Sukses

DPRD DKI Ajukan Anggaran Printer 3D Senilai Rp 3 M per Sekolah

Untuk scanner, tidak jelas kenapa sekolah seperti SMA atau SMP harus memiliki scanner 3D dalam proses belajar mengajar.

Liputan6.com, Jakarta - Pengadaan alat berteknologi tinggi bagi dunia pendidikan, seperti mesin scanner dan printer 3D, juga menjadi perhatian DPRD DKI Jakarta. Buktinya, ada 59 sekolah di Jakarta Selatan, baik itu SMAN, SMKN dan SMPN yang mendapat pengajuan anggaran untuk APBD 2015 DKI Jakarta.

Berdasarkan data soft copy RAPBD 2015 DKI Jakarta versi DPRD yang diterima Liputan6.com, pengajuan alat scanner dan printer 3D ini terdapat dalam pembahasan Komisi E untuk pengadaan Barang Langsung (BL). Peralatan ini khusus dianggarkan untuk Sudin Pendidikan II Jakarta Selatan.

SMA Negeri di Jakarta Selatan yang mendapatkan pengadaan alat ini adalah SMAN 26, 28, 3, 37, 43, 46, 55, 6, 60, 70, 79, 8, dan 82.

Untuk SMK Negeri, masing-masing SMKN 30, 32, 37, 47, 57, 15, 25, dan 29.

Penerima paling banyak adalah SMP Negeri, yaitu SMPN 104, 19, 212, 218, 227, 238, 240, 30, 35, 247, 250, 265, 29, 3, 33, 41, 43, 46, 56, 57, 58, 67, 73, 87, 163, 182, 107, 11, 115, 12, 124, 13, 141, 145, 15, 153, 154, dan 155.

Namun, anggaran yang dipatok untuk pengadaan mesin scanner dan printer 3D ini membuat mata terbelalak. Bayangkan, setiap sekolah akan mendapatkan kucuran dana Rp 3 miliar. Padahal, harga scanner dan printer 3D di pasaran sangat jauh di bawah itu.

Tidak Sesuai Kebutuhan

Berdasarkan penelusuran Liputan6.com, untuk mesin printer 3D, harga dari sejumlah produsen ternama dan pionir printer 3D seperti MakerBot, FlashForge dan PrintrBot, berkisar di bawah Rp 30 juta.

Replicator, mesin printer 3D keluaran MakerBot paling mutakhir, untuk mendapatkannya cukup menyediakan uang US$ 2.899 atau sekitar Rp 37,6 juta. Demikian pula dengan mesin printer 3D Dreamer produksi FlashForge yang bisa dibeli dengan harga US$ 1.299 atau sekitar Rp 16,8 juta.

Bahkan, untuk mesin printer 3D Assembled Metal Plus keluaran Printerbot, hanya perlu membayar US$ 999 atau sekitar Rp 12,9 juta untuk mendapatkannya. Kini, untuk menekan harga yang ada, sejumlah produsen berencana memproduksi massal mesin printer 3D sehingga nantinya bisa dibeli dengan harga antara US$ 500 hingga US$ 300.

Demikian pula dengan mesin scanner 3D yang harganya juga sangat bervariasi. David 3D Laserscanner SLS V2, di Indonesia saat ini dijual Rp 43,8 juta. Untuk merek yang lebih bagus, harganya juga lebih tinggi.

Observer 3D Scanner dari FlashForge, misalnya, saat ini dihargai US$ 8.000 atau sekitar Rp 104 juta. Namun, harga itu kembali pada urgensi serta kebutuhan para pengguna.

Untuk scanner, tidak jelas kenapa sekolah seperti SMA atau SMP harus memiliki scanner 3D dalam proses belajar mengajar. Sebab umumnya, scanner 3D hanya digunakan untuk kepentingan dalam dunia kerja.

Saat ini, mesin scanner 3D banyak digunakan di pertambangan, minyak, gas, arsitektur, industri, dokumentasi situs bersejarah, serta untuk kepentingan forensik, khususnya bagi kepolisian dalam penyidikan di lokasi kejahatan.

Tak jauh beda, printer 3D saat ini juga banyak dipakai untuk dunia medis, arsitektur, kuliner dan fashion. Sangat jarang kedua alat ini digunakan untuk dunia pendidikan tingkat menengah seperti SMP dan SMA.  (Ado/Yus)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.