Sukses

Pilkada Serentak Picu Konflik Serentak?

Peneliti LIPI Syamsuddin Haris menekankan kepada KPU bagaimana meminimalisir konflik dalam penyelenggaraan Pilkada.

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemilihan Umum (KPU) memprediksi tidak menutup kemungkinan pelaksanaan Pilkada serentak 9 Desember mendatang berpotensi terjadi sengketa. Salah satu penyebabnya adalah adanya dualisme kepemimpinan di tubuh partai politik seperti Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Golkar.

Komisioner KPU Ferry Kurnia Rizkiansyah mengatakan, peserta Pilkada pada Pemilu 2014 ada 12 parpol. Namun tidak semua kepengurusan parpol tersebut solid, dan ini menjadi kendala KPU dalam pelaksanaan Pilkada nanti. Karena itu, pihaknya akan koordinasi dengan pemerintah terkait keabsahan parpol.

"Kami akan berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan kepengurusan parpol yang sah. Memang itu akan jadi potensi masalah dalam penyelenggaraan Pilkada serentak nanti," ujar Ferry di Media Center KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Rabu 8 April 2014.
 
Hal senada juga disampaikan peneliti Electoral Research Institute (ERI) Nur Hasyim. Ia mengatakan, waktu persiapan pelaksanaan Pilkada serentak cukup sempit. Belum lagi persoalan di daerah yang masih terkendala anggaran. Kondisi tersebut bisa berpotensi sengketa selama pelaksanaan dan sesudahnya.

"Persiapan time frame sangat mepet. Hanya persiapan selama 7 bulan, saya kira bukan Pilkada serentak yang ideal. Apalagi beberapa daerah masih menghadapi persoalan budget," ucap Nur.

Menurut Nur, jika pemilu hasilnya tipis, pasti sangat berpotensi disengketakan. "Konflik tersebut biasanya berkaitan dengan keabsahan hasil, bukan proses," ujar dia.

Nur meminta kepada KPU untuk menyiapkan MoU dengan TNI, untuk membantu pengamanan Pilkada serentak di sejumlah daerah. Karena jumlah personel kepolisian sangat terbatas. KPU juga harus berkoordinasi dengan DPR RI dan Kemendagri terkait hal ini.

Konflik Serentak?

Peneliti LIPI Syamsuddin Haris menekankan kepada KPU bagaimana meminimalisir konflik dalam penyelenggaraan Pilkada serentak. Karena pelaksanaan yang serentak ini juga akan berpotensi konflik yang serentak pula. Ia pun meminta KPU mempertimbangkan efisiensi dan efektivitas Pilkada serentak.

"Jauh lebih penting bagaimana kualitas Pilkada serentak. Jangan sampai Pilkada serentak justru lebih buruk dari Pilkada biasanya. Malah berpotensi konflik serentak," ujar Syamsuddin.

Dosen Pascasarjana Universitas Pancasila ini juga mengingatkan kemungkinan konflik akibat persoalan dualisme parpol. Karena konflik internal parpol yang selesai di tataran nasional, belum tentu selesai di tingkat daerah.

"Masalah lain yang kemungkinan muncul adalah konflik internal parpol. Bisa saja konflik selesai di tingkat nasional, tapi tidak di tingkat daerah. Ini juga harus menjadi perhatian KPU," pungkas Syamsuddin. (Rmn/Sss)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.