Sukses

Penggeledahan Kemenkumham Jadi Bahan Pemeriksaan Denny Indrayana

Sejumlah item yang disita penyidik mulai dari proposal pengajuan program layanan payment gateway, surat-surat, dan dokumen hasil rapat.

Liputan6.com, Jakarta - Penyidik Bareskrim Polri menyita 229 barang usai penggeledahan di Kementerian Hukum dan HAM. Penggeledahan tersebut terkait dugaan korupsi Payment Gateway atau pembuatan paspor online pada tahun 2014, yang menjerat Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana.

"Kemarin ada penggeledahan di Kemenkumham tepatnya di Imigrasi, ‎229 item yang disita hasil penyitaan. Ada lagi yang masih diverifikasi di sana. Dijadikan bahan-bahan pertanyaan apabila dia (Denny Indrayana) hadir pemeriksaan hari ini," kata Kabag Penum Mabes Polri Kombes Pol Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (2/4/2015).

Rikwanto menjelaskan, sejumlah item yang disita penyidik mulai dari proposal pengajuan program layanan payment gateway, surat-surat, dan dokumen hasil rapat dalam menjalankan program pembayaran paspor secara elektronik tersebut.

"Ada memang beberapa hard disk atau software yang sedang diupayakan oleh penyidik, tapi Imigrasi kooperatif. Apa yang dimaksud penyidik akan dicarikan dan ditemukan," ungkap Rikwanto.

Rikwanto menjelaskan, ada pemanggilan Denny untuk diperiksa sebagai tersangka pada hari ini. Pemanggilan ini melanjutkan pemeriksaan yang telah berjalan, karena pemeriksaan sebelumnya Denny merasa kelelahan.

"Seharusnya jam 9 atau 10 hadir namun belum hadir, biasanya akan ditunggu sampai jam 15.00 WIB," kata Rikwanto.

Kasus dugaan korupsi dalam program ini bermula atas laporan Andi Syamsul Bahri pada 10 Februari 2015. Denny dilaporkan dengan tuduhan korupsi dalam program payment gateway itu. Sejauh ini, Polri pun telah memeriksa sebanyak 21 saksi termasuk mantan Menkumham Amir Syamsuddin yang telah dua kali diperiksa penyidik Bareskrim.

Bareskrim menetapkan Denny sebagai tersangka atas dugaan korupsi proyek payment gateway pada Rabu 25 Maret 2015. Ia diduga menyalahgunakan wewenang dalam program sistem pembayaran pembuatan paspor secara elektronik di Kementerian Hukum dan HAM.

Ia diduga melanggar Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 dan Pasal 23 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 421 KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (Mvi/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.