Sukses

Cantrang Dilarang, Nelayan Meradang

Kementerian Kelautan dan Perikanan mengeluarkan kebijakan larangan penggunaan cantrang karena dinilai tidak ramah lingkungan.

Liputan6.com, Jakarta - Nelayan meradang. Unjuk rasa menyebar di kantung-kantung nelayan di pesisir Utara Jawa. Pemicunya Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan nomor 2 tahun 2015 yang melarang penggunaan cantrang dan alat tangkap berjenis pukat tarik. Kebijakan Menteri Susi Pudjiastuti ini pun menuai protes masyarakat, terutama para nelayan.

Tuntutan dicabutnya pelarangan cantrang disuarakan lantang oleh para nelayan di kawasan Pantura, Jawa Tengah. Awalnya aksi ribuan nelayan berlangsung kondusif. Namun aksi berubah anarkis.

Jalur Pantura diblokade pengunjuk rasa. Lalu lintas di jalur utama pesisir Utara Jawa ini pun lumpuh. Fasilitas umum dirusak demonstran. Bahkan aparat penegak hukum jadi sasaran amuk massa.

Namun pemerintah punya alasan menelurkan kebijakan kontroversial ini. Cantrang dan alat tangkap sejenis pukat tarik dinilai tidak ramah lingkungan. Penggunaan mesin saat menarik jaring dianggap bisa merusak terumbu karang tempat biota laut berkembang biak. Pemerintah tidak ingin Indonesia krisis biota laut.

Danish seines, sebutan internasional untuk alat tangkap ikan di perairan dasar. Nelayan lokal menyebutnya cantrang, dogol, lampara dasar, atau payang. Nelayan pesisir Utara Jawa Tengah paling terpukul akibat pelarangan cantrang.

Data Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah menyebutkan, hingga tahun 2014 kapal pengguna cantrang di wilayah tersebut telah mencapai 11 ribu unit.

Kebijakan ini menimbulkan polemik. Setidaknya, lebih dari 120 ribu nelayan dan anak buah kapal merasakan dampak langsung akibat pelarangan cantrang. Belum termasuk profesi lain, seperti pekerja pengolahan ikan, kuli panggul, dan lain-lain.

Muhammad Fauzi salah satu nelayan di Klidang Lor, Batang, Jawa Tengah, mengaku tak bisa membiarkan pekerjanya tanpa penghasilan selama lebih dari sebulan. Apalagi setelah diberlakukannya masa transisi penggunaan cantrang hingga September mendatang.

Ia kemudian memutuskan kembali melaut setelah beberapa waktu bersama ribuan nelayan lainnya melakukan mogok kerja sebagai protes terhadap kebijakan pemerintah.

Melaut jelas butuh persiapan matang. Pemeliharaan alat tangkap menjadi penting. Kebutuhan logistik juga harus tercukupi. Tidak kurang Rp 150 juta harus keluar untuk bekal melaut nakhoda dan belasan anak buah kapal selama sebulan.

Nakhoda jadi pemimpin di atas kapal termasuk perintah melepas jaring. Setelah pelampung dilempar kapal memutar sejauh bentangan tali selambar yang mengapit jaring hingga ke titik awal. Panjang jaring bisa mencapai 1.000 hingga 1.500 meter.

Jaring yang diberi pemberat ini pun sudah sampai ke dasar laut saat kapal kembali ke titik awal lingkaran. Proses penangkapan seperti inilah yang dilarang pemerintah.

Sejatinya cantrang diizinkan jika ditarik dengan tenaga manusia, bukan mesin. Sebab penggunaan mesin berpotensi merusak terumbu karang. Belum lagi soal kerapatan mata jaring yang seharusnya berukuran lebih dari 2 inci. Namun praktiknya seringkali dilanggar.

Kementerian Kelautan dan Perikanan di persimpangan jalan. Pemerintah berkewajiban melestarikan ekosistem laut sebagai sumber daya masa depan. Namun di sisi lain keresahan nelayan juga tidak bisa dikesampingkan.

Penggunaan cantrang sudah dikenal nelayan di kawasan Pantura Jawa sejak pertengahan 1980. Nelayan memodifikasi alat tangkap setelah dikeluarkannya Keputusan Presiden nomor 39 tahun 1980 tentang pelarangan alat tangkap ikan jenis trawl.

Memiliki wilayah perairan seluas lebih dari 3 juta kilometer persegi dan terletak di garis Khatulistiwa, Indonesia dikaruniai keragaman biota laut. Namun ini juga menjadi sasaran empuk jaring kapal-kapal asing.

Jika tidak dibatasi, cengkeraman jaring kapal-kapal besar bisa membahayakan kelestarian sumber daya laut. Pembatasan kapal cantrang berukuran 30 gross ton tidak lagi efektif.

Di lapangan, justru banyak dijumpai bobot perahu melewati ambang batas. Pendataan kembali jumlah kapal yang boleh melaut di perairan Indonesia menjadi solusi.

Cita-cita menjadi poros maritim dunia jelas bukan perkara sembarang. Berbagai kebijakan diambil pemerintah untuk memaksimalkan potensi kekayaan laut Indonesia. Namun setiap kebijakan hendaknya tetap mempertimbangkan masukan masyarakat dan disertai kajian secara ilmiah.

Seperti apa pengoperasian cantrang sehingga dilarang pemerintah? Lalu sektor mana saja yang bisa terkena dampak kebijakan ini? Saksikan selengkapnya video Potret Menembus Batas SCTV, Senin (30/3/2015) di bawah ini.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.