modernisasi

Butuh Rp 4 Triliun Untuk Modernisasi

Tentu saja, untuk bisa mengembangkan lini produksi, Pindad juga membutuhkan dukungan dana dari pemerintah. Dalam hitungan Silmy, dana yang dibutuhkan agar produksi bisa maksimal kurang lebih Rp 4 triliun. Dana tersebut untuk memodernisasi dan meningkatkan kapasitas.

Tapi memang, pemerintah tidak serta merta mengabulkan permintaan Pindad. Pada tahun ini, pemerintah  hanya memberikan Rp 700 miliar melalui skema penyertaan modal negara. Mendapat dana tersebut, Silmy pun sudah membuat daftar apa yang akan dilakukan.

"‎Rp 700 miliar untuk Pindad itu yang pertama adalah untuk modernisasi peralatan dan perlengkapan mesin. Kedua adalah meningkatkan kapasitas untuk merespon kebutuhan Kemhan, TNI, dan Polri," kata Silmy.

Pindad memfokuskan untuk penyediaan amunisi dan produksi main battle tank‎. Silmy menjelaskan saat ini permintaan amunisi hanya berkisar 100 juta sampai 150 juta peluru. Angka tersebut jauh dari jumlah ideal yang dibutuhkan.

"Sekarang prajurit itu membutuhkan 1,5 ribu peluru per tahun untuk latihan, kalau kami kali jumlah prajurit itu 400 ribu berarti kurang lebih kebutuhan peluru di Indonesia untuk menjamin level kemampuan prajurit yang ideal itu butuh 600 juta peluru," terangnya.

Amunisi produksi PT Pindad (http://pindad.com)

Pindad juga mengusahakan untuk memproduksi tank yang tidak berat, tapi termasuk main battle tank. Produksi tersebut juga dibantu oleh negara lain.

 "Untuk yang amunisi kaliber besar itu dengan Jerman, untuk bagian atas tank itu dengan Belgia dan Italia. Platform tanknya itu dengan Turki yang kerja sama dengan Inggris‎," tandas Silmy.

Pindad ternyata tidak melulu memproduksi alat perang. Ada beberapa produk di luar alat perang yang juga mereka produksi. Salah satunya adalah generator dengan kapasitas di bawah 10 mega watt. Ternyata, Pindad sudah mampu membuat generator tersebut sejak 1980.

Pindad menggandeng produsen komponen listrik asal Jerman Siemens untuk memproduksi generator listrik. Kualitas generator yang diproduksi Pindad  tidak diragukan. Pasalnya, sampai saat ini generator yang diproduksi tersebut masih tetap digunakan oleh PT PLN (Persero).

Silmy menjelaskan, alasan Pindad memproduksi peralatan yang di luar core bisnis hanyalah untuk memaksimalkan alat produksi yang telah ada. “Karena bisa digunakan untuk memproduksi alat-alat lainnya maka kami maksimalkan,” jelasnya.

Direktur Utama PT Pindad, Silmy Karim (Fotografer: Ilyas Istianur P/Liputan6.com)

Ia melanjutkan, selain memproduksi generator, Pindad juga mulai memproduksi alat-alat berat seperti traktor dan sejenisnya. Produksi tersebut dimaksudkan untuk mempercepat kemandirian negara dalam menjalankan proyek-proyek infrastruktur.

Silmy mengungkapkan produksi alat-alat berat tersebut sesuai dengan permintaan Menteri Perindustrian, Saleh Husein. "Alat berat ini bagian dari penugasan bagaimana teknologi pertahanan dapat mendukung industri atau produk yang dijual non pertahanan," katanya.

Secara teknologi, Pindad mampu untuk memproduksi alat-alat berat yang selama ini banyak di pasok dari China dan Jepang itu.

Saat ini perseroan tengah melakukan proses pembuatan prototype. Mengingat ini sebagai bagian pengembangan hasil teknologi yang baru, Silmy mengaku tidak menutup kemungkinan untuk juga bekerja sama dengan asing dalam hal pengembangan bisnis tersebut. Silmy mentargetkan proses pembuatan prototype tersebut akan selesai pada Juni 2016. (Ein)

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini