Sukses

Putri Anwar Ibrahim Minta Dukungan Masyarakat Indonesia

Peristiwa itu yang diinginkan terjadi di Malaysia oleh Wakil Ketua Partai Keadilan Rakyat (PKR), Tian Chua.

Liputan6.com, Jakarta Peristiwa Mei 1998 yang terjadi di Indonesia menjadi tonggak awal bagaimana demokrasi mendapatkan ruang kebebasannya. Peristiwa itu yang diinginkan terjadi di Malaysia oleh Wakil Ketua Partai Keadilan Rakyat (PKR), Tian Chua.

Tian Chua mengatakan, bahwa saat ini perjuangan demokrasi seperti yang terjadi di Indonesia pada 1998 itu tengah direncanakan pihak oposisi Malaysia termasuk PKR yang tergabung dalam Pakatan Rakyat. Bahkan, langkah-langkahnya seperti apa juga tengah disusun.

"Indonesia sudah pernah reformasi 1998. Kita harap Malaysia bisa lakukan itu. Itu akan diskusikan. ‎Langkah-langkahnya lagi kita susun," ujar Tian Chua di Kantor Kontras, Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (4/4/2015).

Tian Chua bersama 2 putri pemimpin oposisi Anwar Ibrahim, Nurul Izzah dan Nurul Iman tengah berkunjung ke Indonesia. Mereka hendak meminta dukungan masyarakat Indonesia terhadap kebijakan Pemerintah Malaysia‎ yang dianggap otoriter.

Hal ini menurut mereka terbukti kala Anwar ditangkap dan dipenjara selama tahun karena dituding melakukan sodomi pada 2008 silam.

Tian Chua menambahkan, tak cuma Anwar yang dihadapkan pada proses hukum di Malaysia. Sedikitnya ada 11 anggota parlemen dari partai oposisi pernah berurusan hukum usai Pemilu 2013 lalu. Termasuk dengan dirinya sendiri.

Sebagian dari mereka pernah dipenjara dan ‎sudah dibebaskan. Tapi masih ada pula yang masih menunggu putusan Mahkamah apakah dipenjara atau bebas dari dakwaan.
‎
"Ada ‎11 anggota palimen dari 3 partai oposisi yang pernah ditangkap dan ditahan. Sebagian dari mereka masih tunggu putusan, ditahan atau tidak. Mereka dijerat pasal penghasutan dan pasal penghimpunan demonstrasi tanpa izin," ujar Tian Chua yang bersama Wakil Ketua Partai Keadilan Nurul Izzah menjadi anggota parlemen Malaysia periode sekarang.

Pemimpin oposisi Malaysia yang Anwar Ibrahim kembali berhadapan dengan hukum pada 10 Februari 2015 lalu. Dia dieksekusi otoritas keamanan Malaysia untuk menjalani hukuman penjara karena dianggap terbukti oleh pengadilan melakukan sodomi pada 2008 silam.
‎
Selang sekitar sebulan kemudian, putri Anwar, Nurul Izzah (34) juga ditangkap dan ditahan usai memberi pernyataan bersifat kritik di hadapan parlemen terkait hukuman penjara yang dijatuhkan kepada ayahnya tersebut. Anggota Parlemen dari PKR itu dianggap melanggar pasal penghasutan/UU hasutan/Sedition Act 1948.

Polis Diraja Malaysia (PDRM) menyatakan Nurul Izzah ditahan karena pernyataannya yang dianggap menghina Pemerintah. Di depan parlemen Nurul mengatakan orang-orang yang berada di dalam sistem peradilan Malaysia telah menjual jiwa mereka kepada 'setan'.‎

Setelah ditahan selama 1 malam, Nurul Izzah akhirnya dibebaskan dengan jaminan pada 17 Maret 2015. Namun penahanan Nurul Izzah itu sempat memicu pernyataan prihatin dari sejumlah pihak. Termasuk dari Kementerian Luar Negeri AS.

Sudah berpuluh tahun lamanya Pemerintah Malaysia menerapkan Sedition Act 1948. Undang-undang anti-penghasutan itu diterapkan bagi mereka yang dinilai telah mengkritik Pemerintah Malaysia. Peraturan itu dianggap oleh sejumlah kalangan, baik di Malaysia sendiri maupun oleh pihak internasional, sebagai ancaman terhadap kebebasan berekspresi, hukum, dan independensi sistem hukum Malaysia.‎

Undang-undang anti-penghasutan, yang merupakan peninggalan Inggris, dianggap telah mengkriminalkan sebuah pernyataan dari individu atau kelompok dengan tendensi menghasut yang tak didefinisikan dengan jelas. Sejumlah kalangan menyebut Pemerintah Malaysia menggunakan undang-undang itu untuk membungkam kelompok yang dianggap berseberangan.‎ (Ger/Ein)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini