Sukses

JK yang Menolak Angket

Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, menyesalkan langkah sebagian anggota DPR mengajukan angket karena dinilai tidak tepat sasaran.

Liputan6.com, Jakarta Pengajuan angket DPR kepada Menteri Hukum dan HAM (Menkumnham) Yasonna Laoly yang mengesahkan kepengurusan Partai Golkar pimpinan Agung Laksono tak selalu ditanggapi positif. Wakil Presiden Jusuf Kalla, misalnya, menyesalkan langkah sebagian anggota DPR itu karena dinilai tidak tepat sasaran.

"Angket itu kalau perkaranya menyangkut kepentingan umum yang besar. Ini kan masalah surat seorang menteri saja. Itu tentu mestinya bukan bagian daripada angket," kata JK di Istana Wapres, Jakarta, Jumat (27/3/2015).

Kendati demikian, mantan Ketua Umum Partai Golkar itu mempersilakan DPR menggunakan hak angket. Ia juga meminta Yasonna mempersiapkan argumen untuk menjawab pertanyaan anggota dewan. "Boleh saja dipertanyakan, silakan saja," ucap JK.

Saat ditanyakan apakah ada kesewenang-wenangan atau tidak terkait bergulirnya angket ini, JK menyerahkan kepada masyarakat untuk menilai. "Saya tidak bisa menilai itu, saya cuma menilai [tidak ada kepentingan umumnya]( 2198112 "")," tandas dia.

Pendapat ini jelas bertolak belakang dengan apa yang disampaikan pakar hukum tata negara Yusril Ihza Mahendra. Menurut Yusril, penggunaan angket bisa diterapkan oleh anggota DPR terhadap Menkumham Yasonna Laoly. Alasannya, langkah Menkumham tersebut telah memberikan dampak luas ke ranah politik dan sosial.

"Putusan Menkumham dampaknya sangat luas ke kehidupan politik dan sosial. Kondisi pengurus partai di daerah sangat berbeda dengan di pusat. Sehingga wajar kalau dilakukan hak angket," kata Yusril di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu 25 Maret 2015.

Mantan Ketua Umum Partai Bulan Bintang (PBB) ini menegaskan, angket sudah sesuai syarat yang cukup untuk digulirkan. Ia mengutip keterangan dari Ketua Fraksi Partai Golkar Ade Komaruddin yakni sebanyak 115 anggota DPR dari 5 fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP) telah menandatangani pengajuan hak angket.

"Sesuai peraturan tata tertib, pengajuan hak angket akan dibacakan di sidang paripurna. Nanti persetujuannya tergantung dari sidang paripurna," sambung dia.

Lebih lanjut, kuasa hukum Golkar kubu Aburizal Bakrie ini juga menyebutkan, sejumlah fakta akan akan terungkap dari hak angket, seperti latar SK Menkumham apakah benar dilatarbelakangi berdasarkan intervensi politik atau tidak.

"Panitia angket akan bertindak layaknya jaksa dalam persidangan, atau seperti penyidik. Mereka akan menggali fakta-fakta sampai kepada pengambilan kesimpulan. Nanti seperti angket dalam kasus Bank Century," tandas Yusril.

Yang jelas, suara DPR untul mengajukan angket tidaklah solid. Partai politik pendukung pemerintah sudah dipastikan tidak mendukung pengajuan angket ini.

Partai Nasdem, misalnya, menganggap angket yang digulirkan tidak perlu dilakukan lantaran agenda DPR masih banyak yang harus diprioritaskan.

"Konflik internal parpol tidak perlu dibawa ke DPR, apalagi menyeret DPR untuk menyelesaikannya. Di DPR itu kan ada 10 parpol, masak kalau nanti ada konflik (internal) lagi harus menyeret DPR? Kan habis waktu DPR hanya untuk mengurusi persoalan internal parpol," kata Wakil Ketua Fraksi Partai Nasdem di DPR Johny G Plate, Kamis 26 Maret 2015.

Johnny menyatakan, untuk menyelesaikan masalah internal partai sudah tercantum di UU Partai Politik. Yaitu permasalahan internal diselesaikan di Mahkamah Partai. "Hasil putusan Mahkamah Partai itu bersifat final dan mengikat," kata dia.

Anggota Komisi III DPR itu mengatakan, seharusnya DPR lebih fokus menyelesaikan calon Kapolri yang permasalahannya lebih mendesak. DPR juga harus mengawasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

"Soal Kapolri lebih mendesak. Lalu ada persoalan lain terkait realisasi APBNP, bagaimana memaksimalkan pemasukan negara dari fiskal," ucap dia.

Johny menuturkan, angket diperbolehkan namun diperuntukkan untuk kebijakan pemerintah yang strategis, bukan masalah internal partai.

"Keputusan Menteri Yasonna itu hanya berdampak bagi segelintir elite di tubuh Golkar. Jadi di sini ada keliru tafsir. Jangan semua dibawa ke hak angket. Kalau pun memang mau menggunakan hak, DPR kan punya saluran, bisa melalui Komisi III memanggil Menkumham," tandas Johny.

Partai Demokrat juga menegaskan tidak ikut dalam pengajuan angket. Politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul mengingatkan anggota Fraksi Demokrat untuk patuh dengan instruksi partai. "Kalau ada kader-kader Demokrat yang melenceng, berhadapan dengan saya," kata Ruhut di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (25/3/2015).

Anggota Komisi III DPR itu berujar, sejauh ini belum ada instruksi, baik dari Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyo (SBY) atau Ketua Fraksi Partai Demokrat Edhie Baskoro Yudhoyono mengenai sanksi bagi kader yang menandatangani pengajuan angket.

Meski belum ada sikap resmi partai, Ruhut meyakini kader yang tak patuh pasti mendapat teguran jika berani mendukung pengajuan angket.

"Saya juru bicara Demokrat. Tegas saya katakan tidak ada itu (hak angket)," tandas Ruhut.

Bahkan, parpol yang berada dalam KMP pun tidak sepenuhnya sepakat mengajukan angket. Partai Amanat Nasional (PAN) adalah salah satu contohnya. Ketua Umum PAN Zulkifli Hasan menginstruksikan kadernya di DPR agar tak ikut menggulirkan angket untuk Yasonna. Meski PAN masih anggota KMP, Zulkifli menilai hak angket untuk Yasonna bukanlah solusi.

"Saya sudah sampaikan PAN agar tak membuat gaduh. PAN harus menunjukkan solusi atas permasalahan bangsa," kata Zulkifli di gedung DPR, Senayan, Jakarta, Kamis 26 Maret 2015.

"Saya kira rakyat sudah jenuh dengan apa yang terjadi belakangan, KPK-Polri, DPR bertengkar terus, DPRD bertengkar dengan Gubernur," imbuh dia.

Mengenai 2 anggota Fraksi PAN yang ikut menandatangi hak angket, Zulkifli menilai itu hanya sikap pribadi saja.

"Kalau ada 2 orang yang tanda tangan saya kira itu usulan sebagai pribadi. Nanti akan ada sikap resmi dari PAN, tetapi saya sampaikan yang jelas PAN tidak ikut-ikutan (hak angket)," pungkas Zulkifli Hasan.

Demikian pula dengan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) kubu Muktamar Surabaya dengan Ketua Umum Romahurmuziy yang menegaskan men‎olak dan tidak akan terlibat dalam pengajuan angket terhadap Menkumham.

"Kalau teman-teman yang ada di Muktamar Surabaya, kita menolak hak angket. Dan di bawah Romi (Romahurmuziy) ini ada 34 orang dari total 39 orang di DPR. Yang ada di sana (KMP) itu cuma 5 orang," kata Wakil Ketua Umum PPP Muktamar Surabaya atau kubu Romi, Arsul Sani di Jakarta, Kamis 26 Maret 2015.

‎Keputusan tersebut juga sudah disepakati mayoritas anggota Fraksi PPP dalam rapat fraksi. Jika ada yang tetap ada yang ikut mengajukan hak angket, DPP di bawah kepemimpinan Romi akan memberikan sanksi.

"Sudah disepakati di fraksi bahwa kita menolak hak angket. Kalau ada yang dukung hak angket pasti DPP akan berikan sanksi. Di paripurna nanti kita akan menolak karena itu bukan kepentingan strategis," ujar dia.

Anggota Komisi III DPR itu‎ menyebutkan, sanksi yang akan diterima anggota fraksinya yang tetap mendukung angket berupa teguran tertulis. Namun, jika kader yang bersangkutan tetap melakukan kegiatan di luar keputusan fraksi, maka sanksi bisa ditingkatkan.

"Sanksi teguran tertulis sampai sanksi yang lebih berat kalau itu yang kesekian kali," tandas Arsul Sani.

Namun begitu, pihak pendukung angket membantah soal kurangnya dukungan terhadap pengajuan angket. Menurut Sekretaris Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo, nantinya PAN dan Demokrat akan ikut menggulirkan angket.

"Demokrat walaupun tidak ikut tapi saya yakin 1.000 persen Demokrat akan dukung. Dalam politik itu kan apa yang dibicarakan belum tentu apa yang dimaksud," kata pria yang akrab disapa Bamsoet di Ruang Fraksi Golkar, Senayan, Jakarta, Kamis 26 Maret 2015.

Anggota Komisi III DPR ini juga mengutarakan hal yang sama soal Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang menginstruksikan Fraksi PAN menolak angket.

"Soal PAN kami sudah bicara dengan Amien Rais. Beliau sangat keras mendukung hak angket ini. Beliau pendiri PAN dan tokoh bangsa, beliau dukung karena ini bukan hanya soal Golkar dan PPP tapi soal bangsa," beber dia.

Selain itu, ia mengutip pernyataan Zulkifli Hasan yang setia membawa PAN tetap di KMP. Sehingga, ia yakin PAN sejalan dengan KMP soal hak angket. "Kalau dia katakan tetap di KMP ya itulah sikapnya (mendukung hak angket)" simpul dia.

Karena itu, Bamsoet merasa sangat yakin akan menang soal hak angket di paripurna. "Kalau mereka klaim kita kalah, kita lihat saja. Coba dulu banyak yang bilang kita bakal kalah dari KIH soal paket pimpinan MPR, tapi nyatanya kita yang menang," tandas dia.

Yang jelas, angket telah digulirkan pada Rabu lalu. Penyerahan nama anggota dewan diterima Ketua DPR Setya Novanto bersama wakilnya Fadli Zon. Inisiator hak angket ini adalah politisi Partai Golkar Jhon Kennedy Aziz, politisi Partai Gerindra Ahmad Riza Patria, dan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Abdul Hakim.

"Kami mewakili kawan-kawan ajukan usulan hak angket, berjumlah 116. Tapi masih banyak yang akan diusulkan, mohon diterima," kata Jhon di Ruang Pimpinan, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu malam.

Jhon memaparkan jumlah anggota dewan yang menggunakan hak angket tersebut. Partai Golkar 55 orang, Gerindra 37 orang, PKS 20 orang, lalu PAN dan PPP masing-masing 2 orang.

Sebagai perwakilan pimpinan DPR, Fadli Zon mengatakan, pihaknya menerima surat pengajuan hak angket tersebut dan segera dibawa ke rapat pimpinan (Rapim) DPR.

"Akan ditindaklanjuti sesuai mekanisme yang berlaku. Kita bawa dulu ke Rapim dan Bamus, lalu paripurna. Berikutnya akan ditindaklanjuti," sambung dia.

Fadli menambahkan, pengajuan angket bisa diselesaikan pada masa sidang ketiga, yang hanya tersisa beberapa minggu saja. Dengan kata lain, Menkumham bisa dipanggil dalam paripurna sebelum reses pertengahan April 2015. "Saya kira bisa, kita lihat situasinya lebih dahulu," tandas dia.

Sementara itu, Menkumham Yasonna sendiri menilai angket yang ditujukan kepada dirinya terlalu berlebihan. Sebab, kasus tersebut hanya masalah internal partai yang tidak berimplikasi luas kepada masyarakat.

"Jadi saya kira perbedaan pendapat dan ketidakpuasan antara 2 kelompok pengurus parpol, menyikapi keputusan Menkumham adalah soal di internal partai saja. Tidak berimplikasi luas pada masyarakat luas," ujar Yasonna, Kamis 26 Maret 2015.

"Tidak seperti kebijakan menaikkan BBM, menaikkan pajak, menerbitkan peraturan yang mempunyai dampak sampai besar pada masyarakat," sambung dia.

Menurut Yasonna, penggunaan hak angket ini harus dipertimbangkan kembali. Karena itu, politisi PDIP itu menanggapi santai jika dirinya harus hadir di Komisi III DPR.

"Saya kira, saya cukup menjelaskan di Komisi III saja. Sebab, angket itu adalah hak penyelidikan dari DPR, menyangkut kebijakan pemerintah yang penting dan strategis, serta berdampak luas pada kehidupan bermasyaralat dan bernegara, yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan," jelas dia.

Yasonna memastikan, jika hak angket ini terus bergulir di paripurna DPR, dirinya pun siap menghadapi. Dia justru khawatir hak angket itu kehilangan makna sesungguhnya, atau melenceng dari tujuannya.

"Namun, tentu kalau pada akhirnya nanti lolos di paripurna, saya akan menghadapinya dengan senang hati. Saya justru khawatir, jika hak angket digunakan untuk hal-hal yang sebenarnya hanya soal kepengurusan dan perbedaan pandangan menafsirkan undang-undang, nanti kehebatan hak angketnya menjadi kehilangan makna. Hak angket menjadi sesuatu yang sepele," tandas Yasonna.

Maka, kini adalah saatnya untuk menunggu keyakinan anggota DPR yang mengajukan angket itu. Apa pun pilihannya nanti, tetap akan sulit bagi pemerintah, dalam hal ini Menkumham, untuk mencabut pengesahan Partai Golkar kubu Agung Laksono.

Namun, dari sisi politik memang tak ada salahnya mencoba, meski biruk pikuk ini hanya membuat DPR terlihat makin tak peduli dengan tugas sebenarnya kenapa mereka dipilih untuk berkantor di Senayan. (Ado)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini