Sukses

30 Maret, Hari Film Nasional

30 Maret 1950 merupakan momen pertama pengambilan gambar film 'Darah dan Doa' yang disutradarai, diproduksi, dan dimainkan orang Indonesia.

Liputan6.com, Jakarta - Hari ini 30 Maret diperingati sebagai Hari Film Nasional. Film berjudul 'Darah dan Doa' menjadi penanda perjalanan sejarah film Indonesia. Film yang disutradarai Usmar Ismail itu merupakan film pertama yang berciri khas asli Indonesia.

Seperti ditayangkan Liputan 6 Pagi SCTV, Senin (30/3/2015), film itu disutradarai orang Indonesia asli serta diproduksi oleh perusahaan milik orang Indonesia, yakni Perusahaan Film Nasional Indonesia (Perfini). Momen pengambilan gambar pertama film ini pada 30 Maret 1950 yang kemudian diperingati sebagai Hari Film Nasional.

Jauh sebelum itu, berbagai film pernah diproduksi di Indonesia. Namun bukan diproduksi oleh orang pribumi. Film 'Loetoeng Kasaroeng' merupakan film bisu pertama yang dibuat di Indonesia pada 1926 lalu dan diputar di Bioskop Majestic Bandung, Jawa Barat.

Film tersebut digarap sutradara asal Belanda Kruger dan Heuveldop. Sejumlah warga pribumi dilibatkan sebagai pemain.

Sementara film bersuara baru bisa diproduksi pada 1931 lewat karya berjudul 'Bunga Roos dari Tjikembang' oleh The Teng Chun.

Film Indonesia mulai menjadi industri di era 1970-an hingga 1980-an seiring majunya teknologi serta makin maraknya bioskop. Berbagai genre film bermunculan selama dekade ini.

Sutradara Sjuman Djaya misalnya, melahirkan film-film kritik sosial terhadap modernisasi Kota Jakarta yang meminggirkan penduduk asli. Seperti film 'Si Doel Anak Betawi' atau 'Si Doel Anak Modern', dan juga 'Laila Majenun'.

Di era ini, yang paling berkibar adalah film percintaan. Film yang paling meledak di antaranya 'Gita Cinta dari SMA' tahun 1979 dibintangi Rano Karno dan Yessy Gusman. Bintang-bintang beken pun bermunculan, seperti Lydia Kandau juga Herman Felani.

Di masa-masa ini, film Indonesia dapat dikatakan menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Film 'Naga Bonar' adalah salah satu sinema yang booming di era itu. Film komedi yang ditulis Asrul Sani ini memborong 6 kategori penghargaan Festival Film Indonesia (FFI) 1987. Di antaranya Dedy Mizwar sebagai aktor terbaik.

Memasuki era 1990-an, film Indonesia malah terpuruk. Dalam setahun produksi, hanya menghasilkan 2 hingga 3 judul film. Film-film di era itu didominasi dengan tema seks yang meresahkan masyarakat. Film Indonesia pun mati suri dalam waktu yang panjang.

Kemunculan film musikal 'Petualangan Sherina' tahun 2000 menandai kebangkitan kembali perfilman Indonesia. Film garapan Mira Lesmana dan Riri Reza ini membuat perfilman Indonesia kembali bergairah.

Film-film box office pun bermunculan. Di antaranya 'Ada Apa dengan Cinta?' garapan Rudi Sudjarwo. Film ini berhasil melambungkan nama pemainnya Nicolas Saputra dan Dian Satrowardoyo.

Hingga kini film Indonesia pun terus berkembang melahirkan karya-karya baru serta bintang-bintang baru. Juga film pencetak hit seperti 'Ayat-ayat Cinta' dan 'Laskar Pelangi'. Karya bangsa ini tak akan berarti tanpa dukungan masyarakat dan pemerintah. Maju terus perfilman Indonesia. (Nfs/Sun)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.