Sukses

Terima Kalah Budi Gunawan

ICW memandang pelimpahan kasus Komjen Pol Budi Gunawan rawan penyalahgunaan wewenang, tidak objektif dan rawan dihentikan kasusnya.

Liputan6.com, Jakarta - Keinginan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya terkabulkan. Kasus Komjen Pol Budi Gunawan terkait dugaan rekening tidak wajar akhirnya dilimpahkan secara resmi dari KPK ke Kejaksaan Agung (Kejagung) hari ini.

Keinginan KPK ini diajukan pada akhir Februari lalu. Tepat pada 27 Ferbuari lalu, Ketua sementara KPK Taufiequrachman Ruki menyampaikan usulan kepada Presiden Jokow Widodo atau Jokowi agar penanganan kasus ini dialihkan ke institusi hukum lainnya, yaitu Kejaksaan Agung dan Mabes Polri.

"Itu (pengalihan kasus BG) yang sudah saya sampaikan ke Presiden sebagai kepala negara," ujar Ruki di Istana Kepresidenan, Jalan Medan Merdeka Utara Jakarta, Jumat 27 Ferbauri lalu.

Menanggapi usulan tersebut Presiden Jokowi lalu menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus itu kepada penegak hukum. Mantan Gubernur DKI itu tak mau mengintervensi kasus yang membuat panas hubungan KPK-Polri itu.

"Beliau katakan, itu penegakan hukum urusan antara KPK, Polri, dan Kejaksaan. Beliau tidak mau intervensi hal-hal seperti itu," kata Ruki.

KPK, Kejagung dan Polri pun akhirnya membahas rencana pelimpahan tersebut hari ini di Gedung KPK. Pembahasan ini dihaddiri Plt Kapolri Komjen Pol Badrodin Haiti mewakili Polri, Jaksa Agung HM Prasetyo dan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Purdijatno. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna Laoly juga tak ketinggalan.  

Pimpinan sementara KPK Johan Budi SP semula mengaku, pertemuan itu hanya membahas koordinasi di antara instansi tersebut, dan menepis membahas mengenai kelanjutan kasus Komjen Budi Gunawan. "Masih sedang dipikirkan jalan keluarnya," ujar Johan Budi Senin kemarin.

Menteri Tedjo juga sama, enggan gembar-gembor pelimpahan kasus Budi Gunawan. Dia mengaku kedatangan dirinya di komisi antirasuah itu hanya sekedar bersilaturahmi. "Saya bersilaturahmi dengan pejabat baru saja," ujar Tedjo.

Namun pada akhirnya Prasetyo mulai bersedia membeberkan pembahasan pelimpahan kasus jenderal bintang 3 itu. Dia mengaku siap melanjutkan penanganan kasus Budi Gunawan.  "Harus bersedia," ucap dia.

Namun Prasetyo enggan mengungkapkan lebih mendalam terkait pelimpahan kasus Budi Gunawan itu. Namun pada akhirnya dia pun mengungkapkan pelimpahan kasus tersebut.

"Karena sudah ada putusan pengadilan, di mana putusan tersebut final dan mengikat, KPK menyerahkan kasus Budi Gunawan ke Kejagung. Pasalnya, KPK kan tidak bisa menghentikan kasus tersebut, meskipun hasil praperadilan sudah mengatakan tidak sah. Kita tinggal menunggu berkas dari KPK," ujar Prasetyo di Gedung KPK, Jakarta, Senin kemarin.

Dia berharap, penanganan perkara ini bisa meningkatkan harmonisasi, sinergitas, serta kerja sama di antara 3 lembaga penegak hukum.

"Kita berharap dengan penanganan perkara ini bisa semakin meningkatkan harmonisasi, sinergitas, kerja sama, dan masing-masing diarahkan akan menghilangkan sikap-sikap yang memungkinkan," tandas Prasetyo.

Sementara Kepala Badan Reserse Kriminal Polri Komjen Pol Budi Waseso usai mendatangi Kejagung membantah adanya isu pertukaran kasus antara Polri dengan KPK di tengah pelimpahan kasus Budi Gunawan ke Kejagung.

"Oh nggak ada barter-barter, tidak ada. Dari KPK menyerahkan kasus itu ke Kejaksaan Agung untuk ditindaklanjuti," tandas Budi.

Komjen Pol Budi Gunawan ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan gratifikasi terkait rekening mencurigakan dalam kapasitasnya sebagai Kepala Biro Pembinaan Karir Deputi SDM Mabes Polri periode 2003-2006.

Budi Gunawan dikenakan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 5 ayat 2, Pasal 11 atau Pasal 12 B UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Atas penetapan status tersangka itu, Komjen Budi Gunawan kemudian mengajukan praperadilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Hakim tunggal Sarpin Rizaldi yang menyidangkan praperadilan itu kemudian mengabulkan gugatannya serta menyatakan KPK tidak sah mengusut perkara tersebut.

Terima Kalah

Ruki akhirnya mengakui pelimpahan kasus Budi Gunawan. Dia mengaku mengalah untuk kebaikan, namun bukan berarti harus menyerah dengan keadaan.

"Buat saya pribadi hari ini bukan akhir dunia. Belum kiamat, langit belum runtuh. Pemberantasan korupsi harus berjalan. Untuk satu kasus ini, kami KPK terima kalah, tapi tidak berarti harus menyerah," ujar Ruki di KPK, Jakarta, Senin kemarin.

Menurut Ruki, masih banyak kasus yang ditangani KPK daripada mengurusi urusan Budi Gunawan. Masih ada 36 kasus yang harus diselesaikan.

"Masih banyak kasus di tangan kami. Masih ada 36 kasus yang harus diselesaikan. Kalau terfokus pada kasus ini, yang lain terbengkalai. Belum lagi praperadilan-praperadilan lain," jelas dia.

Dia beralasan, dengan supervisi antara Kejagung dan Kapolri, bisa menyelesaikan kasus tersebut. Dengan adanya pelimpahan kasus, bukan berarti proses hukum tidak berjalan.

"Penting bagi kita memanajerialkan setiap kasus. Kejagung dan Kapolri punya tanggung jawab hukum, menangani kasus tersebut dengan baik. Ini pun setelah kami berdiskusi panjang. Langkah kami pun sesuai dengan jalur hukum," ucap Ruki.

Pelimpahan kasus ini menuai kontroversi. Beberapa pertanyaan muncul, terutama dugaan adanya penghentian kasus Budi Gunawan atau Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3). Prasetyo pun meminta kepada publik agar menjauhkan praduga tersebut.

"Tidak boleh terburu-buru juga. Sesuai dengan apa yang kami terima dari KPK sesuai dengan surat pengantarnya, kita akan melakukan kajian tersebut. Apakah perkara tersebut akan ditangani kejaksaan atau untuk efektifnya diserahkan kepada Mabes Polri, itu nanti kita lihat," ujar Prasetyo di KPK Senin kemarin.

Prasetyo mengatakan bakal segera menindaklanjuti berkas perkara tersebut jika sudah diterima dari KPK. "Pertama tentunya kita akan lihat dulu, berkasnya seperti apa," kata Prasetyo.

Namun Prasetyo mengaku tak menutup kemungkinan bila kasus tersebut juga akan 'digarap' oleh Polri. Sebab Polri pernah melakukan penyidikan terhadap kasus tersebut.

"Polri kan sudah pernah melakukan penyidikan. Tapi kan kejaksaan belum pernah melakukan apa-apa. Kita ingin nanti lebih efektiflah. Mungkin saja kami akan serahkan pada polisi. Kan sekalian kan dengan apa yang sudah mereka lakukan. Kan lebih efektif dan lebih praktis. Kami percaya pada mereka. Jangan terlalu bercuriga. Tidak baik curiga terhadap orang itu," ucap Prasetyo.

Sementara itu, Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) Kejagung, Suyadi, mengatakan pihaknya akan langsung menelaah berkas perkara milik Komjen Pol Budi Gunawan.

"Begitu berkasnya kita terima, tentunya kita pelajari dulu langkah apa yang harus dilakukan," kata Suyadi di Gedung Bundar Kejaksaan Agung.

Sedangkan mengenai pertemuan antara Kabareskrim Komjen Pol Budi Waseso, perwakilan KPK, dan unsur Pidana Khusus Kejaksaan Agung yang dilakukan di Gedung Bundar, Suyadi mengatakan menyepakati waktu penyerahan.

"Ya itu waktu penyerahan, secepatnya untuk ditindaklanjuti dengan berkas yang akan diserahkan. (Bekas yang diserahkan KPK) cuma satu," ucap Suyadi.

Pada kesempatan sama, Pelaksana Tugas (Plt) Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, bisa saja kasus tersebut di SP3-kan, jika ditemukan bukti-bukti yang menyatakan kasus tersebut harus dihentikan.

Jika memang memenuhi unsur alat buktinya, maka bisa jadi perkara tersebut dinaikan ke penyidikan dan sebaliknya bisa juga kasus ini dihentikan pada saat penyidikan.

"Tentu ini berbeda-beda. Kalau nanti misalnya sudah masuk ke penyidikan bisa juga di-SP3, tapi yang dipastikan oleh KPK dan Polri ini masih penyelidikan. Karena penyidikannya dibatalkan putusan praperadilan," lanjut Badrodin.

Badrodin menegaskan, jajaranya belum berniat menghentikan dan masih terus mempelajari perkara yang membuat hubungan KPK dan Polri memanas ini.

"Kita belum sampai ke sana, intinya kita lihat hasil penyelidikan tim dari Bareskrim dan kejaksaan. Bagaimana akan saling berkoordinasi terkait berkas-berkas yang dilimpahkan dari KPK ke kejaksaan," tandas Badrodin.

Sedangkan Johan Budi berbeda pandangan dengan Ruki. Menurut dia, KPK tidak pernah mengalah atau menyerah dengan pemberantasan korupsi di negeri ini.

"Saya berbeda dengan Pak Ruki. Pemberantasan korupsi harus jalan terus, tidak boleh berhenti sedetik pun sehingga 36 perkara dan tugas lain yang harus diselesaikan," ujar Johan di Gedung KPK, Jakarta, Senin kemarin.

Menurut dia, jangan sampai kerja KPK terhenti begitu saja hanya karena pengadilan mengabulkan permohonan praperadilan Budi Gunawan. KPK, lanjut Johan, harus tetap berjalan sebagaimana mestinya.

"Kita harus move on, sementara kondisi saat ini banyak kegiatan yang terbengkalai, pikiran dan tenaga tidak fokus. Pencegahan yang melambat. Sehingga perlu dikembalikan lagi. Apalagi soal praperadilan yang banyak dihadapi," jelas dia.

Terkait pelimpahan kasus Budi Gunawan kepada Kejagung, Johan mengatakan hal tersebut juga merupakan langkah hukum yang dilakukan institusinya. Sebab, meski dilimpahkan, hal itu menurut dia tidak menghilangkan efek KPK dalam menghadapi putusan praperadilan.

"Banyak diskusi yang kita lakukan misalnya melakukan kasasi. Menurut Humas PN Jaksel kan gak diterima. Kan Putusan praperadilan menyatakan tidak sah, sementara kita gak punya instrumen untuk menghentikan itu. Jadi proses peralihan ini juga termasuk opsi hukum juga," pungkas Johan.

Barter Kasus?

Selain muncul pertanyaan akan penghenian kasus, muncul juga dugaan adanya berter kasus. Dugaan itu muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW).

Peneliti ICW Laola Easter mengatakan, pelimpahan perkara Budi Gunawan merupakan bentuk gebrakan pertama pimpinan sementara KPK pasca-dilantik Presiden, dan kompromi untuk mengurangi ketegangan hubungan antara KPK-Polri yang memanas belakangan ini.  

"Gebrakan pertama yang sangat mengecewakan dan memberikan pesan buruk kepada publik bahwa KPK sudah melemah. Hal ini juga akan menjadi preseden buruk bagi upaya pemberantasan korupsi. Kami khawatir bahwa akan muncul lagi gebrakan-gebrakan serupa yang akan membuat KPK akan semakin terus dilemahkan," ujar Laola di Gedung KPK.

Menurut Laola, KPK terlalu cepat menyerah karena belum melakukan segala upaya hukum, untuk melawan putusan prapereadilan yang dijatuhkan Hakim Sarpin Rizaldi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan itu.

"Saat ini proses hukum yang diajukan oleh KPK adalah kasasi dan prosesnya juga masih berjalan. Jika pun kasasi ditolak, KPK masih dapat mengajukan upaya peninjauan kembali ke Mahkamah Agung (MA)," kata dia.

Laola juga mempertanyakan misi para pimpinan sementara KPK, apakah ingin menyelamatkan KPK atau menyelamatkan kasus korupsi yang sedang ditangani KPK?

"Jangan sampai keputusan ini hanya ulah segelintir oknum Plt pimpinan KPK yang mengkhianati perjuangan KPK dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar dia.

Menurut Laola, pelimpahan kasus korupsi Budi Gunawan kepada kejaksaan atau kepolisian, sangat diragukan objektivitasnya "Dan besar kemungkinan akan dihentikan sebelum dilimpahkan ke pengadilan," pungkasnya.

Hal senada juga disampaikan aktivis senior ICW Emerson Yuntho meragukan pelimpahan kasus tersebut sebab rawan penyalahgunaan. "Proses pelimpahan ini riskan disalahgunakan untuk kepentingan penghentian penyidikan atau penuntutan terhadap Komjen Budi Gunawan," ujar Emerson di KPK, Jakarta, Senin kemarin.

Selain rawan penyalahgunaan, Emerson juga menengarai penanganan kasus Budi Gunawan tidak berjalan objektif, baik di kepolisian maupun di kejaksaan. Di kepolisian karena faktor konflik kepentingan, begitu juga di kejakasaan.

"Sulit bagi kepolisian untuk menangani secara objektif penanganan kasus korupsi yang melibatkan jenderal polisi, karena alasan konflik kepentingan dan membela semangat korps (espirit de corps). Pihak Kejaksaan juga seringkali begitu mudah menghentikan suatu kasus korupsi (SP3) yang ditangani tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan," papar dia.

Apalagi dengan status Prasetyo yang merupakan kader partai. "Jaksa Agung, HM Prasetyo merupakan politisi dari Partai Nasdem. Sebagaimana diketahui, Nasdem adalah salah satu pendukung Komjen Pol Budi Gunawan sebagai calon Kapolri," tandas Emerson.

Namun dugaan barter kasus tersebut langsung dibantah Menteri Koodinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Tedjo Edhy Pudjiyatno.

"Saya tidak melihat ada barter (kasus). Sebelumnya, KPK, kejaksaan dan Polri sudah bertemu. Jadi kehadiran saya di sini pun sebagai bentuk dukungan terhadap eksistensi KPK. Juga menjelaskan komitmen pemerintah atau Bapak Presiden dalam upaya pemberantasan korupsi," ujar Menteri Tedjo di KPK, Jakarta, Senin kemarin.

Prasetyo juga meminta agar tidak ada tudingan adanya barter kasus dan mempercayakan penegak hukum dalam proses tersebut sesuai dengan koridor hukum.

"Kita harus percaya jangan su'udzon (fitnah). Jangan berpraduga. Kejujuran hati kita demi penegakan hukum di masa mendatang. Kita tidak mau konflik terus sepeti ini. Karena konflik tersebut hanya menguntungkan penjahat dan koruptor," imbau dia.

Sementara Plt Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, pihaknya akan mengevaluasi semua kasus pimpinan KPK, baik yang sudah proses penyelidikan maupun penyidikan. Tetapi yang sudah masuk ke tahap penyidikan, seperti pimpinan nonaktif KPK Abraham Samad (AS) dan Bambang Widjojanto (BW) akan tetap dilanjutkan prosesnya.

"Kasus yang ditangani Polri yang masih dalam proses penyelidikan ini nanti kita pertimbangkan, masih menunggu untuk bisa mendapatkan penjelasan kepada pelapornya. Tapi kasus AS dan BW akan tetap dilanjutkan," pungkas Badrodin.

Tak lama setelah terdengar kabar pelimpahan kasus Budi Gunawan ke Kejagung, politisi senior PDIP Pramono Anung mendatangi (2184392) lembaga penegak hukum itu. Ada apakah pertemuan tersebut?

Pramono Anung bertemu Prasetyo pada pukul 14.56 WIB dan keluar sekitar pukul 15.40 WIB. Menurut Prasetyo, pertemuan dadakan itu hanya bersifat silaturahmi. Tidak ada bahasan pelimpahan penanganan perkaraBudi Gunawan.

"Kalian gitu saja ditulis, tadi silaturahmi saja. Sudah ya," ucap Prasetyo seraya memasuki mobil dinasnya di Kejagung, Jakarta, Senin kemarin.

Sementara Pramono sulit dimintai keterangannya terkait pertemuan dadakan dengan Jaksa Agung. Ia menghindar. "Biar dicari-cari kalian saja. Ah nggak ada apa-apa, sudah ya," ucap Pramono singkat sembari masuk ke mobil pribadinya.

PDIP sendiri pernah disebut-sebut sebagai partai politik yang kecewa dengan keputusan Presiden Jokowi yang batal melantik Komjen Pol Budi Gunawan sebagai Kapolri. Sebab, walaupun bersatus tersangka, Budi Gunawan telah disetujui menjadi kapolri dalam rapat paripurna dewan.

Wakil Presiden Jusuf Kalla atau JK pun ikut memberikan pernyataan terkait pelimpahan kasus tersebut. Menurut dia, pelimpahan kasus Budi Gunawan atau BG, sudah sesuai aturan hukum yang berlaku. Sebab Budi Gunawan memenangkan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

"Otomatis (dilimpahkan), karena praperadilannya mengatakan tidak sesuai prosedur masuk KPK, otomatis kasusnya harus keluar KPK kan?" tanya JK di Jakarta, Senin kemarin.

Namun terkait kepastian Kejaksaan Agung akan meneruskan kasus Budi Gunawan, JK tidak dapat memastikan. Karena ada 2 kemungkinan, bisa jadi diteruskan dan dihentikan melalui Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3).

"Ya kan kalau SP3 tergantung, kalau memang itu sesuai ya bisa dilanjutkan ya dilanjutkan, kalau tidak bisa ya tidak bisa," ujar JK.

Menurut JK, pelimpahan atau penghentian kasus tidak hanya terjadi dalam kasus Budi Gunawan. Kasus lain jika memang tidak sesuai aturan hukum juga berlaku sama.

"Kalau memang tidak sesuai tidak prosedurnya tidak sesuai hukum, ya harus dikembalikan," tandas JK.

Pelimpahan kasus Budi Gunawan juga menuai protes dari pegawai KPK. Ketua Wadah Pengawai KPK Faizal pun menyatakan sikap mereka melalui 3 pernyataan sikap. Pertama, menolak putusan pimpinan KPK yang melimpahkan kasus Budi Gunawan ke kejaksaan.

Kedua, meminta pimpinan KPK sementara mengajukan upaya hukum PK atas putusan praperadilan kasus Budi Gunawan. Dan ketiga, meminta pimpinan KPK sementara menjelaskan secara terbuka strategi pemberantasan korupsi KPK kepada pegawai KPK.

Sementara Tedjo mengatakan, tidak ada upaya pelemahan KPK yang dilakukan pemerintah, bahkan Presiden Jokowi sekali pun.

"Bukan begitu, bukan seperti itu (bukan pelemahan KPK). Ini kan kesepakatan kita bersama (Pemerintah dan 3 instansi penegak hukum) dalam rangka eksistensi KPK juga," ujar Tedjo di Gedung KPK usai pertemuan dengan 3 instansi penegak hukum, Jakarta, Senin kemarin.

Politisi Nasdem itu pun menjelaskan, Jokowi sangat mendukung KPK sama seperti presiden sebelumnya, SBY. Sebab, setiap presiden memiliki gaya berbeda dan setiap orang berhak menilainya. "Itu kan hanya style saja, setiap pemimpin kan punya style yang berbeda," tandas Tedjo. (Rmn/Ali)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.