Sukses

Pemuda OKI Minta Jokowi Dukung Perdamaian di Azerbaijan

Youth OIC Indonesia juga memohon kepada pemerintah Indonesia untuk mengakui pembantaian yang terjadi di Khojaly sebagai kejahatan genosida.

Liputan6.com, Jakarta - Puluhan pemuda yang tergabung dalam Youth Organization of Islamic Cooperation (OIC) atau Pemuda Organisasi Kerjasama Islam (OKI) menggelar aksi kemanusiaan di Bundaran Hotel Indonesia, Senin (23/2/2015) petang.

Mereka menuntut pemerintah Indonesia untuk terlibat aktif dalam perdamaian di Republik Azerbaijan yang menghadapi agresi oleh Armenia. Karena itu pemuda OIC akan mengirimkan petisi kepada Presiden Joko Widodo.

"Kita akan berikan petisi besok kepada Presiden Joko Widodo. Petisi itu berisi kegelisahan kita bahwa Indonesia harus berperan di kancah internasional untuk menciptakan ketertiban dunia dan perdamaian dunia, khususnya Khojaly," kata President OIC Youth Indonesia, T Taufik Lubis di lokasi, Senin (23/2/2015).

Tak hanya itu, petisi tersebut juga akan diberikan kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Serta untuk Kedutaan Besar Republik Armenia di Indonesia. Khusus untuk Armenia, Taufik mengatakan pihaknya akan menekan dan meminta Armenia agar meninggalkan Kota Khojaly, Azerbaijan, dan menarik seluruh pasukan militernya.

Ia mengatakan Indonesia berasaskan konstitusi UU 1945, diwajibkan untuk berperan serta pada ketertiban dunia dan perdamaian dunia. Untuk itu, lanjut Taufik, sudah seharusnya Presiden Jokowi melakukan peran-peran tersebut.

"Blusukan itu sudah bagus, tapi belum cukup sehingga Indonesia bisa diakui secara global. Jadi kita meminta kepada Jokowi untuk berperan aktif, tidak diam. Tidak defend tapi inisiatif. Kita tidak akan aksi di Istana. Tapi kita hanya ada perwakilan ke Pak Andi Widjojanto. Kita akan serahkan petisi itu. Seperti juga ke DPR. Kita perwakilan akan ketemu dengan Ketua DPR RI," jelas Taufik.

Selain itu, Youth OIC Indonesia juga memohon kepada pemerintah Indonesia untuk mengakui pembantaian yang terjadi di Khojaly sebagai kejahatan genosida berdasarkan resolusi Dewan Keamanan PBB tahun 1993. Yakni menyerukan penarikan pasukan Armenia dari wilayah Azerbaijan.

Sebab, menurut Taufik, pada 26 Februari 1992 saat pendudukan Armenia di 20 persen wilayah Azerbaijan menggunakan pasukan Uni Soviet, sebanyak 613 orang tewas terbunuh, termasuk 106 perempuan dan 83 anak. Juga sebanyak 1.275 penduduk disandera dan 150 orang nasibnya belum diketahui.

"Indonesia sebagai negara yang mempunyai konstitusi yang menganjurkan untuk menciptakan perdamaian dunia, maka seharusnya terlibat langsung untuk menekan pihak-pihak yang berwenang untuk benar-benar melaksanakan resolusi Dewan Keamanan PBB. Puluhan tahun peristiwa Khojaly ini berlangsung, tapi hukuman terhadap pelaku kejahatan kemanusiaan belum ada. Kita inginkan pimpinan militer Armenia dibawa ke Mahkamah Internasional di Den Haag untuk diadili karena kejahatan kemanusiaan," tegas Taufik. (Han/Ans)

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Terkini