Sukses

Mantan Dirut IM2 Didorong Ajukan PK ke Mahkamah Agung

Mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2) diminta mengajukan PK dalam kasus kriminalisasi kerja sama penyelenggeraan 3G.

Liputan6.com, Jakarta - Sejumlah ahli hukum mendorong agar mantan Direktur Utama PT Indosat Mega Media (IM2), Indar Atmanto, segera mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung (MA) dalam kasus kriminalisasi kerja sama penyelenggaraan 3G di frekuensi 2.1 GHz antara PT Indosat Tbk dan anak usahanya, IM2.
 
"Pada saat ini, upaya pengajuan kembali merupakan jalan terbaik. Saya dukung," ujar pengamat hukum dari Universitas Pelita Harapan, Jamin Ginting, di Jakarta, Kamis (26/2/2015).
 
Menurut Jamin, ada 2 kekuatan hukum yang dapat disiapkan untuk menjadi dasar PK. Pertama, adalah novum atau bukti baru yang belum terungkap. Kedua, mengenai kekhilafan dalam penafsiran hukum yang dilakukan hakim.

"Khilaf dalam penafsiran hukum atau bahasa kerennya penyelundupan hukum bisa dijadikan dasar oleh pengacara Pak Indar seandainya memang ada pasal salah dalam menerapkan hukum," kata dia.

Dalam kasus IM2 ini, Indar Atmanto disangkakan dalam Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Aparat penegak hukum seakan-akan menganggap Indar atau pun IM2 sama kedudukannya dengan induk usahanya, Indosat, yaitu memiliki frekuensi.

"Padahal kenyataannya ini sudah terbantahkan dari surat Menteri Komunikasi dan Informatika pada saat itu dan pernyataan para ahli,” ujar Jamin.

Jika memang tidak ada perbuatan melanggar hukum, Jamin melanjutkan, otomatis mantan Direktur Utama IM2 itu tidak bisa dikenakan Pasal 2 dan 3 UU Tipikor. Kata dia, sebenarnya unsur utama jika seseorang dianggap melakukan tindak pidana, yaitu melakukan perbuatan melawan hukum.

"Kalau unsur itu tidak terbukti, berarti ya memang tidak bisa terbukti," ucap dia.

Lagipula kalaupun memang IM2 menggunakan frekuensi, kata Jamin, ini lebih cocok masuk ke ranah kasus administrasi. Namun, realitasnya tidak menggunakan frekuensi. Karena itu, tambah dia, sepanjang memiliki alat bukti yang cukup kuat, Jamin mendukung agar Indar dibebaskan dari hukuman penjara selama 8 tahun. Di mana saat ini Indar mendekam di Lapas Sukamiskin, Bandung, Jawa Barat.

Senada dengan Jamin, pakar Hukum Bisnis Erman Rajagukguk juga menyarankan agar Indar dan IM2 segera mengajukan PK. Menurut Erman, perkara IM2 bukanlah pidana, melainkan ranah perdata. "Ini perdata menurut saya. Lanjutkan ke upaya PK," kata Erman.

Erman menegaskan, kerjasama yang dilakukan antara Indosat dan IM2 tidak dilarang dalam Undang-Undang. Kerjasama yang sama pun juga sudah dilakukan oleh 16 penyedia jasa internet lainnya. Artinya, 16 penyedia jasa tersebut kemudian juga dapat bernasib sama dengan IM2.

Kejanggalan?

Kasus IM2, anak perusahaan PT Indosat Tbk ini menarik perhatian masyarakat, karena ditengarai banyak kejanggalan. Antara lain adanya pengabaian surat Menteri Komunikasi dan Informatika yang telah menyatakan perjanjian bisnis Indosat-IM2 sudah sesuai dengan ketentuan perundangan. Begitu pula Indar juga divonis atas sesuatu yang tidak didakwakan.
 
Saat ini ada 2 putusan kasasi yang saling bertentangan. Pertama, putusan Mahkamah Agung Nomor 282K/PID.SUS/2014 tertanggal 10 Juli 2014 yang memutuskan Indar dijatuhi hukuman pidana selama 8 tahun penjara dan denda sebesar Rp 300 juta dan kewajiban uang pengganti sebesar Rp 1,358 triliun yang dibebankan kepada IM2. Kedua, putusan Mahkamah Agung Nomor 263 K/TUN/2014 tertanggal 21 Juli 2014 yang isinya menolak kasasi yang diajukan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) atas putusan Pengadilan Tata Usaha Negara perkara IM2 yang menyatakan laporan BPKP tidak boleh digunakan.
 
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara 28 Januari 2014 sebelumnya juga telah menguatkan keputusan PTUN yang telah memutus tidak sah dan menggugurkan keputusan BPKP bahwa ada kerugian negara Rp 1,3 triliun. Dengan putusan itu, putusan MA telah mempunyai kekuatan hukum tetap. Alat bukti yang digunakan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi dalam semua tingkatan sebagai dasar perhitungan unsur kerugian negara juga tidak memiliki kekuatan hukum lagi dan tidak dapat digunakan. (Riz)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini