Sukses

KPU: Data Pilpres Memang untuk 'Disedot' Publik

Komisioner KPU Juri Ardiantoro menilai tidak ada urgensi untuk melakukan penyelidikan terkait isu sedot data hasil Pilpres 2014.

Liputan6.com, Jakarta - ‎Komisioner KPU Juri Ardiantoro menilai tidak ada urgensi untuk melakukan penyelidikan terkait isu sedot data yang diungkapkan mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK sekaligus politisi Nasdem, Akbar Faisal. Sebab data KPU tidak ada yang rahasia dan selalu dibuka untuk umum.

"Peristiwa itu (sedot data) di luar domain KPU. Jadi mesti dikonfirmasi dulu adalah apakah betul mereka telah menyedot dan apa relevansinya dengan hasil pemilu. KPU tidak punya kepentingan sedot menyedot data karena seluruh data yang dimiliki, disediakan untuk diambil, dan direkam. Jadi data KPU itu data terbuka," kata Juri di Gedung KPU, Jakarta, Senin (13/4/2015).

Juri menjelaskan, sejak awal proses Pemilu maupun Pilpres 2014, KPU telah membuat kebijakan untuk membuka datanya ke publik. Dengan demikian, publik bisa ikut mengawal suara mereka.

Ia juga tidak terlalu mengkhawatirkan ‎adanya manipulasi, karena data sudah dibuka sejak TPS di daerah hingga dibawa ke KPU pusat.

"Dugaan kalau itu bisa manipulasi data pilpres? Dugaannya di mana? Kan suara kan dibuka. Mulai dari PPS, PPK, sampai pusat kan itu data semua orang tau. Pertanyaan saya, mempengaruhi di mana? Orang data itu dibuka," ungkap Juri.

KPU sebelumnya diminta untuk menyelidiki kebenaran soal alat sedot data yang diungkapkan mantan anggota Tim Transisi Akbar Faisal. Kredibilitas KPU pun dipertaruhkan, seandainya yang diungkapkan Akbar benar, karena ditakutkan adanya manipulasi suara saat Pilpres.

"Kita ingin supaya KPU melakukan sesuatu untuk mengetahui apakah hal ini terjadi atau tidak. Apakah memang ada mesin yang sudah disiapkan dalam hal ini, Pak Luhut Binsar Pandjaita, yang memang sudah di pasang di halaman KPU dan bisa menyedot data KPU," Ketua Komite Pemilih Indonesia (Tepi) Jerry Sumampouw.

Pengamat politik Ray Rangkuti menambahkan‎, isu sedot data ini tidak bisa disikapi dengan main-main. ‎Apalagi KPU merupakan tempat rekapitulasi suara dan nantinya akan berhadapan dengan pilkada serentak.

"Masalahnya data KPU ini data yang banyak diincar. Sedot data tidak bisa dianggap main-main. Tidak ada alasan KPU untuk menganggap upaya ini main-main," tandas Ray.

Isu penyedotan data KPU pertama kali muncul dari bocornya pesan pribadi Akbar Faisal kepada Deputi II Kantor Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho. Sejumlah pesan diutarakan dalam surat tersebut seperti rekrutmen lulusan Harvard hingga soal peran relawan.

Dalam pesannya juga Akbar menyebut Kepala Staf Presiden Luhut Pandjaitan pernah menawarkan teknologi yang bisa menyedot data-data dari KPU dengan cukup memarkirkan mobil di dekat kantor lembaga penyelenggara pemilu itu.

"Juga proposal beliau tentang sistem IT beliau yang cukup memarkir mobil di depan KPU dan seluruh data-data bisa tersedot. Kami di Jl. Subang 3A --itu markas utama pemenangan Jokowi Mas-- terkagum-kagum membayangkan kehebatan teknologi Pak LBP sekaligus mengernyitkan dahi tentang proses kerja penyedotan data tadi. Saya yang pernah menjadi wartawan senyum-senyum saja sebab sedikit paham soal IT. Senyumanku semakin melebar saat membaca jumlah dan yang dibutuhkan untuk pengadaan teknologi sedot-menyedot tadi," tulis Akbar dalam pesan itu.

Kepala Staf Kepresidenan Luhut Pandjaitan pun tak mau ambil pusing terkait tulisan Akbar itu. "Kalau dia nyindir sah-sah saja, hak dia," ungkap Luhut di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin 6 April 2015. (Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini