Sukses

Ketua Parlemen Jerman Ingatkan RI soal Penyalahgunaan Agama

Menurut Ketua Parlemen Jerman, persoalan itu terkait penyalahgunaan agama untuk tujuan individu serta merebaknya kaum sekuler.

Liputan6.com, Tangerang Selatan - Ketua Parlemen Jerman atau dikenal sebagai Presiden of German Bundestag, Prof Dr Norbert Lammert tengah berada di Indonesia. Lammert dijadwalkan melakukan kunjungan resmi ke sejumlah pejabat tinggi Indonesia termasuk Menlu Retno Marsudi.

Selain acara resmi kenegaraan, Lammert menggunakan waktunya untuk menyampaikan kuliah umum serta pidato di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarief Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten. Dalam kuliahnya, Lammert mengaku Indonesia dan Jerman masih menghadapi masalah sama. Persoalan itu terkait penyalahgunaan agama untuk tujuan politik serta merebaknya kaum sekuler.

"Kita (Indonesia-Jerman) hari ini menghadapi 2 tantangan kembar. Di satu sisi kita dihadapkan sekelompok orang yang mengatasnamakan agama untuk mencapai tujuan politiknya," papar Lammert di Ciputat, Tangerang Selatan, Selasa (31/3/2015) malam.

Dia menilai kelompok ini patut diwaspadai serta ditangani secara serius. Sebab, mereka tidak ada komporomi sama sekali bahkan melakukan kekerasan tidak menghiraukan konstitusi dan HAM agar keinginannya terwujud.

Fenomena lain yang sedang merebak, lanjut dia, adalah kelompok fundamentalisme sekuler. Kelompok tersebut perlu diwaspadai penyebaran pemikirannya karena mengabaikan sama sekali agama. Tanpa ragu, imbuh Lammert, mereka menyebut agama tak perlu tampil di ruang publik.

"Mereka menganggap agama peninggalan masa lalu tidak layak hidup saat ini padahal menurut keyakinan masyarakat Jerman orang Barat bisa memiliki hak asasi manusia (HAM) dan demokrasi karena diinspirasi agama. Tidak akan pernah ada HAM tanpa agama," tambah dia.

Lamnert menyebut secara teori memisahkan agama dan kehidupan masyarakat merupakan omong kosong. Karena faktor-faktor penting dalam kehidupan bermasyarakat serta bernegara berpangkal dari pemikiran agama.

"Ini tak ada jalan lain kecuali negara yang ambil peran tidak boleh agama ini agar membiarkan individu-individu negara ini bebas. Di satu sisi mereka meyakini agamanya satu sisi menyangkut hak-hak mereka agama mana pun tak boleh mengambilnya," tegas dia.

Ketua Parlemen Jerman menambahkan, hal itu adalah keseimbangan yang rumit antara agama dan negara, agama dan politik.

"Dan ini tak bisa sekali jadi. Saya memberi saran agar menjaga keseimbangan yang rumit ini," pungkas Norbert Lammert. (Ans/Mut)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.