Sukses

Ombudsman Sebut Polri Maladministrasi Kasus BW, Ini Harapan Ruhut

"Ombudsman seharusnya dapat mendinginkan suasana. Jangan yang kecil dibesarkan, yang besar dikecilkan."

Liputan6.com, Jakarta Ombudsman menemukan sejumlah maladministrasi dalam penangkapan Wakil Ketua nonaktif KPK Bambang Widjojanto atau BW oleh petugas Badan Reserse Kriminal Polri pada 23 Januari lalu. Namun Ombudsman diharapkan tidak membuat suasana menjadi makin keruh.

"Saya hanya ingin mengingatkan Ombudsman jangan memperkeruh suasana. Apapun polisi dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya yang endingnya untuk keberhasilan itu tidak masalah. Kalau dia pakai preman itu baru salah," ujar politisi Partai Demokrat Ruhut Sitompul saat dihubungi di Jakarta, Rabu (25/2/2015).

Menurut Ruhut, Ombudsman sebaiknya membiarkan proses berjalan dengan baik hingga mendapatkan hasil. Apalagi Bambang Widjojanto maupun Ketua nonaktif KPK Abraham Samad telah diperiksa polisi.

"Ombudsman seharusnya dapat mendinginkan suasana. Jangan yang kecil dibesarkan, yang besar dikecilkan. Kasihan Pak Abraham dan Pak Bambang. Mereka kan diperiksa oleh polisi juga. Jadi tidak ada masalah sebenarnya," ucap Ruhut.

Dalam surat rekomendasi Ombudsman bernomor 003/REK/0105.2015/PD-21/II/2015 yang dikeluarkan setelah memeriksa berkas, Ombudsman menilai penangkapan terhadap Bambang melanggar undang-undang karena tidak didahului dengan pemanggilan pemeriksaan sebagai tersangka, setidaknya setelah dua kali berturut-turut mangkir.

Selain itu, lanjut Ombudsman dalam surat rekomendasinya, saat penangkapan Bambang pun petugas tidak menunjukkan identitas sebagai anggota Polri. Padahal belakangan diketahui, Kombes Pol Viktor E Simanjuntak yang menangkap Bambang bukanlah penyidik, melainkan perwira menengah Lembaga Pendidikan Polri. Oleh karena itu, Ombudsman menilai keberadaan Viktor dalam melakukan penangkapan tersangka tidak dapat dibenarkan.

Kesalahan administrasi pun, menurut Ombudsman, terlihat dalam penggeledahan rumah Bambang. Seharusnya penyidik wajib meminta izin terlebih dahulu kepada Pengadilan Negeri setempat. Saat penggeledahan, petugas juga tidak dapat memperlihatkan surat perintah penggeledahan rumah Bambang.

Dalam surat rekomendasi itu, Ombudsman menganggap aksi tangkap tangan terhadap Bambang tidak dibenarkan, karena tidak melalui proses penyelidikan terlebih dahulu. Untuk perkara ini, Surat Perintah Penyidikan diterbitkan pada 20 Januari 2015, sementara Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) diterbitkan pada 22 Januari 2015 dan dikirimkan serta diterima oleh Kejaksaan Agung setelah dilakukan penangkapan yaitu pada 23 Januari 2015.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini